Di Era Digital, Joki Tugas Makin Berani Buka Lapak!

Aktivitas yang dikenal sebagai joki tugas telah ada dalam sejarah pendidikan untuk waktu yang lama, namun dengan munculnya era digital, praktik ini semakin umum. Pertanyaannya adalah, apakah peningkatan fenomena ini mencerminkan penurunan kualitas mental peserta didik di Indonesia? Dan jika ya, bagaimana seharusnya kita menghadapinya?

Sistem pendidikan dirancang untuk mengajarkan peserta didik cara belajar secara mandiri maupun dalam kelompok, dengan harapan mereka dapat menguasai materi pembelajaran dan menerapkannya di masa depan. Namun, maraknya praktik joki tugas membuat peserta didik tidak merasa perlu untuk belajar dengan tekun, karena mereka masih bisa mencapai hasil yang baik dalam nilai-nilai akademis mereka.

Pelaku joki tugas umumnya adalah rekan-rekan sesama pelajar yang memiliki minat dalam pembelajaran, dan mereka memanfaatkan pengetahuan mereka untuk mencari penghasilan tambahan. Motivasi mereka bervariasi, ada yang melakukannya sebagai sumber uang saku tambahan, sementara yang lain melakukannya karena kesulitan ekonomi. Jenis layanan yang mereka tawarkan sangat beragam, termasuk penulisan esai harian, artikel jurnal, tesis, dan bahkan disertasi.

Penyelidikan yang dilakukan oleh Kompas mengungkap bahwa bisnis joki tugas ini sangat menguntungkan. Tarif yang dikenakan bervariasi, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Ada pelaku joki yang mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, membiayai pendidikan tinggi mereka, dan bahkan membantu biaya pendidikan saudara mereka.
Perlu dicatat bahwa praktik perjokian di dunia pendidikan bukanlah hal baru. Namun, di masa lalu, praktik ini dilakukan dengan cara yang lebih sederhana, seperti mengiklankan diri di warnet atau menempelkan selebaran di sekitar kampus. Namun, dengan maraknya penggunaan internet, praktik perjokian menjadi semakin canggih dan menyebar ke berbagai aspek pendidikan, termasuk ujian daring.

Sebuah artikel berjudul “Sepak Terjang Joki Tugas Kuliah di Masa Pandemi” mencatat bahwa seiring berkembangnya teknologi, para joki lebih terbuka dalam mempromosikan diri mereka. Mereka menggunakan berbagai platform digital, seperti media sosial, untuk beriklan. Selain itu, beberapa di antara mereka menjalankan bisnis joki dengan badan usaha yang sah, menyediakan layanan bimbingan belajar atau pengetikan dengan situs web resmi mereka, seolah-olah layanan yang mereka tawarkan adalah sah dan legal. Mereka memiliki staf yang beragam tingkat pendidikan, mulai dari sarjana hingga doktoral.

Fenomena joki tugas ini telah menjadi sumber kekhawatiran yang serius. Ini adalah sisi gelap dari dunia pendidikan di Indonesia yang tidak bisa diabaikan. Kualitas lulusan Indonesia bisa saja terpengaruh, dan masalah kualitas mental juga perlu diperhatikan. Jika peserta didik dianggap wajar melakukan kecurangan selama masa sekolah atau kuliah, apa yang akan terjadi ketika mereka memasuki dunia kerja yang lebih kompleks dan kompetitif?

Sebagai pendidik, kita harus melihat fenomena ini sebagai penurunan kualitas dan segera mengambil tindakan tegas. Namun, bagaimana kita dapat mengidentifikasi karya ilmiah yang buatan joki?

Kita harus lebih cerdas daripada para joki. Ini merupakan tanggung jawab kita sebagai pendidik untuk menjaga kualitas lulusan kita. Kita harus berhati-hati dalam menilai tugas-tugas yang diajukan oleh peserta didik kita. Kita tidak boleh terlalu cepat merasa puas hanya karena mereka mengumpulkan tugas tepat waktu.

Ada beberapa hal yang bisa diperhatikan saat menilai tugas mereka, seperti:

1. Memeriksa penggunaan referensi
Penulisan karya ilmiah harus didasarkan pada referensi yang sah, seperti buku dan jurnal. Banyak joki tidak memiliki waktu untuk membaca sumber-sumber ini secara cermat dan cenderung menggunakan sumber-sumber daring.

2. Melakukan pemeriksaan plagiarisme
Ada berbagai alat deteksi plagiarisme yang dapat kita manfaatkan, seperti Plagiarism Checker, Turin, Laporan Keaslian dalam Google Classroom, Duplichecker, dan lainnya. Kita harus menentukan batasan persentase plagiarisme yang dapat diterima. Misalnya, jika sebuah tulisan terdeteksi memiliki tingkat plagiarisme hingga 30%, kita dapat mengkategorikannya sebagai bukan karya asli.

3. Memeriksa korelasi antara judul, isi, dan kualitas tugas.
Beberapa tugas memerlukan analisis mendalam, dan banyak joki tugas tidak memiliki kemampuan untuk melakukan analisis semacam itu. Karena itu, tulisan mereka sering kali terbatas pada deskripsi dasar.

Untuk mencegah praktik perjokian, kita dapat melakukan langkah-langkah berikut:

1. Menguji Pemahaman Materi Peserta Didik
Menerapkan metode pembelajaran yang mengharuskan semua peserta didik untuk melakukan presentasi, diikuti dengan sesi tanya jawab dan diskusi. Dengan cara ini, kita dapat menilai apakah peserta didik benar-benar memahami materi yang mereka presentasikan, atau jika mereka menggunakan jasa joki.

2. Menilai Tujuan Sebenarnya dalam Pendidikan
Memberi motivasi kepada peserta didik. Kita harus menekankan bahwa nilai tinggi bukanlah tujuan utama dari pendidikan, melainkan awal dari perkembangan yang lebih besar. Pesan ini harus disampaikan kepada peserta didik bahwa hasil kerja keras dan usaha mereka sendiri akan memberikan kepuasan dan kebanggaan pribadi, serta pengetahuan yang akan menjadi pondasi kuat bagi masa depan mereka.

3. Mengingatkan Peserta Didik tentang Konsekuensi Perjokian
Mengingatkan peserta didik bahwa perjokian adalah tindakan ilegal dengan konsekuensi hukum. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional memiliki ketentuan mengenai tindakan plagiarisme, yang dapat mengakibatkan pencabutan gelar akademik dan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 70. Praktik perjokian juga dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat/dokumen, dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Ketika kita menemukan praktik perjokian, kita tidak boleh ragu untuk mengambil tindakan tegas, baik terhadap pengguna maupun joki tugas. Ini akan membantu menjaga integritas akademis dan menghilangkan ketidakjujuran intelektual.

Upaya ini harus dilakukan secara bersama-sama, mulai dari tingkat pendidikan dasar hingga tinggi. Praktik perjokian tidak terbatas pada perguruan tinggi, bahkan ada joki yang menawarkan layanan untuk siswa SD, SMP, dan SMA. Dengan pendidik yang kompak dalam menanamkan nilai integritas dan kejujuran pada peserta didik, kita dapat berharap bahwa dunia pendidikan di Indonesia akan bebas dari praktik perjokian.

Menggunakan semangat Hari Pendidikan Nasional, mari kita bersama-sama mengatasi praktik perjokian ini demi meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia dan mencapai prestasi yang lebih baik.

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *