Ayah Mengapa Kau Begitu Cepat Tinggalkan Aku
Karya: Hasanuddin
Andai di detik-detik terakhirmu desir angin timur mampir ke kampung telingamu dan mengabarkan bahwa keluargamu tidak sedang baik keadaannya. Mungkin malaikat urung memutus tali nyawamu. Namun, apalah daya walau seribu juta manusia menghalangi makhluk bersayap itu tetap patuh melaksanakan titah-Nya.
Ayah… aku manusia yang masih berusia Dhuha dan ibu yang mulai renta. Namun mengapa kau justru ingin berdiam di perut bumi. Tapi biarlah.. kami hanya bisa pasrah meniti jembatan ketentuannya. Ala kulli hal, bagaimana kitab bisa tabah dan menyulam masa depan yang lebih indah
Ayah… masih mengakar di tempurung ingatanku selama kau bersama kami walau layar kehidupan penuh bintik-bintik hitam kepedihan. Kau adalah pahlawan nomor satu dalam keluarga. Kau adalah primadona yang tak tergantikan
Di pagi buta sampai senja kau betah mengaduk-aduk segala isi sawah. Kau tak peduli tombak angin dingin menusuk tubuh kurusmu. Kau abai panas matahari yang menyengat kulit gosongmu
Ayah… sungguh kau benteng hidupku. Kau adalah batu cadas dalam berusaha. Tak mudah layu. Kau berpendirian seteguh gunung Uhud. Tanggung jawabmu lebih menjulang dari Himalaya
Ayah.. kau sungguh hebat. Saat kau bermetamorfosis dari penggarap sawah ke pengayuh becak demi memburu lebih banyak rupiah. Kau tinggalkan kampung halaman yang tua. Di sana kau juga tak kalah bekerja, berdarah-darah, keringat menggurita membahasi seluruh raga demi ceria keluarga
Ayah… walau kau kini telah tiada. Semoga Tuhan tetap menaungi kami dengan payung kasih sayang-Nya supaya dalam safari kami di padang pasir kehidupan yang panjang nan gersang ini merasakan kesejukan. Terhindar dari sesat jalan sehingga kami tidak mati lemas terlantarkan
Ayah.. kami sungguh merindukanmu serindu ibu yang ditinggal mati anaknya berpuluh minggu. Semoga kami bisa bersua kembali di taman surga agar segala cat hitam kesedihan dan kemuraman luntur dan tergantingan baju gembira keabadiaan
Talangi Waru, Pamekasan