Di tanah pasir berpenghuni pohon zaitun tua,
Langit berseru lirih, memeluk nestapa.
Britania datang bawa ribuan janji,
Balfour ditulis—harap terbelah disela sunyi.
Dunia berseru, “Bagi adil, dua negeri!”
Namun apa? Yang satu menangis, yang lain berdiri.
Israel lantang, “Ini tanahku, hakku!”
Palestina lirih, “Di mana? Rumahku?”
Gaza jatuh ke dekapan Mesir,
Tepi Barat dikawal Yordania yang kikir.
Pelan, mencekam, badai pun datang,
Israel menyeru—langit dunia benderang…
Namun—bagaimana Palestina sekarang?
Waktu berlalu, membawa pilu,
Janji berdentang, kosong dan semu.
Di lorong politik berpeluru,
Damai luruh, darah mengalir di jalan bisu.
Hamas bangkit dari abu derita,
Gaza… kandang terakhir yang nyaris tiada.
Blokade mencekik, langit menyala,
bukan bintang—namun peluru membara.
Dan anak-anak?
Hanya bisa menangis… dalam malam yang gulita.
Bermula satu roket, menjelma ribuan dendam.
Awalnya satu serangan, berakhir dalam pengungsian kelam.
Dari perang yang dikata wajar,
Lahir genosida yang makin liar.
Dunia melihat—tak sedikit yang bersuara,
tak sedikit pula yang dibungkam suaranya.
Sementara hiruk makin membara,
Tanah Gaza… terbakar pilu dan nestapa.