Ketika Dunia Diam, Aku Menulis untuk Gaza

Di antara reruntuhan dan langit yang terbakar,
kutulis surat ini dengan air mata yang tak tumpah.
Namamu kusebut dalam tiap doa yang bergetar,
Gaza, luka dunia yang tak pernah patah.

Aku jauh, tak bisa memelukmu dengan tangan,
namun cinta ini menjelma jadi harapan yang tak hilang.
Kutitip pada angin, pada debur waktu yang perlahan—
semoga sampai ke hatimu yang selalu tenang.

Kau ajarkan arti teguh dalam derita yang tak selesai,
anak-anakmu tersenyum di tengah dentuman badai.
Ada keberanian di matamu yang merah dan basah,
dan itu cukup untuk mengguncang dunia yang pasrah.

Maafkan dunia yang diam saat kau berteriak pilu,
yang menutup mata saat langitmu dihujani abu.
Namun yakinlah, doaku tak pernah kering untukmu,
sebab cinta tak butuh jarak agar menjadi rindu.

Gaza, puing-puingmu bukan akhir dari cerita,
ada cahaya yang tumbuh di retakan luka.
Kami menulis cinta di dinding-dinding doa,
agar damai pulang, tak hanya jadi wacana.

  1. Kelak, akan kutulis surat ini dengan tangan terbuka,
    di bumi yang teduh tanpa dentuman senjata.
    Saat tawa anak-anakmu bebas seperti pelangi,
    dan cinta tak lagi harus ditulis dengan nyeri.

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *