Dari Buku Harian, Menjadi Karya Besar

Setiap orang memiliki sejarah kehidupan masing-masing. Ada yang hanya menjadikan setiap kejadian tersebut sebagai kenangan hingga daya ingat memudar. Ada pula yang memilih mengabadikannya lewat buku harian.Bagi mereka, menuliskan setiap kejadian dan beragam perasaan terpendam di lembar buku harian menjadi kegiatan yang sangat menyenangkan. Meski terkesan sentimentil, namun buku harian dapat menjadi terpantiknya sebuah semangat untuk menghasilkan karya-karya besar.Momoko Sakura dan Chibi Maruko Chan yang Menduniasumber gambar : ramenparados.comsumber gambar : https://www.ramenparados.com/Generasi 90-an pasti mengenal dengan karakter Maruko dalam anime Chibi Maruko Chan. Maruko adalah karakter bocah kelas 3 SD yang sering bertingkah polos. Tingkah lakunya yang konyol membuat kita kerap tertawa menontonnya. Terlebih saat ia berkomunikasi dengan keluarga dan teman-temannya.Serial Chibi Maruko Chan berawal dari sebuah komik atau manga dalam majalah Ribbon pada tahun 1986. Empat tahun kemudian, manga ini diadaptasi menjadi serial anime yang akhirnya populer di 60 negara, termasuk Indonesia. Bahkan sampai sekarang, salah satu televisi swasta masih menayangkan serial apik tersebut.Chibi Maruko Chan adalah karya legendaris dari komikus berdarah dingin, Miki Miura. Komikus ini memiliki nama pena Momoko Sakura (8 Mei 1965 – 15 Agustus 2018).Tidak banyak yang tahu bahwa karakter Maruko Chan sendiri adalah penggambaran masa kecil Sakura. Setiap cerita dalam komik tersebut juga terinspirasi dari pengalaman pribadinya yang pernah dia tulis dalam buku harian sejak duduk di bangku sekolah dasar. Maka tidak heran, cerita Chibi Maruko Chan sangat terkesan nyata. Karakter Maruko seperti hidup. Bahkan kita yang telah dewasa akan terkenang masa kecil saat menontonnya. Sebuah hiburan untuk sedikit melupakan kepenatan.1 Litre of Namidasumber gambar : https://www.ebay.com1 Litre of Namida atau yang populer dengan judul 1 Litre of Tears adalah sebuah buku harian yang ditulis oleh Kiito Aya (19 Juli 1962 – 23 Mei 1988). Buku harian ini diterbitkan tidak lama sebelum dia meninggal karena penyakit yang dia idap.Buku harian tersebut berisi curahan hati Aya yang awalnya begitu tersiksa dengan penyakit degenarif yang diderita. Karena penyakit itulah dia kehilangan masa remaja. Dia tidak lagi bisa bergerak bebas. Hidupnya dihabiskan di atas kursi roda dan tempat tidur. Awalnya dia merasa Tuhan tidak adil karena memberikan penyakit itu padanya, namun akhirnya Aya dapat berdamai dengan kondisinya. Saat penyakit itu mulai menjalar, buku harian ini menjadi media Aya untuk menjelaskan perjuangan hebat yang dia jalani dalam menghadapi situasi, dan akhirnya mencoba bertahan dengan penyakitnya.Dia mencatat salah satu tulisan, “Saya menulis, karena menulis adalah bukti bahwa saya masih hidup.”Buku harian ini amat populer di berbagai negara, bahkan diadaptasi menjadi film dan serial televisi 11 episode yang sangat sukses. Serial tersebut pun sempat terkenal di Indonesia di medio 2000-an. Anda masih ingat dengan serial tersebut?KesimpulanDua karya yang saya paparkan di atas mengajarkan bahwa sebuah karya besar bisa berawal dari hal-hal kecil seperti buku harian. Maka, mari mulai sekarang kita mencoba untuk sedikit menuliskan berbagai kenangan dalam buku harian. Bisa jadi itu dapat kita kembangkan menjadi karya yang luar biasa.Mari menulis.

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *