Kisah Keberanian Merajut Cita-Cita Demi Menggapai Asa – Cerpen Maria Febi Vivian Winanda Rambu

puisi resolusi

Kisah Keberanian Merajut Cita-Cita Demi Menggapai Asa
Karya: Maria Febi Vivian Winanda Rambu

Embusan napas teratur khas orang yang sedang tidur terlelap mewarnai kesunyian di ruangan perpustakaan, di tengah hiruk pikuk kelas yang sedang ramai karena jam kosong namun gadis itu memilih untuk tertidur di antara tumpukan buku serta dinginnya perpustakaan. Alessia Bleshyia, akrab disapa Ale. Gadis berusia 18 tahun yang sudah memasuki tahun terakhir di SMA Intelektual Bangsa itu lebih banyak menghabiskan waktunya untuk sekedar tidur ataupun membaca buku di perpustakaan, meskipun 80 persen dari tujuannya untuk datang ke tempat itu adalah tidur. Tetapi siapa yang menyangka bahwa gadis yang memiliki hobi tidur ini mempunyai segudang prestasi dan kecerdasan yang mumpuni. Terbukti dirinya pernah menjuarai beberapa kejuaraan debat dan cerdas cermat baik di tingkat regional maupun nasional, hal ini sempat membuat ia menjadi ketua ekskul debat. Namun dibalik kepintarannya dia berasal dari keluarga dengan latar belakang kurang bahagia. Ayah kandungnya sudah lima tahun tidak pernah berkunjung selepas perceraiannya dengan Kinanti, ibu Ale yang kini telah menikah lagi bersama Asmoko, ayah tiri Ale yang sedikit temperamen dan egois.

Ketika matahari mulai menenggelamkan wajahnya, Ale baru tiba di rumah setelah berkutat dengan kegiatan pembelajaran yang sangat menguras tenaga dan pikirannya. Belum sampai ia merebahkan tubuhnya ke kasur ibunya sudah memanggil Ale terlebih dahulu untuk berbincang bersama ayah tirinya, ia sudah menebak topik pembicaraan sore ini. Bisa ga sih bicaranya nanti dulu, pasti tentang yang kemarin lagi, batin Ale. Asmoko menyuruh Ale untuk langsung duduk di sofa. “Ehem,” deham Asmoko sembari menyesap kopinya, “Jadi kamu sudah memikirkan jawaban yang kemarin?” tanyanya. Sungguh, Ale bingung untuk menjawab apa karena ia takut kalau salah menjawab bisa-bisa Asmoko akan menghujaninya dengan rentetan kalimat sindiran. “Maaf om, saya masih butuh waktu untuk memikirkannya.” jawab Ale dengan nada lirih. “Loh, kok belum sih? Kamu tahu kan fakultas kedokteran Universitas Jaya tidak akan menunggu kamu saja untuk mendaftar. Lagi pula semua berkas sudah saya urus, kamu tinggal terima beres saja masih tidak mau,” oceh Asmoko, respon yang tepat seperti perkiraan Ale. “Sabar mas, mungkin Ale butuh waktu. Kamu pikirkan lagi ya nak, nanti setelah kamu masuk di sana kan ada Om Albert juga yang bantu kamu jadi ga perlu khawatir.” tukas Kinan. “Iya ma, Ale pikirkan lagi. Ale masuk kamar dulu ya.” ucap Ale.

Setibanya di kamar Ale langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur, ia menatap langit-langit kamar. Di ruangan berukuran 3×3 inilah Ale biasanya merenung untuk sekedar melepas beban pikiran yang melekat di kepalanya. Sebenarnya Ale tidak ingin masuk kedokteran karena ia sama sekali tidak tertarik untuk menekuni bidang itu meskipun nilai mata pelajaran eksaktanya tidak terlalu buruk bahkan nyaris mencapai sempurna. Sejak dirinya terjun ke lomba debat dan cerdas cermat, Ale memiliki keinginan besar untuk belajar hukum di salah satu universitas terbaik di bidang ilmu hukum yaitu Universitas Wiramandala. Ale bahkan giat untuk mencari informasi mengenai seleksi jalur masuk ke perguruan tinggi serta beasiswa agar tidak terlalu merepotkan ibunya yang hanya bekerja sebagai pegawai di sebuah perusahaan swasta. Seperti saat ini contohnya, dia tengah sibuk dengan laptopnya untuk membuka website seleksi nasional berdasarkan prestasi setelah tadi merenung karena perkataan ayah tirinya. Tidak lupa ia juga mempersiapkan berkas pendaftaran yang tertera di website agar tidak terburu-buru dikejar tenggat waktu nantinya.

Keesokan harinya Ale menjalankan rutinitas sebagai seorang siswa dengan mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolahnya. Saat jam istirahat siang, Ale meluangkan waktunya untuk menemui ibu Asih, guru BK yang membimbing dan mengarahkan Ale mendaftar di perguruan tinggi melalui jalur undangan. Dia mengetuk pintu coklat bertuliskan “ruang bimbingan konseling” dengan sopan, terdengar suara Bu Asih mempersilakan Ale untuk masuk. “Gimana nak? Kamu sudah mencari informasi jalur undangan dan beasiswa kan?” tanya Bu Asih, “sudah bu, kemarin malam saya sudah mendaftarkan akun dan mempersiapkan berkas untuk pendaftaran. Rencananya selepas pulang sekolah saya ingin mendaftar.” jawab Ale. “Bagus kalau begitu nak, kamu sudah memikirkan pilihan universitas serta jurusan yang akan dipilih?” tanya Bu Asih, “sudah Bu, rencananya Ale mau mendaftar di Universitas Wiramandala mengambil jurusan hukum.” jawab Ale, “pilihan yang tepat nak, intinya kamu semangat saja ya kalau memang rezeki pasti ada jalan.” ucap Bu Asih. “Baik bu, terima kasih, kalau begitu saya izin masuk ke kelas dulu ya karena sudah mau bel.” ujar Ale, “yasudah, kamu semangat belajar ya sebentar lagi kan mau ujian kelulusan.” kata Bu Asih.

Ale bergegas menuju kelasnya yang berada di lantai dua, setibanya di kelas ia langsung mendudukkan dirinya di mejanya. Belum 5 menit Ale duduk, ia sudah disambut oleh Gina, Uli, serta Jani yang merupakan teman akrab Ale selama di sekolah. “Ale, kamu udah ngerjain PR sejarah belum? Aku liat ya, makasih.” Ujar Gina, Ale belum menjawab pertanyaan Gina namun gadis itu sudah terlebih dahulu menyambar buku tugas Ale dan langsung menulis dengan kecepatan kilat. “Gimana tadi konsultasi sama Bu Asih le?” tanya Uli, “ya gitu deh, Bu Asih ngedukung aku buat ngambil jurusan hukum di Universitas Wiramandala. Ngomong-ngomong, kamu jadi masuk Wiramandala jalur undangan Uli?” ucap Ale, “Iya, rencananya sih aku mau ngambil manajemen bisnis doain aja ya. Tapi aku minder, jangankan prestasi, nilai aja pas-pasan.” jawab Uli, “Jangan gitu, kamu harus optimis. kata Bu Asih kalau udah rejeki pasti ga kemana.” ujar Ale. “Terus soal ayah tirimu gimana Ale? Kamu masih dipaksa terus buat masuk kedokteran ya?” tanya Jani dengan khawatir, “iya, beliau itu selalu aja nanyain kapan aku mau daftar lah, padahal aku pengennya masuk hukum karena aku sama sekali gaada minat jadi dokter.” jelas Ale, “Yaudah kamu semangat dan berdoa terus ya, kalau butuh temen cerita dateng aja ke rumah.” ucap Jani. “Makasih ya, teman-teman” jawab Ale.

Beberapa minggu kemudian Ale disibukkan dengan ujian kelulusan setelah ia menyelesaikan pendaftaran perguruan tinggi jalur undangan Februari lalu. Malam ini, Ale sibuk berkutat dengan soal-soal di meja belajarnya karena besok adalah hari pertama ujian kelulusan. Bunyi ketukan terdengar dari arah pintu kamar Ale, ia sudah menebak siapa yang mengetuk pintu itu. Ale pun membuka pintu kamar, “Ada apa ma? Ale lagi belajar untuk ujian besok.” tanya Ale. “Belajarnya ditunda dulu ya nak, kita ke ruang keluarga sebentar.” ujar Kinan dengan nada lembut, Ale menghela napasnya dengan pasrah karena ia sudah tau pembicaraan malam ini arahnya ke mana. Di meja ruang keluarga sudah terdapat beberapa berkas yang Ale yakini adalah berkas pendaftaran fakultas kedokteran Universitas Jaya, “Minggu depan setelah ujian kamu saya antar untuk mengantarkan berkas pendaftaran di Universitas Jaya.” titah Asmoko. Ale menarik napas, ia menyiapkan kata-kata yang sudah seharusnya Ale katakan dari dulu. “Maaf om, keputusan Ale sudah bulat. Ale tidak ingin melanjutkan ke Fakultas Kedokteran Universitas Jaya, karena Ale sudah punya pilihan sendiri dan mendaftar di Fakultas Hukum Universitas Wiramandala melalui jalur undangan.” tutur Ale.

“Saya sudah berniat baik untuk membiayai kuliah kamu sampai selesai, tetapi responmu seperti anak yang tidak tahu diri.” sindir Asmoko, “Tapi om, Ale sama sekali tidak memiliki minat di jurusan dokter. Ale lebih menyukai jurusan hukum bahkan sejak Ale masih kelas satu SMA.” ujar Ale, “Jurusan dokter lebih bisa terjamin masa depanmu dibandingkan dengan jurusan yang tidak jelas itu, kalau kamu masih keras kepala memilih jurusan itu silahkan. Tapi saya tidak mau mengeluarkan uang sepeser pun untuk membiayai kamu.” ucap Asmoko. “Tidak apa-apa Om, saya bisa mencari beasiswa agar tidak menjadi beban dalam keluarga ini. Saya permisi dulu karena harus belajar untuk besok.” final ale. “Lihat anakmu, beginilah karena terlalu dibiarkan. Dia menjadi anak yang pembangkang dan tidak tahu terima kasih.” sindir Asmoko. Ale masih dapat mendengar sindiran yang dilontarkan Asmoko terhadapnya, kalimat itu menyakitkan bagi Ale namun daripada menangis semalaman lebih baik ia berusaha keras untuk fokus mempelajari materi ujian.

Ujian hari pertama Ale lalui dengan mudah berkat kemampuan otaknya yang cerdas, selepas ujian mata pelajaran terakhir hari pertama Ale bersiap untuk pulang. “Ale pulang bareng yuk.” ajak Jani, Ale tersenyum, memang dari ketiga temannya itu Ale lebih dekat dengan Jani selain mereka sudah sebangku sejak kelas satu SMA Jani juga merupakan teman yang mengerti keadaan Ale. “Gimana Ale, besok kan udah pengumuman hasil jalur undangan. Kamu deg-degan ga nih? Tapi aku yakin 200 persen kamu bakal lolos sih.” ujar Jani dengan semangat. “Aduh gatau deh, aku gamau kepedean dulu karena saingannya se-Indonesia. Pasti ada yang lebih pintar daripada aku.” Jawab Ale. “Iya aku tau, tapi kamu berdoa aja terus kalau udah rejeki pasti dapat. Kalaupun gagal kan masih ada jalur seleksi tes nasional bersama, aku yakin kamu bisa.” ucap Jani, “Amien, makasih banyak ya Jani.” jawab Ale. Mereka pun pulang ke rumah masing-masing, sesampainya di rumah Ale beristirahat terlebih dahulu setelah itu ia belajar untuk ujian hari kedua besok.

Ujian hari kedua terasa mendebarkan bagi Ale karena hari ini sekaligus menjadi hari pengumuman hasil seleksi jalur undangan. Ale langsung menghambur keluar kelas untuk pulang, beginilah kebiasaan Ale saat gugup ia menjadi sedikit terburu-buru. Ale menunggu dengan gelisah di kamarnya sembari sesekali melirik jarum jam di dinding kamarnya, waktu belum menunjukkan jam tiga sore dan ia pun tertidur. Ia tersentak dari tidurnya karena alarmnya berbunyi, waktu sudah menunjukkan jam tiga namun Ale belum memiliki keberanian untuk membuka laman website untuk melihat hasil seleksi. Setelah beberapa menit akhirnya dia memberanikan diri, namun ia berdoa terlebih dahulu agar dirinya menjadi lebih tenang. Ale perlahan membuka laptopnya dan mengetikkan laman website seleksi, ia lalu memasukkan nomor registrasi serta tanggal lahirnya. Ale menekan pilihan lihat hasil seleksi, laptopnya mengalami loading beberapa saat. Ale menutup matanya dengan kedua tangannya, lalu halaman website menampilkan pengumuman yang membuat jantungnya mencelos hingga ke perut.

SELAMAT! ANDA DINYATAKAN LULUS SELEKSI NASIONAL JALUR UNDANGAN 2023

Ale masih tidak menyangka dia akan menjadi mahasiswa baru di universitas impiannya, Universitas Wiramandala. Tangis haru tak dapat terbendung lagi, Ale menangis bahagia dan mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Ale langsung memberi tahu kabar bahagia ini kepada Bu Asih dan Jani, teman dekatnya. Sontak mereka semua senang dan mengucapkan selamat kepada Ale karena berhasil lolos ke perguruan tinggi negeri impiannya. Pintu kamar Ale dibuka oleh ibunya yang sudah pulang kerja, “Ale sayang, kamu udah makan nak?” tanyanya. “Belum ma, tapi Ale mau ngomong sesuatu dulu sama mama. Soal hasil seleksi jalur undangan… Ale lolos ma, tapi mama gaperlu khawatir Ale udah mendaftar beasiswa. Doakan saja semoga lolos ya ma.” jelas Ale. Kinanti lalu beranjak duduk di samping Ale, “Selamat ya nak, mama sudah menduga kamu pasti bakal lolos.” ucap ibunya.

Ale sedikit terkejut dengan respon Kinan yang meleset dari ekspektasinya, “Mama gak marah gitu karena Ale milih jurusan diluar keinginan Om Asmoko?” ucap Ale. “Mama akan selalu mendukung apa yang terbaik buat kamu, asalkan hak tersebut positif. Soal biaya kamu gaperlu khawatir, mama akan berusaha membantu sebisa mama.” jawab Kinan dengan nada lembut. Ale tersenyum hangat, “Makasih ma, makasih karena selalu mendukung Ale meskipun Ale sering mengecewakan mama.” ucapnya. “Kamu itu kebanggaan mama, udah sekarang kita makan dulu yuk.

Mama udah bawa bakso kesukaan kamu.” Ada perasaan hangat yang menjalari dada Ale saat ini, ia bersyukur meskipun banyak rintangan menghadangnya untuk mengejar mimpi di tahun 2023 ini, namun Ale masih memiliki dukungan baik dari ibu, guru, maupun sahabat karibnya. Ia yakin bahwa setiap peristiwa dalam hidupnya datang memberi pesan dan maksud yang baik bagi dirinya. Ale harus berusaha dan bekerja keras dengan semangat pantang selama kuliah demi masa depan yang lebih bahagia.

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *