Kisah Seorang Guru

Sayap patah pepatah digubah

Guru digugu lan ditiru,

diikuti dan diteladani,

berubah menjelma menjadi

diguyu lan ditinggal turu,

ditertawakan dan ditinggal tidur.

 

Pertama

 

Peluru ketapel menembus,

tepat menghujam bola mata indah soko guru.

Seketika menganga,

darah mengalir deras

beriringan dengan degub kencang irama kekhawatiran.

 

Trauma melanda,

menyayat hati keluarga.

Semestinya dihormati,

berubah menjadi dimusuhi.

 

Tak sepantasnya dan sepatutnya

memperlakukan guru seperti itu,

bak memburu binatang,

tak berhenti sampai buruannya mati.

 

Jangan pernah bicara kemanusiaan

kalau kau binatang.

Naluri memanusiakan manusia

merupakan jalan bagi mereka yang punya akal dan hati nurani.

 

Kedua

 

Gaji tidak seberapa,

tuntutan tidak kira-kira.

Murid nakal, guru jadi sasaran.

Murid berprestasi, guru minim apresiasi.

Guru banyak kontribusi,

anehnya murid berjoget semakin menjadi-jadi.

 

Masih terngiang di telinga kita,

berita masif berseliweran menghiasi media massa:

Pak Guru Subhan dituntut habis-habisan

oleh orang tua yang tidak terima anaknya terluka.

 

Paralon kecil menjadi saksi bisu

betapa beratnya perjuangan seorang guru.

Mereka mendidik, mengarahkan, bahkan mencontohkan.

Pukulan sayang dari jemari tangan sang pena kebaikan

masih saja disalahtafsirkan.

 

Sang pencerah mulai gundah.

Orang tua dan anaknya tak lagi ramah.

Datang ke sekolah marah-marah,

membawa senjata dengan arogan.

Status sosial ditentukan oleh apa yang dimiliki dan siapa yang dikenal.

Ingin sekali kuhancurkan kepalaku sekaligus kuelus dengkulku

melihat peristiwa pilu yang dialami seorang guru.

 

Ketiga

 

Kasus suap seratus juta

menghebohkan jagad maya,

mengguncangkan dunia pendidikan

Negeri Wakanda bin Konoha, alias Enam Dua.

 

Guru takut menegur.

Etika dan moral semakin hancur.

Bertindak tegas, takut polisi.

Dituntut dan dijebloskan ke jeruji besi.

 

Keempat

 

Ibarat sebuah panggung pertunjukan,

pendidikan dianggap sebuah hiburan.

Mereka berjuang demi generasi unggulan,

tidak sedikit yang menertawakan,

terus dihantui ketidakpastian.

 

Janji-janji penguasa menggaung setiap tahunnya.

Kenaikan gaji yang mereka inginkan hanya bualan.

Kebutuhan sehari-hari semakin melambung tinggi.

Iming-iming status kepegawaian tak kunjung usai.

 

Kelima

 

Aneh sekali.

Oknum guru amoral disanjung,

guru yang kritis dirundung.

Tiktoker simbol keterbukaan,

singer simbol kesenian.

 

Segalanya menjadi gamblang.

Viral maha segalanya, mengalahkan logika.

Haknya ditelantarkan atas dalih agama dan kebijakan penguasa.

Sungguh malang sekali nasibmu.

Semoga pemuja buta terkena karma.

 

Entahlah, kepada siapa kami mengadu.

Berbagai kejadian pilu menghantuimu,

seperti labirin buntu,

berputar-putar tak menentu.

 

Nasib tidak berpihak kepadamu.

Sungguh nahas keadaanmu.

Harus bertahan hidup

dengan gaji lima ratus ribu.

 

Jalan setapak kau lalui,

sungai-sungai kau susuri,

pegunungan terjal nan curam kau lewati

demi murid yang kau cintai,

atas nama pengabdian kepada negeri.

 

Miris mendengar berita terkini:

guru dibuli dan dimaki,

orang tua tidak peduli,

siswa kurang empati.

 

Sering mengusap peluh,

tidak sekalipun mengeluh.

Pikiran dan hatinya terlalu teduh,

bagai pohon rindang yang terus tumbuh.

 

Semangatmu terus bergelora

demi mencerdaskan anak bangsa.

Selalu optimis merajut asa,

meskipun hakmu dimonopoli penguasa.

 

Duhai pahlawan tanpa tanda jasa,

jasamu layak disematkan centang biru.

Lakumu patut ditiru.

Ilmumu menjadi tumpuan kami berpacu dengan waktu,

supaya negara kami layak disebut maju.

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *