Kisahku Menjadi Guru di Tahun 2023
Karya: Agung Maulana
Di kota kecil yang damai, tahun 2023, ketika krisis global masih meresapi setiap aspek kehidupan, aku, seorang lelaki bernama Agung, memulai perjalanan baruku sebagai guru di SMP Darul Uchwah. Tahun 2023 membawa tantangan baru dan perubahan signifikan dalam dunia pendidikan. Ketika krisis global masih melanda, saat itu aku menapaki lorong-lorong sekolah dengan harapan dan semangat untuk memberikan yang terbaik bagi siswa-siswa kecilku.
“Selamat pagi anak-anak, bagaimana keadaan hari ini ?” Ucap saat memasuki kelas pertamaku.
“Pagi bapak, alhamdulillah luar biasa Allahu akbar” jawab antusias siswa-siswi dalam kelas.
Kelas pertamaku dipenuhi wajah-wajah polos yang penuh rasa ingin tahu. Mereka adalah generasi digital yang terbiasa dengan teknologi, sehingga tantangan utama adalah bagaimana menyelaraskan pendidikan konvensional dengan kemajuan teknologi. Meskipun begitu, aku yakin bahwa inti dari pendidikan tetap bersumber dari koneksi manusiawi.
Setelah beberapa minggu, aku mulai memahami keunikan dan potensi masing-masing siswa. Salah satu anak bernama Fikar, seorang bocah pendiam dengan bakat luar biasa dalam seni lukis. Aku melihat kegemarannya itu sebagai peluang untuk mengembangkan kreativitasnya dalam pembelajaran.
“Permisi, boleh bapak duduk sebelah kamu nak ?” Ucapku terhadap Fikar.
Dengan raut wajah yang terkesan pemalu Fikar menjawab ucapanku, “Eh bapak, boleh pak, silakan”.
“Gambar lukisanmu sangat bagus Fikar, kamu sangat pandai dalam seni Fikar, terus kembangkan bakatmu itu hingga menjadi pencapaian kesuksesanmu nak” ucapku sembari mengelus pundak Fikar.
Menggunakan seni sebagai alat pengajaran, kelas-kelas menjadi lebih hidup dan penuh warna. Setiap pelajaran bukan hanya tentang angka dan huruf, tetapi juga tentang ekspresi diri dan penemuan bakat. Pesan moral pertama muncul : melibatkan keberagaman minat dan bakat siswa dapat memperkaya proses pembelajaran.
Namun, cerita ini tidak berhenti di situ. Salah satu siswi, Tiara, sering kali tampak murung dan tertutup. Setelah percobaan mendekatinya, aku mengetahui bahwa ia mengalami kesulitan di rumahnya. Dengan kesabaran dan kepedulian, aku menciptakan ruang yang aman bagi Tiara untuk berbagi perasaannya.
“Nak, kenapa kamu bapak perhatikan selalu murung dan terlihat sedih?” tanyaku kepada Tiara.
“Tidak apa-apa pak tiara hanya lebih nyaman dengan kesunyian” dengan raut begitu lesu Tiara menjawab pertanyaanku.
“Nak, apa pun permasalahan yang kamu hadapi jangan pernah sungkan untuk cerita kepada bapak, Insyaa Allah akan bapak usahakan semampu bapak dalam menyelesaikan persoalanmu” ucapku dalam meyakinkan sekaligus memberikan ruang yang nyaman agar Tiara tidak ragu untuk bercerita.
“Hanya raut wajah tersenyum penuh arti antara sedih dan bahagia”.
Selaku guru sekaligus pengganti orang tua siswa-siswi di sekolah sudah seharusnya aku terus memberikan rangkulan hangat kepada mereka yang butuh perhatian khusus. Dengan segala upaya dilakukan sampai aku mempunyai rencana untuk bisa berbicara dengan orang tua Tiara dan hal ini bisaku lakukan karna orang tua Tiara pun bersedia untuk menceritakan kenapa Tiara selalu terlihat murung dan sedih.
“Mohon maaf bu saya selaku guru dari Tiara ingin mengetahui apa sebenarnya yang membuat Tiara selalu terlihat sedih” tanyaku terhadap orang tua Tiara.
“Jadi seperti ini pak, sebenarnya Tiara tidak hanya terlihat sedih dan murung di sekolah saja, tetapi juga dia seperti itu di rumah, itu semua di sebabkan karena kepergian neneknya pak, Tiara itu sangat dekat sekali dengan neneknya hampir sejak kecil dia selalu dengan neneknya di banding dengan saya dan ayahnya karena saya dam suami sibuk bekerja pak, seperti itu”. Ucap penjelasan dari orang tua tiara dengan penuh raut wajah yang sedih.
“Sekarang saya paham apa penyebab Tiara tidak ceria dalam kelas, jika memang seperti itu, boleh saya kasih saran Bu ?” tanyaku terhadap orang tua Tiara.
“Boleh pak, silakan” ucap orang tua tiara.
“Kita tahu bahwa Tiara murung dan selalu terlihat bersedih karena kepergian dari sosok neneknya, dan Tiara merasa kesepian karena sosok yang menurut Tiara paling dekat dengannya, jadi menurut saya Bu, tolong ibu usahakan untuk bisa membagi waktu antara pekerjaan ibu dengan Tiara dan bahkan justru lebih baik lagi jika ibu bisa memprioritaskan waktu ibu untuk Tiara agar dia tidak lagi merasa kesepian dalam hidupnya, agar Tiara merasa masih ada sosok yang bisa di jadikan penumpang hidupnya dan itu memang tugas ibu sebagai orang tua dari Tiara, ibu jangan khawatir tidak hanya ibu yang berusaha untuk membuat Tiara kembali ceria tapi saya pun akan terus berusaha membuat Tiara ceria kembali mengembalikan warna dalam hidupnya.” Jelasku terhadap orang tua Tiara.
“Baik pak, saya sangat paham atas semua penjelasan bapak terhadap saya, terima kasih banyak pak sudah memberikan saran itu untuk kebaikan anak saya, akan saya usahakan untuk menjadikan Tiara prioritas dalam hidup saya, sekali lagi saya ucapkan terima kasih pak.” Ucap orang tua Tiara dengan penuh perasaan yang dalam terhadap kepedulian Tiara.
Melalui keterlibatan orang tua dan dukungan ekstra, Tiara mulai menunjukkan perubahan positif dalam perilakunya. Pengalaman ini membawa pesan moral kedua : bahwa seorang guru bukan hanya mengajar di kelas, tetapi juga dapat menjadi sosok panutan dan penyokong bagi siswa-siswinya.
Puncak perjalanan ini terjadi saat kami menghadapi tantangan besar yaitu lomba pendidikan tingkat nasional. Dalam persiapan, kami belajar bahwa kekuatan sejati bukan hanya datang dari prestasi akademis, tetapi juga dari kebersamaan dan semangat tim. Bersama-sama, kami belajar untuk saling mendukung dan tumbuh bersama.
“Bagaimana, apakah kalian siap untuk meraih juara di ajang perlombaan pendidikan tingkat nasional ?” Tanyaku dengan penuh semangat kepada para siswa-siswi.
“Kami siap pak” jawabnya dengan penuh semangat.
Lomba berlangsung dengan penuh semangat, dan hasilnya bukan hanya meraih juara, tetapi juga memperkuat ikatan antar siswa dan meningkatkan rasa percaya diri mereka. Pesan moral ketiga timbul : bahwa keberhasilan sejati dalam pendidikan tidak hanya terletak pada nilai akademis, tetapi juga dalam membentuk karakter dan hubungan yang kuat di antara siswa.
Pada akhir tahun ajaran, ketika matahari beranjak meninggalkan langit, aku merenung tentang perjalanan panjangku sebagai seorang guru di tahun 2023. Aku menyadari bahwa pendidikan sejati adalah lebih dari sekadar transfer pengetahuan, tetapi ini adalah tentang menciptakan lingkungan di mana setiap siswa dapat tumbuh dan berkembang.
Mengajar dengan cinta dan kepedulian telah membawa perubahan yang mendalam dalam kehidupan anak-anakku. Mereka bukan hanya belajar tentang matematika dan bahasa, tetapi juga tentang kehidupan, cinta, dan toleransi. Pesan moral akhir adalah bahwa seorang guru memiliki peran besar dalam membentuk generasi mendatang dan membawa perubahan positif dalam masyarakat.
Dengan hati penuh syukur, aku menutup lembaran tahun itu, mengukir kisahku menjadi seorang guru di tahun 2023.