Desa Bumisari

“Kok HPku mati tidak bisa dihidupkan sama sekali.” Desah Tarman sembari duduk di kasur.

Fajar pagi membelah kesunyian dengan eluhan Tarman. Di kamar sempit dengan luas 4 m2, Tarman bicara sendiri. Dia selalu tidur dengan adiknya yang nomor satu.

“Kenapa, Tole[1]?” tanya mbok[2] dengan sigap.

Mbok menengok ke kamar Tarman.

“Ini Mbok, HP mati terus. Dah gak bisa pembelajaran dari sekolah.”

Bak sayap pingin terbang tinggi, memberanda jauh. Tanpa bisa menggapai solusi, terputuslah. Si mbok sedih melihat Tarman. Tapi mau bagaimana lagi, untuk beli beras setiap hari saja masih kurang. HP itu pemberian dari bos bapak. Kondisi HP sudah second[3].

Tarman selalu pergi ke perkebunan milik pemerintah desa Bumisari. Lokasi perkebunan berada pas di belakang rumah Tarman. Setiap hari dia lakukan, dengan membawa perlengkapan sekolah lengkap. Ada buku-buku paket milik perpustakaan sekolah, buku tulis, dan pulpen.

Tarman, anak lelaki berumur tiga belas tahun. Bapaknya hanya seorang pekerja buruh di pabrik mie soun di desa Brobot, daerah kabupaten Purbalingga. Dalam keluarga Tarman, yang mencari nafkah hanya satu yaitu bapak Tarman.

Adik-adik Tarman ada tiga. Dua sekolah di SD, dan yang paling kecil masih balita. Sering sekali Tarman belajar dengan menjaga adik-adiknya. Dengan ikhlas, Tarman membantu mboknya.

Mbok, Kang[4] Tarman neng endi[5]?” adik kedua Tarman bertanya ke mboknya.

“Di tegalan belakang rumah, Tole.” Jelas simbok.

“Sudar ke belakang juga, Mbok.”

“Iya, tapi belajar jangan cuma bermain.”

Sudar, adik pertama Tarman, bersekolah di SD Negeri 1 Bumisari.

Sinar matahari mulai terpancar, menusuk lembut ke dalam kulit-kulit. Diteduhi dengan rimbun daun-daun, menetralkan suasana pagi. Patera merindang, memproduksi oksigen-oksigen, hingga menyejukkan semesta Bumisari.

Kang, sudah selesai belajarnya?” tanya Sudar sembari duduk di tanah berhadapan dengan Tarman.

“Aku sedang kesulitan tentang rumus mencari Pesawat Sederhana. Bab 1, insya Allah bisa aku pahami. Aku bingung, tidak ada HP, mau bertanya bagaiamana ke guru IPA, jadi bingung sendiri,” keluh Tarman.

“Iya, Kang, bertanya langsung saja ke SMP.” Jawab Sudar memotivasi Tarman.

Pak Heri guru baru berasal dari Wonosobo, mengampu mata pelajaran IPA. Salah satu kelas yang dibimbing oleh pak Heri adalah kelas VIII F, termasuk Tarman. Satu bulan pembelajaran jarak jauh berlangsung. Materi pada bab pertama sudah tersampaikan semua. Tanggapan dari anak-anak, “Bagus videonya, paham semua, Pak.”

Kerlip dahan membuihkan angin. Riuh semilirnya henyak seantero pertiwi. Bincang-bincang dalam kantor guru lumayan menarik. Perbincangan para guru yang sedang WFO (Work from office), membahas mengenai anak-anak didik di SMP Negeri 2 Bojongsari.

“Sutarman masih belum bergabung di grup, Pak,” ucap bu Deny, guru IPS.

“Iya, besok saya cek ke rumahnya. Terimakasih atas informasinya.” Pak Heri dengan hati ikhlas memberitahu teman-teman guru.

“Sip, Pak…Semoga ada hasil.” Semangat dari teman guru, pak Edi.

Pak Heri, seorang guru penyabar dengan anak-anak didiknya. Di grup WA kelas VIII F, pak Heri menanyakan keadaan Tarman. Seno, teman bermain Tarman memberi jawaban. Mereka berdekatan rumahnya.

Pagi mengabutkan bumi, menampar penglihatan-penglihatan. Menikuk batas-batas jejak. Dengan sepeda motor hijau, Pak Heri menuju desa Bumisari. Harapan bisa bertemu Tarman tergambar terus dalam bayangan.

“Mudah-mudahan bisa bertemu dengan Tarman.”

