KESENJANGAN GURU HONORER

Mimpi besar Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi angan-angan tanpa pijakan pendidikan, dan guru sebagai pondasi utama berdirinya pendidikan justru mendapatkan kesejahteraan yang mencengangkan. Berdasarkan survie lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) 2024, bahwa Guru di Indonesia berpenghasilan di bawah 2 juta per-bulan, bahkan yang lebih mengejutkan kurang dari Rp.500.000 per-bulan. Ironisnya ini menjadi sebuah kesenjangan bagi guru, yang tidak hanya berbicara kesenjangan dalam hal kualitas, profesionalisme bahkan kesenjangan dalam kesejahteraan, yang menjadi isu penting dalam sistem pendidikan di Indonesia. Kesenjangan ini terjadi antara guru ASN dan guru honorer yang menjadi poin utama, karena kenyataannya mereka sama-sama memiliki tugas mengajar, membimbing dan mengembangkan kompetensi peserta didik. Tapi fakta dilapangan mayoritas guru yang menunjukkan dedikasi tinggi adalah guru honorer, yang merupakan sekelompok paling rentan kesejahteraannya, dengan kata lain berada jauh dari kata layak secara finansial. Apakah kesejahteraan guru honorer hanya sebatas retorika politik tanpa fakta, dan persoalan-persoalan teknis belaka?.. realitasnya kehidupan guru honorer masih jauh dari kata sejahtera. Ada banyak guru honorer yang terpaksa mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-harinya, di sisi lain mereka harus tetap menunjukkan ekspresi bahagia saat mengajar di depan kelas dengan harapan dan rasa percaya bahwa satu anak yang paham akan mengubah masa depan.

Kesenjangan guru atau ketimpangan dalam hal kesejahteraan menjadi masalah yang kompleks dan meluas di Indonesia. Karena kesenjangan inilah yang menyebabkan perbedaan signifikasi dalam kualitas pendidikan yang nantinya diterima peserta didik tidak maksimal. Kondisi keuangan guru kurang memadai, hal ini menjadi permasalahan yang dapat memperparah ekonomi masyarakat. Pemerintah memang sudah berupaya melakukan pengangkatan guru honorer menjadi Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK), namun belum merata karena faktanya penyediaan kouta yang sangat terbatas dan belum terakomodasi menjadi bayang-bayang semu bagi para guru honorer. Pemerintah masih belum memberikan insentif tambahan bagi guru honorer yang tidak mendapat kesempatan diangkat menjadi PPPK, ditambah lagi isu-isu yang terdengar yaitu penundaan pengangkatan PPPK dan banyaknya presepsi yang akan berujung pada drama ketidakpastian bagi guru honorer. Semua nasib guru honorer ditangguhkan, padahal pendidikan yang kuat hanya dibangun oleh guru yang sejahtera, dan masih begitu banyak guru-guru dipelosok desa yang sampai hari ini belum mendapat perhatian khusus oleh pemerintah. Sebagai guru honorerpun kondisi seperti ini sangat tidak diinginginkan, bahkan menjadi guru honorer juga bukan suatu impian melainkan karena untuk bertahan hidup. Keinginan menjadi guru ASN dengan mendapatkan gaji pokok, tunjangan kinerja, tunjangan profesi, tunjangan keluarga, dan tunjangan sertifikasi adalah impian setiap guru honorer. Tapi faktanya sangat berbanding terbalik dengan yang didapatkan oleh guru honorer, mereka hanya menerima gaji per-jam mengajar, tidak mendapatkan tunjangan lainnya, namun mendapatkan tugas yang sama dengan guru ASN.

Masalah kesenjangan dalam kesejahteraan guru honorer belum mendapatkan titik terang yang benderang, meskipun gagasan pengangkatan guru PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) adalah solusi terbaik. Tapi pada realitanya masih ada banyak yang mengalami kesulitan, dengan adminitrasi yang sangat rumit untuk mendaftar dan persoalan lainnya. Jadi sangat disayangkan ini terjadi, kita semua hanya disibukkan dengan kurikulum, perangkat pembelajaran, evaluasi pembelajaran yang ideal, tapi mereka melupakan masalah kesenjangan dalam kesejahteraan guru honorer. Harusnya peningkatan kesejahteraan guru honorer juga diperhatikan, minimal mendapatkan pemberian tambahan tunjangan dan sebagainya. Disisi lain, terkadang ada perbedaan status guru ASN dan guru honorer yang kadangkala menjadi kecemburuan sosial. Ada banyak beban guru honorer yang kadang melebihi dari guru ASN, karena digaji sesuai per-jam maka guru honorer terpaksa harus mengajar dengan jumlah jam yang melebihi kewajiban mereka (24 jam per-minggu) untuk mendapatkan gaji tambahan. Bahkan harus mengajar mata pelajaran diluar bidang keahliannya. Hal ini yang mempengaruhi kesehatan mental guru honorer, mereka harus tetap semangat meskipun konsentrasi atau fokus dalam mendidik peserta didik di kelas menjadi terpecah, karena beban yang ditanggungnya. Permasalahan seperti ini lambat laun akan sangat mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia ke depan, ditambah lagi perkembangan di era digital dengan penguasaan teknologi, pendidikan menghadapi tantangan berat. Sumber semuanya berakar pada minimnya kesejahteraan guru honorer, ini bukan hanya paradox tapi karena berbagai ancaman nyata terhadap visi besar mencetak generasi emas 2045. Pemerintah perlu menaruh perhatian khusus terhadap kesejahteraan guru honorer dengan memberikan penghargaan yang layak. Karena pendidikan sebagai investasi jangka panjang, maka saatnya pemerintah benar-benar membangun sistem pendidikan yang fokus pada kesejahteraan secara adil, berkelanjutan, memberi solusi kongkrit tanpa membedakan guru ASN dan guru honorer, baik dari sisi kesejahteraan maupun kualitas. Karena pada hakikatnya, kesejahteraan guru honorer bukan perihal gaji saja, tetapi jaminan keamanan, penghargaan professional, dukungan fasilitas pembelajaran juga perlu dirancang pemerintah untuk mewujudkan visi besar generasi emas 2045. Saya harap, pemerintah tidak lagi beretorika melalui media sosial yang mengumbar  janji-janji akan pemberian tunjangan guru non-ASN, ataupun pemberian tunjangan yang layak, tapi pemerintah juga perlu mempertimbangkan guru honorer untuk menjadi ASN terutama bagi mereka yang telah lama mengabdi. Memberikan kesempatan mereka guru honorer untuk meningkatkan kompetensi melalui pelatihan, sertifikasi, dan bantuan biaya pendidikan, guna meningkatkan kesejahteraan. Pemerintah harus kerja cepat untuk mengatasi kesenjangan dalam kesejahteraan guru honorer, karena pendidikan akan menghadapi banyak tantangan.

Tagar:

Bagikan postingan

satu Respon

  1. Sangat setuju sekali dengan pernyataan dan kenyataan yang terjadi terhadap kehidupan Guru Honorer. Kesenjangan ini memang sangat memprihatinkan, perlu adanya solusi yang konkret untuk meningkatkan kesejahteraan pada Guru honorer, kemudian juga kesenjangan yang terjadi antara Guru honorer dan Guru tetap.
    kesenjangan yang terjadi antara kedua belah pihak ini, dapat mempengaruhi kualitas pendidikan, serta perlu adanya upaya untuk mengatasi hal ini.
    Saya berharap, pemerintah dapat memberikan perhatian lebih kepada Guru honorer dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *