Hasil survei yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) pada tahun 2021 menyatakan bahwa ada lima platform online utama yang seringkali menjadi tempat terjadinya pelecehan seksual secara virtual.
Media sosial merupakan platform yang paling dominan dengan 42% persentase, diikuti oleh aplikasi obrolan sebanyak 33%, aplikasi kencan daring 9%, ruang permainan virtual 4%, dan platform diskusi virtual 2%.
Dalam konteks pelecehan seksual online, tindakan yang paling umum dilaporkan melibatkan korban menerima kiriman foto atau video intim, pornografi, atau organ kelamin pelaku dengan presentase sebanyak 21%.
Komentar seksis atau yang berhubungan dengan seks dengan presentase 20%, diikuti oleh komentar tentang tubuh dengan 17%. Selanjutnya, terdapat kasus di mana korban dipaksa untuk mengirimkan foto atau video intim pribadi sebanyak 11%, dan tindakan mengintai atau menyusuri dengan presentase 7%.
Survei tersebut melibatkan 4.236 responden dari 34 provinsi, dengan mayoritas responden adalah perempuan (83,55 persen), diikuti oleh laki-laki (14,75 persen), dan beberapa orang yang memilih jenis kelamin lainnya (1,70 persen).
Menurut Childnet, pelecehan seksual dalam lingkungan online dapat didefinisikan sebagai tindakan atau perilaku seksual yang dilakukan oleh individu lain tanpa izin dari kita. Hal ini dapat terjadi pada siapa pun, baik pria maupun wanita.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Pew Research, pelecehan seksual dalam dunia maya juga termasuk dalam kategori perundungan online atau yang sering disebut sebagai cyberbullying. Cyberbullying akan dianggap sebagai pelecehan seksual secara online ketika perilaku individu tersebut berkaitan dengan unsur seksual, tanpa persetujuan dari korban.
Pelecehan seksual dalam lingkungan online memiliki kemampuan untuk membuat korban merasa terancam, dieksploitasi, tertekan, dipermalukan, merasa sedih, menjadi objek seksual, serta mengalami diskriminasi.
Selanjutnya, apa yang dapat dianggap sebagai tindakan atau komentar pelecehan seksual dalam lingkungan online? Menurut informasi dari Women’s Media Center dan Childnet, ada enam jenis perilaku yang dapat dikategorikan sebagai pelecehan seksual. Apa saja jenis perilaku tersebut?
1. Eksploitasi seksual dalam dunia maya atau yang dikenal sebagai “Revenge Porn“
Revenge porn adalah tindakan menyebarkan foto-foto seksual yang dimiliki oleh seseorang oleh pihak lain, dengan maksud untuk membalas dendam.
Menurut Women’s Media Center, pelaku dapat memperoleh foto-foto tersebut melalui berbagai cara, mulai dari saat korban mengirimkan foto secara sukarela ketika masih menjalin hubungan dengan pelaku, hingga dengan cara meretas komputer atau ponsel pribadi korban, atau bahkan dari akun media sosial pribadi korban. Sebanyak 95% dari korban yang melaporkan tindakan ini adalah perempuan.
2. Komentar dengan unsur seksual dan kata-kata merendahkan berdasarkan gender
Komentar-komentar tidak pantas yang merujuk kepada bagian tubuh seseorang dan menghubungkannya dengan isu-isu seksual, termasuk dalam kategori pelecehan seksual di lingkungan online. Ini juga termasuk tindakan mengirim meme atau gambar dengan konten berbau seksual kepada korban.
Selanjutnya, seperti yang dikutip oleh Women’s Media Center, penggunaan kata-kata merendahkan berdasarkan gender seperti “slut,” “whore,” “bitch,” atau istilah serupa dalam bahasa Indonesia juga dianggap sebagai bentuk pelecehan seksual secara online karena mencerminkan perilaku merendahkan perempuan.
3. Grooming
Grooming adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk merayu dan mempengaruhi korban yang berusia muda atau di bawah umur, dengan tujuan untuk membangun hubungan emosional dengan korban. Biasanya, tindakan grooming ini berpotensi berakhir dengan eksploitasi seksual atau tindakan kekerasan seksual.
4. Penyederhanaan seksual
Pelaku melakukan penyederhanaan seksual terhadap korban dengan berbagai metode, seperti memanipulasi foto wajah korban pada gambar-gambar yang tidak senonoh. Tindakan semacam ini umumnya dilakukan tanpa izin dari korban, yang dapat memicu perasaan malu, keterkejutan, dan tekanan pada korban.
5. Mengintai, mengawasi, dan memata-matai tindakan korban
Tindakan menyembunyikan kamera di lokasi-lokasi tertentu seperti toilet umum, ruang ganti, bahkan dalam kamar hotel, adalah bentuk pelecehan seksual dalam lingkungan online. Gambar atau rekaman yang dihasilkan dari pengawasan ilegal semacam itu kemungkinan akan disebarkan di internet dan digunakan dengan cara yang tidak pantas.
6. Penyebaran pornografi tanpa izin
Jika seseorang mengirim foto berbau seksual atau bahkan gambar organ kelaminnya tanpa izin Anda, hal tersebut merupakan bentuk pelecehan seksual.
Dalam dunia maya yang terus berkembang, penting bagi kita semua, terutama generasi muda, untuk menyadari betapa berharganya menghormati privasi, batasan, dan persetujuan orang lain dalam lingkungan online. Pelecehan seksual online tidak hanya merugikan individu yang menjadi korban, tetapi juga merusak kepercayaan dan rasa aman di dunia maya yang semestinya menjadi tempat berbagi, belajar, dan bersosialisasi.
Mari kita bersama-sama menjaga kehormatan dan martabat diri serta orang lain di dunia maya, sehingga kita dapat menjadikan internet sebagai tempat yang lebih aman, positif, dan bermanfaat untuk semua. Ingatlah, kebaikan dan penghormatan terhadap sesama selalu membawa kita ke arah yang lebih baik.