Cerita di Ujung Kertas yang Terindah – Cerpen Allifa Khoirol Wafa

Cerita di Ujung Kertas yang Terindah

Cerita di ujung Kertas Yang Terindah
Karya: Allifa Khoirol Wafa


Oke, yang pertama kali ini aku akan memperkenalkan diriku. Namaku Lifa, aku akan bercerita tentang masa SMA ku yang ingin sekali bercita cita untuk menuju universitas. Karena itu merupakan cita citaku dan orang tuaku agar aku bisa sukses. Karena orang tuaku sangat bekerja keras dan disiplin, dia tak mau anaknya hidupnya nanti sama seperti kehidupan yang mereka jalani selama ini. Kemiskinan dan kesusahan ini. Ia berharap cita-cita anak-anak mereka dapat terwujud setelah apa yang mereka usahakan selama ini. Orang bilang kalo masa putih abu-abu itu adalah tahun terbaik yang pernah ada. Masa putih abu-abuku, aku habiskan di sebuah SMA yang baru saja memasuki beberapa tahun yang lalu, yang aku memulainya untuk belajar dengan sungguh sungguh untuk mendapatkan beasiswa agar aku memasuki universitas.

Kabut putih masih menyelimuti pagi buta yang dingin. Udara yang dingin dan titik-titik embun di atas lembaran daun serasa makin membangkitkan suasana pagi ini. Tampak jauh terlihat seorang ibu yaitu ibuku sibuk mengeluarkan barang dagangannya dan ditaruhnya di atas dudukan goncengan sepeda ontel di bawanya. Ibuku bergegas mengayuh sepeda tuanya. Wajahnya terlihat tua dan raut wajah yang agak keras. Ia berbaju dan berkerudung sederhana serta dagangannya berupa alat jahit dan daun pisang. Langkahnya pun makin cepat menuju pasar yang kumuh. Berderet lapak–lapak berbagai macam dagangan di sana. Di sana mereka saling berkompetisi mencari pembeli dagangan mereka. Sama seperti ibu tua itu.

Suatu hari ibuku mengajak aku untuk mengambil daun pisang di kebun pak sukir. kami membelinya dengan harga yang telah dijanjikan. Setelah mengambil daun aku bertanya pada ibuku “bu, kenapa sih ibu capek–capek berdagang pagi buta, jadi buruh cuci, membeli daun pisang panas-panas gini padahal hasilnya sedikit?”. Kemudian ibuku menjawab dengan senyum “ini untuk kehidupan kita.” Dan aku hanya terdiam. ‘Apa arti untuk kehidupan kita sudah tahu dari dulu ibu dan bapak kerja gak pernah dapat mencukupi kebutuhan kita. Apa tuhan tidak sayang kita? Dan apa ibu dan bapak menyembunyikan uang hasil kerja mereka untuk kepentingan sendiri’ fikirku pada orang tuaku. Dihapusnya rasa curigaku dan bergegas pergi dari kebun bersama ibuku.

Setiap hari ibuku bekerja keras buat keluarganya tanpa lelah. Selalu begini nasib keluarga kecil kami yang miskin ini. Tiap hari, bulan dan tahun kehidupan kami sama. Apa lagi aku sekarang sudah masuk SMA negeri pasti kebutuhan kegiatan sekolah semakin meningkat. Sebulan saja mengikuti kegiatan sekolah telah menghabiskan uang yang cukup banyak. Apalagi uang gedung yang jumlahnya sangat tinggi biayanya. Sedangkan kakakku bernama Veri masih mencari pekerjaan di kota-kota besar. Walaupun lulusan SMK ia ingin sekali mencari pekerjaan yang lebih layak buatnya untuk mencoba memasuki universitas demi masa depannya nanti.

Di masa pubertas masa-masa bermain bersama teman-teman sepermainya. Namanya anak remaja keinginan untuk saling menunjukkan jati diri mereka dan bersosialisasi. Apalagi anak remaja sekarang selalu mengikuti tren dunia. Jika ada temannya yang beli ipad, baju atau dan lain lain. maka yang lain akan mengikutinya. Begitu juga dengan aku ingin sekali mengikuti tren teman temanku yang ingin menonton artis idolanya dan beli baju yang lagi naik daun kini. Tapi keinginan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan keluarga ia terpaksa harus membantu bekerja keras walau harus meninggalkan keinginanku untuk mengikuti tren teman-temanku dan belajar dengan sungguh sungguh untuk mendapatkan beasiswa untuk memasuki universitas untuk mewujudkan cita citaku. Aku sudah lama menabung di celenganku untuk masa depanku nanti.

Usaha belajarku yang tak pantang menyerah meraih kesuksesan di SMA ku akhirnya berbuah hasil dengan prestasi yang gemilang kini aku sebagai siswa yang unggul dan beprestasi. Meskipun aku meraih prestasi yang gemilang aku tidak lupa dengan teman–teman serta seseorang yang paling berjasa dalam prestasinya kini kalau bukan guru–guru yang sabar mengajariku ilmu pengetahuan dan kedua orang tuaku selalu berusaha dengan bekerja keras dan mendoakanku dalam meraih cita-citaku kini.

Suatu hari aku berangkat sekolah jalan kaki. Terkadang memang berangkat naik sepeda ontel tapi hari ini sepeda ontelnya lagi dipakai ibuku untuk jualan ke pasar. Dulu memang ibuku sering dibonceng oleh bapakku ke pasar saat itu bapakku ngojek. Tapi motor yang dipakai bapakku bukan miliknya melainkan milik tetangaku yang ia sewa dengan harga yang lumayan murah. Tapi bapakku yang makin tua membuat bapakku sakit-sakitan dan matanya mulai rabun. Sehingga sekarang bapakku membantu ibuku berjualan kue dan daun pisang di pasar.

Pagi ini aku mendapatkan pencerahan dari pidato seorang temanku. Katanya, “Hidup itu menyedihkan, jika kamu fokus pada kesedihan. Dan hidup sangat menggairahkan jika kamu fokus pada aliran semangat kehidupan dan selama kita memiliki tujuan besar untuk dicapai, tidak pantas patah semangat di tengah jalan. Ingat! Tidak ada sukses sejati bisa diraih tanpa melalui hambatan!”. termasuk kutipan pidato temanku Ray yang membuat sadar bahwa semangat dan tak pantang menyerahlah yang akan mengantarkanku ke masa depan yang baik.

Pasca penjelasan pria itu, siswa kelas menjadi heboh berdiskusi PTN yang mereka inginkan. Jujur saja aku ingin sekali memasuki universitas tapi apakah takdir bisa mengubah kehidupan keluarga kami menjadi yang lebih baik? Gumamku. Aku selalu mendengarkan teman-temanku dan mereka semua pasti sudah ada pilihan PTN yang mereka inginkan. FTI ITB, FTSL ITB, PENDOK UNAND, UNPAD, UI, UGM, STIS, dan lain sebagainya masuk ke telingaku sebagai jawaban mereka. Tetapi aku tidak akan menyerah untuk selalu berdoa kepada Allah SWT untuk diberikan kehidupan yang lebih baik karena aku tahu pasti Allah akan mengetahui kebutuhan hambanya yang diinginkannya.

Tiga tahun berjalan kini ananda akan segera lulus SMA. Sekarang ia sedang menghadapi ujian sekolah. Ia belajar dengan keras untuk mendapat kan nilai UN yang bagus. Sudah jauh–jauh hari ananda menyiapkan diri untuk menghadapi UN dengan belajar dengan keras dan mempelajari apa yang sudah diterangkan guru dengan baik sehingga ia tidak kaget saat menghadapi soal UN. Setelah melalui UN kini detik-detik pengumuman kelulusan. Hatinya campur aduk ia takut tidak lulus tapi karena keyakinan yang kuat ia akan berhasil “Bismillah aku yakin aku berhasil” itu yang selalu ia ucapkan ia yakin jika kita berusaha dengan baik dan selalu berdoa pada Allah pasti hasil yang baik akan kita raih.

Akhirnya detik-detik penentuan siapa yang lulus dan tidak lulus dimulai. Bukan main hatiku begitu gembira akhirnya aku lulus dengan sangat baik dan mendapatkan ranking satu di sekolahku. semua teman–temanku juga senang mereka lulus dengan baik, Untuk merayakan kelulusan mereka mengadakan syukuran bersama guru-guru dan orang tua mereka.

Waktu pengisian jurusan pun telah tiba, dilema melandaku. Orang tuaku lebih menyarankanku untuk menjadi seorang dokter, yang aku pun sebenarnya tidak menaruh minat padanya. Aku putuskan untuk mengisi jurusan yang aku menaruh minat padanya FTI, FTSL, dan MIPA ITB. Namun saat akan membacanya, aku teringat kata orang tua ku. Bahwa aku lebih baik menjadi seorang dokter. Dengan sedikit iba hati, akhirnya aku mengubur impianku untuk bisa bergabung di fakultas teknik industri ITB. Yah ga papa lah ya, kapan lagi mengabdi dengan orang tuaku, selama ini aku ga pernah juara, aku ga pernah bikin bangga orang tua, yang pentingkan aku mencoba terlebih dahulu, kalo lolos ya aku jalani aja kehidupan calon dokter, tapi kalo ga, yaa setidaknya hitung hitung aku sudah mengabdi sama orang tuaku. batinku. Yang penting tak luput dari pikiranku adalah usaha sungguh sungguh dan selalu berdoa kepada Allah SWT, karena segala sesuatu pasti dibalik semua kesusahan pasti ada kemudahan dan segala sesuatu pasti akan ada hikmahnya. Itulah prinsip dalam menjalankan kehidupanku dengan sabar dan pantang menyerah dalam menghadapi kehidupan yang penuh lika liku tiap harinya.

Hasil penerimaan mahasiswa pun telah di rilis, Allah mengizinkanku untuk menjadi seorang dokter. Alhamdulillah, Keinginan orang tuaku tercapai, mereka sangat Bahagia dan bersyukur karena aku sebagai siswa yang berprestasi aku mendapatkan beasiswa yang aku inginkan. Aku teringat akan kutipan pidato temanku Ray bahwa semangat dan tak pantang menyerahlah yang akan mengantarkanku ke masa depan yang baik jika aku memiliki cita cita atau tujuan yang tinggi. Aku dan orang tuaku meneteskan air mata tanda kebahagiaan serta kesyukuran yang selama ini yang jerih payahnya tidak ada tanda kesia siaan dalam hidupnya dan sabar dalam menghadapi goresan rintangan kehidupan yang nyata dialaminya dengan penuh keikhlasan yang tidak pernah menyerah segala sesuatu sedikit pun dalam dirinya.

Waktu terasa begitu cepat, kini aku sudah menginjak dunia kerja. Beberapa tahun kemudian kehidupan keluargaku berubah drastis. Dulunya tak punya apa–apa untuk makan dan kebutuhan sehari–sehari kini telah ia dapatkan. Sekarang aku bekerja sebagai dokter di beberapa kota serta menjadi pengurus suatu organisasi penyalur kreatifitas dan keterampilan bagi seluruh warga yang ingin menyalurkan potensinya di sini. Organisasi ini menyalurkan potensi berbagai macam bidang masyarakat yang mendidik dan menguntungkan bagi kebutuhan kehidupan mereka. Dan kini orang tuaku bahagia kini anaknya sudah menjadi orang yang berhasil. Sedangkan kakakku Veri kini menjadi wirawasta yang maju dan mempunyai cabang–cabang produk teh berkualitas. Dan sekarang kami berdua telah sanggup memberangkatkan kedua orang tua kami ke Mekkah untuk menjalankan haji dengan khusyuk. Keberhasilan kami tidak akan tercapai kalau bukan berkat Allah, teman-teman, guru-guru, serta orang lain dan orang tua kami yang selalu mendoakan kami agar berhasil di masa depannya nanti.

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *