GAJE

“GAJE”

Oleh Ratu Amaliah 

“Gaje, deh.”

Kalimat singkat itu sering meluncur begitu saja di tengah percakapan sehari-hari. Bisa terdengar di ruang kelas, grup WhatsApp, kolom komentar media sosial, hingga obrolan santai di warung kopi. Sekilas sederhana, tetapi kata gaje menyimpan makna yang tidak sesederhana bunyinya. Di zaman serba cepat ini, manusia kerap dihadapkan pada banyak hal yang datang tanpa penjelasan utuh. Informasi berseliweran, opini saling bertabrakan, dan keputusan kadang terasa diambil begitu saja. Tidak mengherankan jika masyarakat terutama generasi muda menciptakan istilah untuk menamai situasi tersebut. Salah satunya: gaje.

Apa itu gaje?

Gaje merupakan bentuk singkatan dari frasa “gak jelas.” Secara linguistik, gaje termasuk ke dalam ragam bahasa tidak baku yang lahir dari proses pemendekan kata. Pemendekan ini dilakukan demi kepraktisan, sekaligus menciptakan kesan santai dan akrab dalam komunikasi. Penggunaan gaje tidak selalu bernada negatif. Kata ini bisa menjadi ekspresi kebingungan ringan, keheranan, bahkan candaan. “Chat-nya gaje,” misalnya, tidak selalu berarti marah, melainkan menandai percakapan yang arahnya sulit dipahami. Dalam konteks lain, gaje bisa menjadi kritik halus terhadap sesuatu yang dirasa tidak terkonsep dengan baik. Pada intinya, gaje bukan sekadar kata. Ia adalah cara masyarakat memberi nama pada ketidakjelasan yang sering hadir dalam hidup.

Tagar:

Bagikan postingan

Postingan terkait:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *