Bersama Realisasikan Internasionalisasi Bahasa Indonesia

Belum lama ini masyarakat Indonesia digemparkan oleh wacana Perdana Menteri Malaysia mengenai penggunaan rumpun bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar resmi ASEAN. Hal tersebut langsung menuai perhatian yang kemudian menjadi polemik dan membuat masyarakat Indonesia khususnya generasi muda sigap beramai-ramai mengisi petisi pengajuan untuk bahasa Indonesia yang lebih pantas sebagai bahasa resmi ASEAN.

Namun, apakah kita paham dengan latar belakang penyeruan petisi tersebut? Atau sekadar ikut-ikutan saja? Tahukah sebetulnya mengapa penting untuk memperjuangkan bahasa Indonesia ke kancah itu? Selain hal tersebut, lantas apa lagi yang bisa dilakukan dalam mendukung internasionalisasi bahasa, khususnya untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua di ASEAN? Tentu upaya dukungan tersebut tidak selesai hanya dengan pengisian petisi saja.

Menariknya, mengenai pengupayaan bahasa, hasil riset menerangkan bahwa
tindakan tersebut bukan yang pertama kalinya dilakukan oleh Malaysia. Ternyata salah satu alasan terkuatnya disebabkan oleh kekhawatiran dari masyarakatnya sendiri yang merasa bahasa asing lebih dominan dan masif di negaranya, khususnya bahasa Indonesia. Berbagai karya film, lagu, serta konten media sosialnya lebih banyak muncul menggunakan bahasa Indonesia. Apalagi kerap menggunakan media sosial dan melihat kebiasaan itu sehari-hari tentunya akan memengaruhi penggunaan bahasa juga. Dari fenomena tersebut, kita seharusnya pelajari kelemahan tersebut sebagai “senjata”.

Mengenai wacana penggunaan bahasa, Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia turut menyampaikan tanggapannya dalam siaran pers Kemendikbud, nomor 178/sipers/A6/IV/2022 bahwa bahasa Indonesia lebih layak untuk dikedepankan juga meminta seluruhnya untuk mengkaji wacana tersebut. “Dengan semua keunggulan yang dimiliki bahasa Indonesia dari aspek historis, hukum, dan linguistik, serta bagaimana bahasa Indonesia menjadi bahasa yang diakui secara internasional, sudah selayaknya bahasa Indonesia duduk di posisi terdepan.” tegasnya. Sebagai masyarakat sekaligus generasi muda memang seharusnya perlu membantu memahami dan mengupayakan itu.

Berkaitan dengan fenomena dua bahasa tadi, berdasarkan kumpulan data dari Badan Bahasa Kemendikbudristek menunjukkan beberapa fakta menarik tentang perbandingan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu. Dari hal tersebut, didapat fakta beberapa aspek dalam bahasa Indonesia yang lebih unggul. Keunggulan itu diantaranya seperti bahasa Indonesia sudah dikembangkan menjadi bahasa ilmu dan teknologi, jumlah kosa kata lebih banyak disertai struktur bahasa yang lebih baik, penutur bahasanya sekitar 269 juta penduduk atau 45,7% dari populasi ASEAN, persebarannya telah dipelajari oleh 47 negara, lembaga pemelajar BIPA berjumlah 238 lembaga di seluruh dunia, yang menunjukan bahwa bahasa Indonesia memiliki banyak peminatnya.

Selain itu bahasa Indonesia juga diperkaya oleh ratusan bahasa daerah yang tersebar luas, sampai pada sudah disiapkan menjadi bahasa internasional. Maka, dengan kekuatan itu bahasa Indonesia memang lebih pantas menjadi bahasa pengantar sekaligus bahasa kedua di ASEAN dibanding pesaingnya. Namun hal ini juga tidak berarti apa-apa jika tidak ada usaha peningkatan dan pertahanan dari generasi penerusnya.

Perlu kita sadari bahwa generasi muda sebagai “agent of change” memiliki kompetensi yang beragam, pun cara memanfaatkannya. Kompetensi merupakan suatu hal yang berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan individu untuk mencapai hasil yang diharapkan (International Organization for Standardization, 2012). Gerakan generasi muda serta upaya pengoptimalan kompetensi akan menciptakan suatu hal yang lebih mengalami progres, apalagi ditambah dengan kolaborasi yang kreatif dan inovatif. Dalam aspek bahasa, kompetensi diperlukan untuk mendukung perkembangan, pemertahanan eksistensi sampai pada internasionalisasi bahasa. Dalam pelaksanaan upayanya, tentu membutuhkan faktor internal dan eksternal agar tujuan dapat tercapai tepat sasaran.

Salah satu contohnya, sebagai mahasiswi pada program Pendidikan Bahasa, mengemban profesi menjadi guru bahasa, yang juga merupakan salah satu generasi muda yang terlibat dalam proses pemerolehan, pembelajaran sekaligus penggunaan bahasa, sepatutnya dapat terus mengoptimalkan kompetensi pendidikan yang merdeka, bermakna dan mengolaborasikannya dengan pembelajaran bahasa. Upaya internal yang dilakukan ini dapat membantu capaian tujuan untuk menumbuhkan rasa cinta murid terhadap bahasa dari dalam. Dengan kecintaannya tersebut tentunya akan menghasilkan peningkatan literasi, kepekaan dan selalu membersamai karya dengan kompetensi bahasanya. Melalui hal tersebut, peningkatan bukan hanya terjadi pada generasi muda saat ini saja, tapi juga persiapan masa depan generasi penerusnya.

Selain itu, jika dikaitkan dengan tinjauan pemaparan kasus kekhawatiran negara tetangga tadi, juga sepatutnya menyadarkan para pelaku industri kreatif di Indonesia khususnya generasi muda yang mendominasi pekerjaan ini, bahwa peran pentingnya dalam mendukung internasionalisasi bahasa Indonesia adalah dengan menciptakan produk atau karya yang bijaknya selalu mengandung nilai kearifan lokal sebagai bentuk kecintaan pada bahasa, sebagai upaya pemertahanan eksistensi dan internasionalisasi bahasa.

Konsistensi untuk berdikari pada bahasa dan budaya sendiri yang disesuaikan dalam kompetensi dalam menciptakan produk yang dikolaborasikan dengan kecanggihan digital, akan membuat produk yang memiliki kekhasan tersendiri yang dapat menambah nilai jual serta meningkatkan martabat bangsa. Jika ditinjau dan diupayakan lebih lanjut, aksi tersebut dapat disiasati dan menjadi solusi kemajuan internasionalisasi bahasa yang juga berpengaruh pada penggunaan rumpun bahasa Indonesia khususnya dalam ASEAN.

Bukan tanpa alasan kita sama-sama berupaya memperjuangkan bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua di ASEAN, ini dilakukan sebagai salah satu upaya jalan internasionalisasi bahasa. Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, kuasai bahasa asing. Masing-masing punya cara, sebagai generasi muda, penting bagi kita untuk mempersiapkan kompetensi, kemudian optimalkan dengan kolaborasi.

Jangan terasing! Mari bersaing!

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *