Durian Impian Nisa

Alkisah di sebuah desa kecil di Pulau Weh Sabang, hiduplah seorang gadis kecil bernama Nisa yang saat itu berumur 6 tahun dan sedang menempuh pendidikan Sekolah Dasar. Nisa terlahir di keluarga yang sangat sederhana, ibu bekerja sebagai seorang buruh cuci dan ayah sebagai buruh bangunan. Rumah mereka pun jauh dari kata nyaman, dengan dinding anyaman bambu, berlantaikan tanah dan beratapkan anyaman daun kelapa tua. Saat hujan kebasahan dan saat kemarau kepanasan adalah hal yang biasa bagi Nisa dan keluarganya.

Suatu hari saat sedang bermain di depan rumahnya, ada seorang tetangga sedang melewati rumahnya , Nisa mencium aroma yang belum pernah di ciumnya sebelumnya, tiba-tiba dari kertas plastik yang di buang tetangganya tepat di depan rumahnya itu terjatuhlah sebuah kulit yang berwarna kehijauan dan kekuningan dengan biji-bijinya. Tenyata itu adalah kulit buah Durian yang selama ini hanya di dengar Nisa dari cerita teman-temannya di sekolah.Namun belum pernah di rasakan oleh Nisa sebelumnya.

Nisa pun penasaran , iya mendekati tumpukan sampah tetangganya itu untuk membayar rasa penasarannya. Tidak lama berselang Nisa memanggil sang ibu, Nisa berkata ” Mak ,,, Mak ,,, itu buah apa mak ,,, baunya harum sekali,,, kita belum pernah memakannya ya mak ,,, buah apa itu mak ,,,!!!. Ibu pun datang menghampiri Nisa yang saat itu sedang mengais-ngais sampah tetangganya. Ibu berkata ” Nisa ayo nak kemari,,, jangan di dekat tumpukan sampah,,, nanti kamu sakit “. Nisa menjawab ” Nisa penasaran mak,,, mengapa mamak tidak menjawab pertanyaan Nisa mak?”. Ibu kembali menjawab sembari mengusap air mata yang membasahi pipinya” Nisa sayang ,Itu namanya buah Durian nak,  mak akan menjawab pertanyaan Nisa , tapi Nisa harus duduk di samping mak ya !. Saat itu ibu duduk di beranda depan rumahnya.

Nisa pun bergegas untuk duduk di samping ibunya.

“Mamak…” lirihnya. “Buah durian itu… rasanya bagaimana, ya, Mak?”

Ibu menghentikan gerakannya, menatap putrinya dengan senyum lembut. “Oh, durian? Rasanya manis sekali, Nak. Legit, seperti madu yang bertemu dengan keju yang lembut. Aromanya… hmm, sungguh istimewa.”

Mata Nisa berbinar-binar membayangkan rasa dan aroma yang ibunya gambarkan. “Mak… bolehkah aku minta dibelikan buah durian itu?”

Hela napas lembut keluar dari bibir sang ibu. Tatapannya berubah menjadi sendu. “Nak sayang… Mamak mohon maaf. Untuk hari ini, mamak belum mampu membelikanmu durian. Harganya mahal, Nak. Apalagi kita tidak punya kendaraan untuk pergi ke kota. Durian yang enak biasanya dijual di sana.”

Bahu Nisa sedikit merosot. Ia mengerti kondisi keluarganya. Namun, keinginan untuk merasakan buah eksotis itu masih membayangi benaknya. “Baik, mak.. tidak apa-apa,” jawabnya pelan, berusaha menyembunyikan kekecewaan.

Ibu meraih tangan putrinya, menggenggamnya erat. “Maafkan mama ya, Nak. Mamak belum bisa membahagiakanmu dengan membelikan durian.”

Nisa menggelengkan kepalanya, berusaha tegar. “Tidak apa-apa, Mak. Nisa Mengerti keadaan kita suatu saat Nisa pasti bisa beli buah Durian dan makan sepuasnya mak, nanti Nisa akan bagikan pada anak-anak yang ada di sini supaya semuanya sempat merasakan buah Durian itu ya mak, Doakan Nisa ya mak”

Tiba-tiba, mata sang ibu berbinar, seolah mendapatkan sebuah ide cemerlang. “Nak! mamak punya ide! Bagaimana kalau kamu lebih giat lagi belajar? Kamu pintar, Nak. Jika kamu mendapatkan peringkat terbaik di kelas, meraih prestasi di sekolah, pemerintah punya program beasiswa untuk anak-anak berprestasi. Nah, jika kamu mendapatkan beasiswa itu, kita bisa pergi ke kota dan kamu bisa membeli durian yang kamu impikan. Ibu akan mengantarmu!”

Mendengar itu, semangat Nisa kembali membara. Impian mencicipi durian kini memiliki jalan. Ia memeluk ibunya erat. “Sungguh, Mak? Mamak akan mengantar Nisa Beli Durian kalau Nisa bisa dapat beasiswa?”

“Tentu saja, Nak! Mamak akan menemanimu,” jawab ibunya dengan senyum penuh harap.

Sejak hari itu, Nisa belajar dengan tekun. Setiap malam, di bawah rembulan yang menerangi gubuknya, ia membuka buku-bukunya. Ia mengerjakan setiap tugas dengan sungguh-sungguh, menjawab setiap pertanyaan guru dengan penuh keyakinan. Teman-temannya kagum dengan semangat belajarnya yang membara.

Waktu berlalu. Ujian demi ujian telah dilalui. Tibalah saatnya pengumuman hasil belajar. Jantung Nisa berdebar kencang saat namanya dipanggil sebagai salah satu siswa dengan peringkat terbaik di sekolah. Air mata haru membasahi pipinya. Ia berhasil! Ia mendapatkan beasiswa!

Dengan langkah riang, Nisa berlari pulang, memberitahukan kabar gembira itu kepada ibunya. Sang ibu memeluknya erat, air mata bangga juga membasahi pipinya. “Mamak bangga padamu, Nak! Kamu anak hebat!”

Tak lama kemudian, dengan uang beasiswa di tangan, Nisa dan ibunya pergi ke kota. Pasar yang ramai dan penuh warna menyambut kedatangan mereka. Mata Nisa berbinar-binar melihat tumpukan buah durian yang menggunung. Aroma manis yang dulu hanya bisa ia bayangkan, kini menyeruak begitu nyata.

Ia memilih beberapa buah durian yang tampak paling ranum. Dengan hati berdebar, ia membuka kulit durian itu. Daging buah berwarna kuning keemasan menyapa matanya. Ia mengambil sepotong kecil dan mencicipinya. Matanya terpejam. Rasa manis, legit, dan aroma yang begitu khas membanjiri mulutnya. Ia tersenyum bahagia. Akhirnya, ia bisa merasakan durian impiannya, berkat usaha dan kerja kerasnya sendiri.

Ibunya menatapnya dengan haru. “Bagaimana rasanya, Nak?”

“Enak sekali, Mak Lebih enak dari yang kubayangkan!” jawab Nisa dengan mata berbinar.

Sambil menikmati durian bersama, sang ibu menatap putrinya dengan penuh kasih. “Nak,” ucapnya lembut, “dari apa yang kamu dapatkan hari ini, kamu harus yakin bahwa tidak ada mimpi yang tak mungkin tergapai. Usaha dan doa adalah kekuatan kita. Jika Allah berkehendak, kamu pasti bisa meraih apa pun yang kamu cita-citakan.”

Nisa mengangguk, menggenggam tangan ibunya erat. Ia tahu, rasa manis durian itu tidak hanya memanjakan lidahnya, tetapi juga menjadi pelajaran berharga tentang arti kerja keras, ketekunan, dan keyakinan pada impian. Dan di dalam hatinya, ia berjanji akan selalu mengingat pesan ibunya, bahwa setiap impian, sebesar apa pun, bisa diraih dengan usaha dan doa yang tak pernah putus. Ia juga bertekad untuk terus sukses agar dapat membagikan Durian bagi seluruh anak yang tidak mampu di sekitarnya .Semoga impian Nisa suatu saat akan terwujudkan amin

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *