Di Antara Doa yang Gugur Sebelum Fajar

Gaza,
Bisik paling lirih dalam malam yang letih,
ketika peluru menari dan langit pun bersedih.
Kami tak bisa datang kesana,
hanya menatap dari balik layar, seraya menahan air mata.

Anak-anakmu tumbuh di tanah rapuh,
bermain di antara ranjau dan debu yang keruh.
Matanya bersinar penuh cahaya,
seolah fajar tak pernah jauh dari pandangannya

Kami sebut namamu dalam zikir sunyi,
meski hati retak tapi tak pernah pergi.
Fajar terlambat memulihkan cahaya,
doa kami luruh di pelataran senja.

Gaza,
Bukan sekadar kota dalam berita,
Rahim luka yang melahirkan cinta.
Meski tubuhmu tercabik oleh seribu dendam,
jiwamu teguh, tak pernah karam.

Lautmu menyimpan jenazah harapan,
gunungmu bersaksi atas tangis dalam diam.
Namun kau masih berdiri, meski sendiri,
menantang maut dengan keberanian sunyi.

Wahai tanah yang menolak menyerah,
engkau bunga di gurun yang pasrah.
Kami tak mampu memelukmu erat,
tapi cinta ini tak hanya sesaat.

Di antara doa yang gugur sebelum fajar,
kutemukan wajahmu bersinar.

Engkau tetap indah, tetap bermakna,
Lukisan makna cinta sesungguhnya.

Tagar:

Bagikan postingan

satu Respon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *