Bahasa manusia pada awalnya sepenuhnya bersifat lisan sebelum berkembang menjadi tulisan.
Walter J. Ong menjelaskan bahwa kelisanan merupakan bentuk komunikasi yang mengandalkan suara dan interaksi verbal secara langsung. Proses kelisanan tidak hanya sekadar pengucapan, melainkan melibatkan ingatan, improvisasi, dan interaksi sosial yang hidup dan dinamis. Tulisan, yang kemudian muncul, bukanlah pengganti kelisanan, melainkan media yang memperkuat tradisi lisan tersebut, karena tulisan lahir dari ingatan dan kesadaran budaya yang sebetulnya telah tersimpan secara oral. Dalam tradisi lisan, pengungkapan informasi menggunakan pola-pola mnemonik seperti ritme dan aliterasi, yang memudahkan pemeliharaan narasi secara kolektif. Kelisanan bersifat partisipatif dan komunikatif dalam konteks sosial sehari-hari.
Di sisi lain, keaksaraan menurut Ong adalah tradisi yang berpusat pada tulisan, yang membawa perubahan mendasar dalam cara manusia berpikir, berkomunikasi, dan menyimpan pengetahuan. Keaksaraan bukan hanya kemampuan membaca dan menulis, tetapi sebuah transformasi kesadaran yang memungkinkan penciptaan dokumen yang mandiri dan bebas konteks. Tulisan menginisiasi bentuk komunikasi yang abstrak, konseptual, dan analitis, membawa perubahan sosial dan budaya melalui pemisahan jarak waktu dan ruang dalam penyebaran informasi, serta membuka jalan kemajuan ilmu pengetahuan yang kompleks.
Kelisanan dan keaksaraan memiliki peran penting dalam kehidupan sosial dan budaya. Kelisanan sebagai tradisi yang terus hidup di masyarakat memungkinkan pelestarian cerita, adat, serta nilai-nilai budaya secara langsung dari generasi ke generasi. Komunikasi lisan juga memperkokoh solidaritas dan identitas sosial komunitas. Keaksaraan memberikan peluang bagi manusia untuk membebaskan pola pikirnya menjadi lebih kritis dan reflektif melalui tulisan, yang memungkinkan pengetahuan disimpan dalam bentuk permanen dan tersebar secara luas. Perkembangan budaya tulis dan pendidikan sistematis menjadi fondasi kemajuan masyarakat modern.
Dalam konteks penyampaian informasi dan pengetahuan, kelisanan menyediakan komunikasi langsung, kontekstual, dan emosional yang kaya, sedang keaksaraan memungkinkan pengorganisasian gagasan secara sistematis dan dokumentasi yang objektif. Kedua tradisi ini saling melengkapi dalam menyampaikan dan melestarikan pengetahuan serta budaya. Keseimbangan antara keduanya dapat meningkatkan efektivitas komunikasi dan memperkuat warisan budaya sekaligus mendorong kemajuan intelektual masyarakat.
Kelisanan dan keaksaraan adalah dua aspek fundamental yang saling melengkapi dalam menjaga dan mengembangkan budaya serta pengetahuan masyarakat. Kelisanan menghadirkan konteks sosial dan nilai kultural yang hidup, sedangkan keaksaraan memberikan kestabilan dan metode penyimpanan pengetahuan yang sistematis dan abstrak. Melestarikan kelisanan berarti menjaga tradisi budaya yang hidup dan terbentuk dalam interaksi sosial, sementara mengembangkan keaksaraan berarti memperkuat fondasi pendidikan dan kemajuan zaman.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk secara sadar mengintegrasikan dan melestarikan kedua konsep ini. Dengan demikian, kita tidak hanya menjaga kekayaan warisan budaya nenek moyang, melainkan juga mempersiapkan masyarakat yang berbudaya dan berpengetahuan untuk masa depan yang lebih baik.







