Dalam kehidupan masyarakat yang multikultural seperti Indonesia, moderasi beragama menjadi salah satu prinsip penting untuk menjaga stabilitas sosial dan keharmonisan antarumat beragama. Moderasi beragama bukanlah upaya untuk menyamakan semua ajaran agama atau mengurangi keimanan seseorang, melainkan cara pandang dan sikap keberagamaan yang menghindari sikap ekstrem dan berlebihan dalam beragama. Konsep ini mendorong umat beragama untuk menjalankan keyakinannya secara damai, toleran, dan menghormati keberadaan pihak lain.
Moderasi beragama menekankan nilai-nilai seperti toleransi, keseimbangan, keadilan, dan anti-kekerasan. Dalam praktiknya, seseorang yang moderat tetap berpegang teguh pada agamanya, namun juga terbuka terhadap dialog dan kerjasama antarumat beragama. Moderasi juga menolak kekerasan atas nama agama dan menolak politisasi agama yang memecah belah. Dengan sikap moderat, agama justru menjadi kekuatan yang menyatukan, bukan memecah.
Pentingnya moderasi beragama semakin terasa di era modern yang penuh tantangan, seperti penyebaran paham radikal, hoaks agama, dan konflik antar agama. Dalam konteks ini, moderasi beragama hadir sebagai solusi untuk membangun masyarakat yang damai, adil, dan harmonis. Oleh karena itu, semua elemen masyarakat, termasuk tokoh agama, pendidik, dan pemerintah, perlu mendorong penguatan moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui pengamalan moderasi beragama, bangsa Indonesia dapat menjaga persatuan dalam keberagaman dan mewujudkan cita-cita masyarakat yang toleran, adil, dan beradab. Agama seharusnya menjadi sumber inspirasi perdamaian, bukan sumber konflik. Maka, moderasi bukan hanya pilihan, melainkan kebutuhan dalam kehidupan beragama di era global yang kompleks ini.
Namun, meskipun istilah moderasi beragama semakin populer, masih banyak kesalahpahaman yang terjadi dalam memaknainya. Salah satu kesalahan yang paling sering terjadi adalah anggapan bahwa moderasi beragama berarti melemahkan keimanan atau bersikap kompromistis terhadap kebenaran ajaran agama. Padahal, moderasi tidak mengajarkan untuk mengurangi keimanan, melainkan mengedepankan sikap adil, toleran, dan tidak ekstrem dalam menjalankan agama. Seorang muslim yang moderat, misalnya, tetap taat beribadah dan berpegang teguh pada nilai-nilai Islam, tetapi juga menghargai keberadaan pemeluk agama lain dan tidak memaksakan keyakinannya.
Di dalam agama, ada hal-hal yang sifatnya menjadi pokok agama dan ada yang menjadi tafsir agama. Pada hal-hal yang menjadi pokok agama, tidak boleh ada kompromi dalam hal meyakini dan mempraktikkannya seperti halnya ubudiyah. Untuk masalah yang sifatnya tafsir agama, urusan agama yang sifat hukumnya diperdebatkan, dan ada beragam Pandangan, seorang moderat akan Mengambil sikap hukum tertentu untuk dirinya, tapi tidak memaksakan hukum Itu berlaku untuk orang lain. Itulah makna toleransi.
Kesalahan lainnya adalah menyamakan moderasi dengan paham liberalisme agama, yaitu memaknai agama secara bebas tanpa batas. Moderasi justru menjaga agar ajaran agama tetap dijalankan sesuai dengan inti nilai-nilainya, namun tetap dalam koridor kedamaian dan keadilan. Sikap ini menjauhkan umat dari fanatisme buta atau intoleransi yang sering menjadi akar dari konflik sosial. Moderasi adalah jalan tengah antara sikap ekstrem kanan (radikal) dan ekstrem kiri (bebas nilai).
Tak hanya itu, banyak juga yang mengira moderasi hanya menyangkut hubungan antar agama. Padahal, dalam konteks internal agama, moderasi sangat penting untuk mengelola perbedaan mazhab, pemikiran, atau pendekatan ibadah. Jika tidak dibarengi dengan sikap moderat, perbedaan ini bisa menjadi sumber permusuhan di antara sesama umat. Moderasi mengajarkan bahwa perbedaan bukan ancaman, melainkan rahmat yang perlu dikelola dengan bijak.
Kesalahpahaman terhadap moderasi beragama biasanya muncul karena kurangnya literasi keagamaan dan minimnya ruang dialog yang sehat. Oleh karena itu, diperlukan peran aktif tokoh agama, akademisi, dan lembaga pendidikan untuk meluruskan pemahaman ini. Moderasi beragama sejatinya adalah bentuk kearifan dalam beragama; menjunjung tinggi kebenaran tanpa merendahkan yang berbeda, serta menjalankan ajaran dengan penuh kasih, bukan kebencian.
1. Kementerian Agama RI. (2019). Moderasi Beragama. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
2. Wahid, Abdul. (2020). “Moderasi Beragama dalam Perspektif Islam.” Jurnal Studi Keislaman, 8(1)
3. Hasyim, Syafiq. (2021). “Moderasi Beragama sebagai Upaya Memperkuat Toleransi Beragama di Indonesia.” Jurnal Ilmiah Islam Futura, 21(2)
4. Azra, Azyumardi. (2019). Islam Wasathiyah dan Peradaban Damai. Jakarta: Prenadamedia Group.