Kita pasti tidak asing lagi dengan kata “judi”. Menurut KBBI, judi adalah permainan dengan memakai uang atau barang berharga sebagai taruhan (seperti main dadu, kartu), dan merupakan pangkal berbagai bentuk kejahatan buntut perjudian liar (dengan cara menebak nomor akhir dari undian resmi). Judi sudah ada dari berabad-abad yang lalu dan seiring perkembangan zaman judi bukan hanya sekadar bertemu dan melakukan judi tersebut, tapi secara online judi pun bisa dilakukan. Dan itulah yang sedang marak digandrungi oleh remaja dan mahasiswa saat ini. Mereka menggunakan uang jajan mereka bahkan sampai rela meminjam uang kepada teman ataupun rentenir demi bermain judi online.
Fenomena ini kini menjadi salah satu masalah sosial paling mengkhawatirkan di Indonesia terutama pada Kota Makassar. Dalam beberapa tahun terakhir, akses internet yang semakin mudah serta penggunaan ponsel pintar yang hampir tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari membuat praktik judi online tersebar dengan cepat, terutama di kalangan anak muda. Mereka yang awalnya hanya “iseng mencoba” akhirnya terjebak dalam siklus kecanduan yang merugikan, baik secara finansial maupun psikologis.
Salah satu penyebab utama meningkatnya keterlibatan remaja dan mahasiswa dalam judi online adalah kemudahan akses. Tidak seperti judi konvensional yang membutuhkan tempat dan waktu tertentu, judi online dapat dimainkan kapan saja dan di mana saja. Cukup dengan satu sentuhan pada layar ponsel, berbagai permainan seperti slot, dan kartu digital tersedia dalam hitungan detik. Platform perjudian ini bahkan menggunakan strategi promosi agresif melalui media sosial, membuat targetnya remaja dan mahasiswa lebih mudah tergoda.
Alasan lainnya adalah tekanan ekonomi. Mahasiswa yang terbebani biaya hidup di kota besar seperti Makassar sering kali melihat judi online sebagai cara “cepat” untuk menambah uang saku. Ironisnya, permainan ini justru menguras lebih banyak uang, bahkan membuat sebagian dari mereka terlilit utang. Banyak kasus menunjukkan bahwa mahasiswa rela meminjam uang kepada teman, anggota keluarga, hingga rentenir demi mencoba peruntungan lagi setelah mengalami kekalahan.
Lingkungan pergaulan semakin memperparah kondisi ini. Dalam suatu kelompok remaja atau mahasiswa, istilah ‘’peer pressure’’ sangat nyata terjadi. Ketika satu orang dalam kelompoknya membagikan “kemenangan” dari judi online, lainnya merasa tertantang untuk ikut mencoba. Pada akhirnya, mereka terjebak dalam perlombaan semu yang tidak ada ujungnya. Siklus menang-kalah yang tidak stabil membuat mereka semakin sulit keluar dari jeratan judi.
Dampak buruk dari judi online tidak hanya terlihat pada kondisi ekonomi pribadi, tetapi juga pada perilaku dan kesehatan mental. Banyak mahasiswa mengaku kehilangan fokus belajar karena pikirannya selalu tertuju pada permainan. Ada yang mulai absen kuliah, mengabaikan tugas, hingga berbohong kepada orang tua mengenai kebutuhan uang. Lebih jauh lagi, kecanduan judi dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi karena rasa bersalah dan kerugian yang terus bertumpuk.
Perubahan perilaku ini biasanya menjadi tanda awal bahwa seorang remaja sudah kecanduan. Mereka menjadi lebih emosional, mudah tersinggung, dan cenderung menutup diri. Hal ini tentunya berdampak pada hubungan sosial, baik di lingkungan kampus maupun keluarga. Beberapa kasus ekstrem bahkan menunjukkan bahwa remaja yang kecanduan judi nekat melakukan tindakan kriminal kecil, seperti mencuri barang keluarga, demi mendapatkan uang taruhan.
Dengan dampak sosial yang begitu besar, penanganan persoalan ini tidak boleh hanya diserahkan kepada individu. Lingkungan keluarga memiliki peran penting dalam mencegah terjadinya kecanduan sejak awal. Orang tua perlu meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan ponsel dan membangun komunikasi terbuka dengan anak, bukan sekadar melarang. Institusi pendidikan, seperti sekolah dan kampus, juga harus mengambil bagian melalui edukasi mengenai risiko judi online serta menyediakan layanan konseling bagi siswa dan mahasiswa yang membutuhkan pendampingan.
Selain itu, pemerintah daerah dan aparat penegak hukum perlu bertindak tegas. Penutupan akses situs-situs judi online harus diimbangi dengan pengawasan digital yang konsisten. Platform media sosial juga harus diberi batasan ketat terkait iklan atau konten yang mengarah pada perjudian. Tanpa kebijakan yang jelas, remaja akan terus menjadi sasaran empuk industri judi digital yang memanfaatkan celah teknologi.
Pada akhirnya, maraknya judi online di Makassar bukan hanya mencerminkan perubahan pola hiburan di era digital, tetapi juga menunjukkan adanya celah besar dalam sistem perlindungan sosial bagi generasi muda. Ketika remaja dan mahasiswa yang merupakan aset masa depan bangsa terjerumus dalam aktivitas berisiko tinggi seperti ini, masyarakat secara keseluruhan akan merasakan dampaknya. Karena itu, kesadaran kolektif dan kerja sama lintas sektor menjadi hal yang sangat penting guna melindungi generasi muda dari jerat judi online yang semakin masif.