Medan jalan menuju rumah Tarman lumayan mengerikan, tanjakan agak tinggi. Diiringi doa sepanjang perjalanan, alhamdulillah akhirnya pak Heri bisa menemukan rumah Tarman.

“Assalamu’alaikum,” salam dari pak Heri sembari mengetuk pintu rumah Tarman.

“Wa’alaikum salam, sebentar Pak.” Suara seorang perempan menjawab salam dari dalam rumah.

Memandang rumah Tarman, hati kecil pak Heri terharu. Papan rumahnya ada yang sudah bolong-bolong[6] karena berumur.

“Tadi di grup kelas sudah ada yang menceritakan HP kamu. Kalau HP rusak dan kamu belum punya uang, kamu boleh datang ke sekolah setiap hari Senin dan Kamis. Itu kalau orang tuamu mengijinkan,” jelas pak Heri.

“Beneran, Pak?” tanya Tarman masih belum yakin.

Aura wajah Tarman berseri, senyum lepas nampak dari mukanya.

“Ini saya kasih ringkasan untuk pembelajaran kemarin.”

Tarman langsung membuka lembar demi lembar ringkasan materi dari semua mata pelajaran.

Maturnuun sanget[7], Pak guru.”

Di sekolah, sudah pukul delapan. Perjalanan dari desa Bumisari lumayan menyita waktu. Suasana hari ini laksana sebuah impian. Impian mewujudkan pembelajaran yang benar-benar bisa bermanfaat bagi anak yang tidak memiliki fasilitas belajar.

Jejak persiapan pembelajaran jarak jauh menggunakan google meet [8]selalu disiasati, karena ada beberapa siswa yang mampu untuk fasilitas tersebut. Pak Heri selalu menggunakan inovasi pembelajaran, agar anak didik tidak bosan.

Saat anak-anak yang ikut pembelajaran sedang mengerjakan tugas diskusi kelompok, pak Heri mengirimkan satu video ke grup WA kelas VIII F, video karya pak Heri.

“Silakan, disimak videonya, anak-anak…” Sapa pak Heri di grup kelas IPA VIII F.

Pak Heri bertugas mengajar di kelas VIII EFG dan IX ABC. Dengan berbagai karakter siswa di daerah pedesaan, pak Heri harus bisa mengantisipasi berbagai masalah pembelajaran.

Satu pekan berlalu, Pak Heri mengamati keaktifan Tarman datang ke sekolah. Harus bisa membungkam diri, melihat kehadiran Tarman ternyata kosong.

Pak Heri dengan lemas duduk di kantor guru. Tangan kanan mengepal untuk sandaran kepalanya. Pancaran mata membias. Otaknya berputar terus, memikirkan Tarman. Waktu berancak tanpa ijin, Pak Heri masih belum bisa berancak.

“Pak Heri, kenapa?” sapa pak Edi, teman guru Matematika.

“Tarman, siswa VIII F tidak datang ke sekolah. Dia sudah mengiyakan sendiri tawaran dari saya, Pak.” Jelas pak Heri.

“O, si Tarman…Kami guru-guru siap menitipkan ringkasan pelajaran. Coba Pak Heri ke sana lagi aja.” Saran dari pak Edi.

“Siap, Pak. Terimakasih.”

Pak Heri segera mengambil sepeda motornya.

Kepulan asap dari knalpot sepeda motor bercat warna hijau terus membuing. Mengiringi jalan menuju rumah Tarman. Kunjungan ke rumah Tarman selalu melewati jalan miring, laksana mendaki ke gunung.

Pak Heri melangkah dengan ringan, kejenuhan diri hilang. Serasa jalan pulang menuju sekolah cepat sekali.

Esok pagi, pak Heri mulai mendatangi rumah Tarman, mendobel pembelajaran daring dengan anak-anak.

Sembari menunggu diskusi, pak Heri mengantar ringkasan materi mata pelajaran Bahasa Inggris dan IPA.

“Ya, Allah, terimakasih banyak, Pak. Pak guru membantu saya…” Isakan Tarman meratapkan suasana rumah.

“Dah…Jangan menangis, Pak guru ikhlas karena itu tugas seorang guru dan wali kelas.”

 

[1] Sapaan untuk anak laki-laki

[2] Ibu

[3] Bekas

[4] Kakak

[5] Dimana

[6] Terlobangi

[7] Terimakasih banyak

[8] Fitur dari goolge yang bisa digunakan dalam pembelajaran tatap muka jarak jauh

Tagar:

Bagikan postingan

2 Responses

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *