Sudah 3 jam kami di sini. Sengaja “mengungsi” dari kilernya Pak Zulfikar. Juga “melarikan diri” dari seabrek tugas trigonometri yang lupa kami kerjakan.
Sebuah tempat olah raga dengan warung berjejeran di sebelah selatan. Kami merayakan “kebebasan” di sana. Makan dan minum apa saja sambil bermain kartu remi. Ardi, temenku yang kaya raya itu sedang berbaik hati. Dialah otak aksi membolos kami hari ini.
“Main bola,yok!”
Tiba-tiba, Novan angkat bicara. Ide bermain bola terlintas di kepalanya. Serentak kami berempat keluar dari warung menuju jalanan berpaping yang kerap dijadikan tempat joging. Kami saling mengoper satu sama lain dan berebut memasukkannya ke gawang buatan yang dibuat dari sepatu-sepatu kami yang baunya menyengat.
Mungkin terlalu bersemangat, aku menendang terlalu keras. Bola itu terlempar jauh hingga ke gedung yang sedang dibangun di seberang jalan. Merasa bertanggung jawab, aku berniat mengambilnya.
Gedung itu dipenuhi pekerja. Tak terhitung jumlahnya. Ada yang mengaduk semen, ada yang mengangkut pasir, ada yang memukul batu, dan lain-lain.
Bola itu tepat berada di dekat gundukan semen. Setelah meminta izin kepada beberapa tukang, aku mengambilnya.
Tapi tiba-tiba terdengar suara seseorang yang marah-marah. Kata-kata kasar keluar dari mulutnya. Aku menoleh ke arah suara itu.
Seseorang berdasi memarahi seorang tukang. Aku tertegun. Mataku terbelalak. Tubuhku tak bisa bergerak. Hingga akhirnya teman-temanku datang dan memintaku kembali.
Aku berikan bola itu pada Novan lalu berlari mengambil tas, mengenakan sepatuku dan beranjak dari sana. Ya, menuju sekolah. Aku tak pedulikan suara teman-teman yang memanggil namaku. Salah satu dari mereka mengumpat. Kata-katanya kasar sekali. Tapi itu tak bisa menandingi rasa penyesalan dalam hati. Penyesalan kepada seseorang yang telah berjuang agar aku bisa terus makan dan menjalani pendidikan.
Tukang yang tadi dimarahi habis-habisan itu ayahku, kawan.
Aku merasa tertampar. Saat ia bekerja keras usai di PHK hingga bekerja serabutan menjadi tukang, aku malah bersenang-senang menyia-nyiakan usaha kerasnya selama ini.
Saat itu aku berjanji tak akan membolos lagi.