Pendidikan perlu peran guru. Pendidikan tanpa guru menjadi tidak bermakna. Di jaman sekarang, anak bisa memperoleh pengetahuan melalui kecanggihan teknologi. Tetapi, tanpa campur tangan guru, anak bisa keliru dalam memaknai pengetahuan yang didapat . Kita meyakini pernyataan, bahwa posisi guru tidak dapat digantikan oleh alat bahkan teknologi. Salah satu faktor tercapai dan tidaknya sebuah pembelajaran dipengaruhi oleh kompetensi yang dimiliki guru. Karena hanya guru yang berkompeten yang mampu mewujudkan tujuan pendidikan yang dicita-citakan sebuah lembaga.
Melalui portofolio maupun pendidikan profesi guru yang diikuti oleh guru sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku, menghasilkan sertifikat yang menyatakan bahwa seorang guru itu profesional dan berhak mendapatkan tunjangan. Dengan harapan meningkatnya mutu pendidikan sebagai muara program ini. Selain itu, kesejahteraan guru akan mengalami peningkatan manakala sudah memperoleh sertifikat profesi. Ini tidak hanya diberikan pada guru PNS tetapi juga untuk guru yang masih honor.
Kesalahkaprahan dalam menyikapi sertifikasi menjadikan suasana dunia pendidikan tidaklah se kondusif harapan. Terjadi kesenjangan sosial antar guru. Semakin banyak guru bersertifikasi semakin banyak permasalahan yang muncul di lembaga pendidikan. Masa pemberkasan hingga menanti terbitnya Surat Keputusan pencairan tidak jarang menimbulkan perdebatan sengit antar guru satu rumpun, guru dengan guru, bahkan guru dengan Kepala Sekolah. Semua terjadi karena sama-sama ingin mendapat tunjangan hingga tidak jarang saling sikut, bahkan ada indikasi main curang jika tidak ada ketegasan dari Kepala Satuan Pendidikan.
Fenomena yang terjadi sekarang, masih banyak guru sangat fokus pada pembagian tugas oleh Kepala Sekolah. Dengan berharap memperoleh tugas mengajar dalam posisi aman. Bagi guru yang kekurangan jam mengajar, rela berebut tugas tambahan yang linear. Guru lebih konsentrasi pada kevalidan info GTK daripada melaksanakan tugas. Perbincangan harian yang biasanya penuh sendau gurau, berubah lebih serius dan terkadang juga sampai panas. Pembelajaran di kelas berjalan sering tanpa kehadiran guru, bahkan kehadiran guru dikelas bukan menyajikan pembejaran yang menarik untuk anak-anak melainkan sibuk memantau status valid dalam aplikasi.
Jika kita melihat perbandingan antar guru yang bersertifikasi dan guru yang belum mendapatkan sertifikasi di Indonesia pada umumnya dan di Kabupaten Manggarai Timur khususnya sangat signifikan.
Seyogyanya, dengan meningkatnya kesejahteraan guru sertifikasi, mutu pendidikan juga meningkat. Karena guru profesional mampu menyajikan pembelajaran dengan out put yang baik. Tetapi, kenyataan yang terjadi, guru yang mendapat tunjangan sertifikasi tidak selamanya diiringi dengan meningkatnya kesejahteraan. Masih banyak guru yang mengeluh karena penerimaan tunjangan hanya untuk menutupi kebutuhan yang berkaitan dengan keperluan adat saja.
Beragam tradisi atau adat yang ada di NTT, termasuk di Manggarai Timur sebenarnya bukanlah menjadi beban bagi penduduknya. Bagi guru asli Manggarai Timur yang sudah berkeluarga, akan secara otomatis berkewajiban ikut serta dalam kesuksesan acaranya. Dalam hal ini, guru yang bukan PNS atau belum bersertifikasi akan sangat merasa berat saat hanya mengandalkan pendapatan dari honorer tanpa mempunyai penopang kebutuhan yang berkaitan dengan hasil panen maupun ternak. Tapi, ketika guru sudah berstatus PNS atau sudah bersertifikasi, maka bertambahnya penghasilan dapat menutupi kebutuhan diluar kebutuhan pokok seperti keperluan adat.
Bagi sebagian guru, bertambahnya pendapatan hanya mengubah gaya hidup, keinginan semakin banyak, dan tidak bisa mengontrol pengeluaran. Ada kesan lebih menonjolkan kemewahan daripada memperbaiki dedikasi dalam bertugas. Ini dibuktikan dengan banyak guru bersertifikasi yang mampu membeli mobil tetapi tidak mempunyai laptop. Masih banyak ketimpangan yang terjadi di dunia pendidikan walaupun jumlah guru bersertifikasi semakin bertambah.
Tidak semua guru bersertifikasi sadar akan tanggungjawab akan kompensasi dari penerimaan tunjangan tersebut. Masih banyak yang beranggapan bahwa tunjangan adalah hak guru, tetapi tidak diiringi dengan tanggungjawab meningkatkan etos kerja. Guru meninggalkan kelas, guru banyak ijin tidak masuk, bahkan guru yang tidak datang ke sekolah masih dilakukan tanpa beban. Guru yang rajin masuk kelas hanya dengan alasan yang penting melaksanakan tugas, juga tidak sedikit.
Guru bersertifikasi atau guru profesional , yaitu guru yang rajin melakukan peningkatan kompetensi diri, dan melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab masih sangat sedikit. Hal ini menyebabkan mutu lulusan yang sebagai hasil dari proses pendidikan yang dilaksanakan di setiap lembaga belum menunjukkan peningkatan. Pendidikan bermakna yang seharusnya mampu diimplementasikan anak di lingkungan kehidupan sehari-hari masih belum terlihat nyata. Masih banyak anak sekolah yang tidak memakai adab, karakter kurang baik masih menonjol, bahkan masih banyak lulusan yang belum siap kerja.
Akhirnya, kita berharap bertambahnya pendapatan melalui tunjangan yang diterima guru akan menjadi titik dasar bertambahnya kesejahteraan guru. Guru wajib melakukan refleksi dengan memahami tujuan pemerintah dari program ini. Tunjangan sertifikasi sebagai penunjang bagi guru dalam melengkapi kebutuhan yang mendukung guru dalam mempermudah melaksanakan tugas dan menunjang peningkatan kompetensi pribadi guru untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui pembentukkan out put yang berkualitas. Sebagai manusia, guru harus menyadari bahwa hidup tidak harus mengikuti kemauan tetapi kemauan yang harus diimbangi dengan kemampuan.
Semoga dengan bermacam tunjangan yang dapat diterima guru, menjadikan kesejahteraan guru benar-benar meningkat . Guru mampu bersyukur dengan terus berdedikasi dan meningkatkan kompetensi diri sehingga mutu pendidikan yang dicita-citakan dapat tercapai. Guru yang dengan kesadaran selalu mengutamakan tugas, melakukan perbaikan diri, dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bijaksana saja yang akan merasa hidup sejahtera.