Cahaya yang Terabaikan dalam Gelapnya Kebijakan

Guru merupakan salah satu pilar utama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, hingga hari ini, masih banyak guru honorer yang telah mengabdikan diri selama lebih dari sepuluh tahun belum juga diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Padahal, mereka telah memberikan dedikasi tinggi demi menyukseskan pendidikan di Indonesia, meski harus menjalani keseharian dengan pendapatan yang jauh dari layak. Pemerintah perlu memberikan perhatian serius terhadap nasib guru honorer, tidak hanya dalam hal pengangkatan status kepegawaian, tetapi juga terhadap kesejahteraan ekonominya yang kerap kali terabaikan.

 

Guru honorer adalah tulang punggung pendidikan, terutama di daerah-daerah terpencil dan pelosok yang kekurangan tenaga pengajar. Banyak dari mereka mengajar bukan karena ingin kaya, tetapi karena panggilan jiwa untuk mengabdi. Namun, realitas pahit harus mereka hadapi setiap bulannya. Gaji yang diterima sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, bahkan tak jarang berada di bawah upah minimum regional (UMR). Ada guru honorer yang hanya menerima upah seratus ribu hingga lima ratus ribu rupiah per bulan, jumlah yang tentu saja jauh dari kata layak untuk seseorang yang memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk karakter dan masa depan anak bangsa.

 

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar, seperti mengapa guru honorer yang telah mengabdi selama satu dekade lebih masih belum diangkat menjadi  PNS? Bukankah masa kerja dan loyalitas yang telah dibuktikan seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam pengangkatan? Kebijakan seleksi yang berlaku saat ini, seperti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), memang menjadi salah satu solusi, namun belum sepenuhnya menjawab permasalahan mendasar, terutama bagi guru yang sudah lama mengabdi namun terhambat oleh faktor usia atau keterbatasan administratif lainnya. Bahkan setelah lulus P3K pun, banyak guru yang masih mengeluhkan keterlambatan gaji atau tunjangan yang tidak sesuai harapan.

 

Selain soal pengangkatan, hal yang tidak kalah penting adalah penghargaan secara finansial yang adil dan manusiawi. Dalam kenyataannya, beban kerja guru honorer tidak berbeda jauh dengan guru PNS. Mereka datang pagi, mempersiapkan materi, mengajar penuh waktu, bahkan terlibat dalam kegiatan sekolah lainnya, seperti rapat, pelatihan, dan pendampingan siswa. Namun, dengan upah yang tidak sebanding, mereka sering kali terpaksa mencari pekerjaan sampingan atau bahkan berhutang demi menyambung hidup. Kondisi ini tentunya berdampak pada kualitas pengajaran dan konsentrasi mereka dalam mendidik.

 

Ketimpangan kesejahteraan ini menunjukkan bahwa pemerintah masih memandang profesi guru honorer sebagai pelengkap, bukan sebagai tenaga profesional yang sejajar dengan guru PNS. Padahal, di banyak negara tetangga, profesi guru dihargai dengan baik, tidak hanya dalam bentuk status sosial, tetapi juga secara ekonomi. Di negara-negara tersebut, gaji guru berbeda pada kisaran yang mampu mencukupi kehidupan yang layak dan bahkan mendorong peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan. Perbandingan ini memperlihatkan betapa pentingnya political will dari pemerintah untuk menempatkan profesi guru pada posisi yang semestinya.

 

Memperbaiki nasib guru honorer bukan hanya tentang memenuhi janji kesejahteraan, tetapi juga tentang membangun sistem pendidikan yang adil dan berkelanjutan. Seorang guru yang sejahtera akan mampu mengajar dengan tenang, kreatif, dan penuh semangat. Sebaliknya, guru yang terus dihantui oleh kekhawatiran ekonomi akan kesulitan untuk memberikan pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu, kebijakan afirmatif seperti percepatan pengangkatan guru honorer menjadi PNS atau peningkatan insentif gaji harus segera diimplementasikan secara nyata, bukan sekedar wacana yang berulang setiap tahun.

 

Pemerintah juga harus memastikan bahwa pengangkatan guru honorer tidak terhambat oleh birokrasi yang rumit dan sistem seleksi yang tidak berpihak pada pengalaman. Seharusnya, masa kerja panjang, dedikasi, serta hasil kerja nyata di lapangan bisa menjadi indicator kuat dalam proses seleksi dan pengangkatan. Selain itu, anggaran pendidikan harus digunakan secara bijak dan berpihak pada peningkatan kesejahteraan guru, termasuk honorer. Prioritas anggaran seharusnya tidak habis hanya untuk proyek fisik atau program seremonial, tetapi benar-benar menyentuh kehidupan para pengabdi pendidikan di lini terdepan.

 

Guru honorer merupakan ujung tombak pendidikan di banyak daerah di Indonesia, terutama di wilayah yang kekurangan tenaga pendidik. Mereka hadir sebagai sosok yang berdedikasi tinggi, mengabdikan waktu dan tenaganya demi masa depan anak-anak bangsa. Namun, fakta yang memilukan adalah bahwa hingga hari ini, masih banyak guru honorer yang telah mengabdi lebih dari sepuluh tahun, namun belum juga mendapatkan pengakuan yang layak berupa pengangkatan sebagai ASN atau PNS.

 

Tidak hanya status yang belum diakui secara penuh, guru honorer juga dihadapkan pada masalah kesejahteraan yang serius. Gaji yang sangat rendah, bahkan terkadang di bawah upah minimum, tidak sebanding dengan beban kerja dan tanggung jawab yang mereka emban setiap harinya. Ironisnya, mereka tetap diminta menjalankan tugas dengan tanggung jawab dan profesionalisme yang sama seperti guru PNS.

 

Kondisi ini jelas mencerminkan ketimpangan dalam sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Di tengah semangat pengabdian dan loyalitas tinggi, para guru honorer justru harus menghadapi diskriminasi struktural dan kesenjangan ekonomi. Pemerintah perlu segera mengambil langkah konkret untuk memperbaiki keadaan ini, baik melalui percepatan pengangkatan guru honorer menjadi PNS, maupun dengan memberikan jaminan kesejahteraan yang lebih adil dan manusiawi.

 

Sudah saatnya kita memanusiakan para guru honorer yang telah berjasa besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Mereka tidak seharusnya terus menjadi pihak yang terpinggirkan dalam sistem pendidikan. tanpa guru yang sejahtera, mustahil tercipta pendidikan yang bermutu. Maka, memperjuangkan hak dan kesejahteraan guru honorer bukan hanya soal keadilan, tapi juga investasi nyata bagi masa depan Indonesia.

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *