Pengintegrasian PSE dalam MSB untuk Penguatan Karakter Peserta Didik

Gede Putra Adnyana

SMAN 1 Banjar, Buleleng, Bali

putradnyana@gmail.com

 

Berbagai fenomena negatif, saat ini masih terjadi dalam dunia pendidikan. Beberapa diantaranya, tindak kekerasan, kesehatan fisik dan psikis, adiksi gawai, pornografi, judi daring, dan narkoba pada peserta didik.[1] Kondisi ini, sangat berdampak terhadap kualitas bangsa di masa depan. Oleh karena itu, perlu penguatan delapan karakter utama bangsa, yakni religius, bermoral, sehat, cerdas dan kreatif, kerja keras, disiplin dan tertib, mandiri, serta bermanfaat. Penguatan delapan karakter utama bangsa ini dapat tercapai melalui proses pembelajaran dan pembiasaan yang harus dilakukan oleh peserta didik. Salah satu proses pembelajaran dimaksud adalah Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE).

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran kolaboratif yang melibatkan seluruh komunitas sekolah[2]. Pembelajaran Sosial dan Emosional merupakan salah satu upaya menguatkan karakter positif peserta didik. Ellis et al., 2023 (dalam Marisa et al., 2024), mengemukakan lima Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE), yakni Self Awareness (Kesadaran Diri), Self Manajement (Pengelolaan Diri), Responsible Decision Making (Pengambilan Keputusan Yang Bertanggung Jawab), Sosial Awarenes (Kesadaran Sosial), dan Reationship Skills (Ketrampilan sosial).[3] Joseph E Zins et al., 2001 (dalam Purna & Fitri, 2021), menyebutkan bahwa PSE adalah proses belajar pada peserta didik untuk meningkatkan kemampuan mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan perilakunya guna mencapai tugas-tugas sosial.[4] Oleh karena itu, PSE dapat meminimalisir perilaku-perilaku negatif dan menanamkan perilaku-perilaku positif sehingga terbentuknya karakter unggul pada anak.

Fakta menunjukkan bahwa karakter unggul peserta didik belum terbentuk dengan baik. Keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran cenderung masih rendah. Tidak banyak peserta didik yang proaktif untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Dalam aktivitas diskusi, mereka tidak melakukan komunikasi dan kerja sama yang efektif dan saling menguatkan. Terdapat fenomena, di mana peserta didik dengan kemampuan intelektual lebih baik, cenderung tidak berbagi dengan temannya. Bahkan, ada beberapa peserta didik dalam kelompok menunjukkan sikap pasif dan tidak ikut bertanggung jawab. Fakta-fakta tesebut menunjukkan bahwa KSE peserta didik perlu dikuatkan. Di pihak lain, hasil belajar peserta didik cenderung masih rendah. Oleh karena itu, guru diharapakan dapat memberikan ruang lebih luas kepada peserta didik untuk mengeksplorasi konten, menguatkan pemahaman, dan menerapkan konsep. Dalam konteks inilah, perlu menerapkan Model Siklus Belajar (MSB).

Model siklus belajar (learning cycle) merupakan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Model pembelajaran ini dilandasi oleh teori konstruktivisme, di mana peserta didik secara aktif menggali pengetahuan dan guru sebagai fasilitator.[5] Model Siklus Belajar terdiri atas tiga fase, yakni fase eksplorasi/penggalian konsep (consept exploration), fase pengenalan/penemuan konsep (concept introduction), dan fase aplikasi/penerapan konsep (concept application).[6]

Pada fase eksplorasi, peserta didik diberikan ruang untuk memanfaatkan panca indranya semaksimal mungkin dalam kegiatan praktikum, observasi, menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam, mengamati fenomena alam atau perilaku sosial. Peserta didik pada fase pengenalan konsep, menginterpretasikan data dan menemukan atau membangun konsep, memberi tambahan informasi dan membuat istilah. Pada fase pengaplikasian konsep, peserta didik menerapkan pemahaman konsepnya melalui kegiatan problem solving atau melakukan percobaan lebih lanjut.[7]

Hasil penelitian Adnyana, G. P. (2012), menemukan bahwa terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis dan pemahaman konsep kimia antara siswa yang mengikuti MSB Hipotetis Deduktif dan model pembelajaran langsung. Hasil penelitiannya menunjukkan, bahwa keterampilan berpikir kritis siswa yang mengikuti MSB Hipotetis Deduktif lebih baik daripada model pembelajaran langsung. Demikian pula dengan pemahaman konsep siswa yang mengikuti MSB Hipotetis Deduktif lebih baik dari pada dengan model pembelajaran langsung. Artinya, MSB efektif untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berpikir kritis peserta didik.[8]

Berkaitan dengan hal tersebut, guru diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar di satu pihak, serta menguatkan KSE di pihak lain. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui strategi meningkatkan motivasi intrinsik dengan pengelolaan yang benar.[9] Dalam konteks inilah, maka sangat relevan dan starategis menerapkan pengintegrasian PSE dalam pembelajaran dengan MSB.

Pengintegrasian PSE dalam MSB diterapkan pada tahapan 1) eksplorasi konsep/consept exploration, 2) pengenalan konsep/concept introduction, dan 3 penerapan konsep/concept application. Dalam setiap sintaks pembelajaran, dilakukan kegiatan yang dapat mengakomodasi penguatan kompetensi sosial emosional (KSE) peserta didik.

Rancangan kegiatan pembelajaran peserta didik dengan mengintegrasikan PSE dalam MSB pada setiap sintaks adalah sebagai berkut. Pertama, pada tahap eksplorasi konsep/consept exploration, peserta didik terlibat dalam kegiatan mengkaji bahan ajar madiri (kesadaran diri), menganalisis video, menjawab pertanyaan pemantik secara mandiri, melakukan demonstrasi/praktik (kesadaran diri & pengambilan keputusan yang bertanggung jawab) dan menyimak salindia (bahan presentasi) (pengelolaan diri). Kedua, tahap pengenalan konsep/concept introduction, peserta didik terlibat dalam kegiatan mendiskusikan jawaban pertanyaan pemantik (kesadaran sosial dan pengelolaan diri), menjawab LKPD berkelompok (ketrampilan sosial & pengambilan keputusan yang bertanggung jawab), dan mempresentasikan jawaban LKPD. Ketiga, pada tahap penerapan konsep/concept application, peserta didik terlibat dalam kegiatan menjawab permasalahan dalam konteks berbeda, melakukan refleksi diri dengan P4 (peristiwa, perasaan, pembelajaran, penerapan), melakukan refleksi dengan membuat rangkuman, rencana tindak lanjut, dan saran, serta melakukan Formatif.

Peningkatan hasil belajar dan penguatan KSE peserta didik merupakan tujuan dari pengintegrasian PSE dalam MSB. Pembelajaran untuk setiap tatap muka terdiri atas 3 (tiga) langkah kegiatan, yakni pendahuluan, inti, dan penutup. Dalam kegiatan inti, diterapkan tahapan  MSB, yakni eksplorasi, pengenalan, dan penerapan konsep. Pada setiap langkah atau sintaks pembelajaran dilakukan intervensi aktivitas untuk penguatan KSE peserta didik, seperti pada diagram sebagai berikut.

Penerapan MSB dalam pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik. Hal ini karena peserta didik diberikan ruang lebih luas untuk mengeksplorasi materi, mengenal konsep, dan menerapkan konsep pada situasi berbeda. Di pihak lain, pengintegrasian PSE dalam MSB, dapat menguatkan KSE peserta didik dalam kerangka membangun karakter positif dan mulia. Oleh karena itu pengintegrasian PSE dalam MSB sangat potensial dalam kerangka meningkatkan motivasi, kualitas proses, hasil belajar, dan karakter positif dan mulia peserta didik.

Referensi

Adnyana, G. P. 2012. Keterampilan Berpikir Kritis dan Pemahaman Konsep Siswa pada Model Siklus Belajar Hipotetis Deduktif. Jurnal Pendidikan Dan Pengajaran, 45(3). https://doi.org/10.23887/jppundiksha.v45i3.1833

Caesilia Ika W., dkk. 2020. Program Pendidikan Guru Penggerak, Paket Modul 2, Modul 2.2: Pembelajaran Sosial dan Emosional. Jakarta: Kemendikbud

Fadly, W. 2022. Model-Model Pembelajaran untuk Implementasi Kurikulum Merdeka. Bantul: Bening Pustaka

Handayani, M, dkk. 2020. Mendukung Kualitas Pembelajaran melalui Sekolah Aman dan Menyenangkan. Jakarta: Puslitjak Dikbud, Balitbangbuk, Kemendikbud

Marisa, L., Raharjo, T. J., & Wardani, S. 2024. Pengembangan modul ajar IPAS berbasis pembelajaran berdiferensiasi terintegrasi kompetensi sosial emosional. Elementary School Education Journal, 8(1), 61–72.  http://dx.doi.org/10.30651/else.v8i1.21950

Purna, R. S. & Fitri Angraini. 2021. Kompetensi Sosial dan Emosional Anak dan Remaja. Padang:  LPPM – Universitas Andalas

Robertus Se. 2017. Pembelajaran Siklus sebagai suatu Strategi Pembelajaran untuk Mengembangkan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Geografi. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP. Purwokerto, 19 Agustus 2017

Surat Edaran Bersama Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, dan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor: 1 Tahun 2025, Nomor: 800.2.1/225/SJ, Nomor: 1 Tahun 2025 tentang Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Pembiasaan di Satuan Pendidikan

Susiwi S. 2007. Siklus Belajar: Suatu Model dalam Pembelajaran Kimia “Handout”. Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *