Surat Cinta Untuk Gaza
Di ufuk timur, mentari bangkit perlahan,
Menyinari bukit-bukit yang berselimut duka.
Palestina, tanah pusaka nan lapang jua,
Kini bersimbah lara, pilu tak terkira.
Zaitun abadi, saksi bisu perjuangan,
Akar menembus batu, teguh tiada terpatah.
Di bawah kubah batu, doa-doa menggunung,
Merintih pada langit yang kelabu membentang.
Gema adzan bertalu di sela dentuman senjata,
Suara anak kecil bertanya: “Kapan damai tiba?”
Rumah-rumah hancur, debu berterbangan kelam,
Membayangi mimpi-mimpi yang tak sempat terhampar.
Sungai darah menggenang di sudut-sudut kota,
Namun semangat tak padam, bagai obor menyala.
Di mata para ibu, ada bara perlawanan,
Di genggaman bocah, batu jadi senjata nyata.
Langit malam dirajut ledakan dan kepulan,
Bintang-bintang menangis lihat nestapa insan.
Tapi di relung hati, Gaza tetap berdentang:
“Kami adalah gunung, takkan pernah rebah!”
Dari tepi Barat hinga jalur yang terkepung,
Nama-Mu diukir dalam setiap langkah perjuangan.
Walau tembok membelah, walau pagar mengurung,
Jiwa merdeka tak bisa dicabut oleh zaman.
Lihatlah! Burung dara putih masih berani terbang,
Menerobos asap mesiu, membawa kabar pegang.
Bumi ini milik mereka yang tak pernah menyerah,
Yang menanam keadilan di ladang yang gersang.
Palestina, deritamu adalah luka dunia,
Namun sejarah kelak catat kemenanganmu nyata.
Bersabarlah! Fajar pasti kan menyingsing jua,
Di tanah yang dijanjikan, pada Sang Pemilik Cinta.