Lembayung Dalam Pelukan Sang Acarya

Minara menggulung celana jins. Betis kuning langsat itu langsung dijilat 

ombak Laut Padang. Bertelanjang kaki ia susuri dada pantai.

Lembayung menikmati wajah yang lembut. Diambilnya ranting kering yang terlepas dari dahan.  Lalu membuat guratan wajah lelaki yang dirindukannya.

***

Dua tahun lalu, ia mengenal Endra.  Seorang guru SMK di Surabaya. Wajahnya lumayan ganteng. Masih muda. Rambut rapi dengan gaya anak muda zaman now. Tulang rahang wajahnya kokoh dan enak dilihat.

Ketika ada teater monolog di Balai Pemuda Surabaya. Minara yang guru TK menonton bersama Aruna. Kawan semasa SD. Di tengah keasyikan menikmati tampilan teater Sanggar Langit, tiba-tiba Aruna tertawa lirih. Sesekali melihat ke belakang.

“Ada apa, sih?” Tanya Minara sepelan angin.

Cogan,” bisik Aruna sambil senyum-senyum.

“Siapa?” Tanyanya penasaran.

“Lihat sendiri di belakangmu. Pakai kaca mata hitam,” jelas Aruna. Lagi-lagi dengan berbisik.

Pelan-pelan Minara memutar kepalanya ke belakang. Pas cowok itu melihatnya. Cepat-cepat ia kembali melihat ke depan.

“Ganteng banget,” katanya pelan. Matanya membesar penuh kekaguman.

“Hahaha …,” Aruna cepat-cepat membekap mulutnya sendiri.

Beberapa pasang mata melihatnya. Merasa terganggu. Ia segera menangkupkan kedua telapak tangan. Pertanda minta maaf.

“Ribut melulu dari tadi. Ngomongin apa, sih?”

Tiba-tiba ada suara lain di sebelah mereka. Serentak keduanya menoleh ke arah suara. Waaaa, Cowok ituuu …. Mata Minara melotot tak percaya. Mulutnya menganga tak dapat bicara.

“Oh … ini Minara yang kamu ceritakan itu ya, Aruna?” Tanyanya tiba-tiba.

Minara terkejut. Arina kenal cowok itu? Sejak kapan? Wajahnya kebingungan melihat dua makhluk hidup di depannya.

Hu-um,” Aruna menganggukan kepalanya. Tersenyum penuh arti.

“Aruna adikku satu-satunya,” jelas cowok itu tanpa diminta.

Oo … pantas saja  Aruna kenal dan dekat. Rupanya ini kakaknya yang sejak kecil ikut Bu De di Madiun. Aruna cantik, kulitnya putih. Tak heran jika kakaknya juga ganteng.

Minara menerima uluran tangan tanda perkenalan, “Minara.”

“Panggil aku, Endra,” katanya dengan senyum cakepnya.

Minara melihat bintang indah di mata Endra yang baru dikenalnya. Belum pernah ia melihat cahaya secemerlang itu pada mata lelaki mana pun. Ia merasakan desiran aneh di hatinya. Tangannya juga mendadak dingin. Gugup, ih.

Setelah pertemuan itu, Endra sering chat WA. Ternyata ia baru diangkat sebagai guru P3K di SMK negeri yang bonafid. Betapa senang Minara ketika lewat chat, Endra mengajaknya makan di luar. Ternyata Endra datang sendirian.

“Aruna mana?” Tanyanya heran. Biasanya ada Aruna pasti ada Endra dan sebaliknya.

“Ada di rumah. Ia tidak mau diajak.”

“Cuma berdua?” Tanyanya tak yakin.

Endra tertawa, “Ya iyalah. Emang napa? Gak mau?”

“Mau aja,” kata Minara sambil tertawa.

Endra tertawa mendengar jawabannya yang ringan dan lucu. Malam itu mereka menikmati jalan Tunjungan dengan santai. Beruntung tidak hujan. Suasananya benar-benar ramai. Banyak orang jalan-jalan dan nongkrong di kafe-kafe yang ada di sepanjang jalan.

“Minara sudah punya pacar?” Tanya Endra tiba-tiba.

Minara yang sedang menikmati minumannya jadi terbatuk-batuk. “Kenapa tanya pacar?”

“Gak pa-pa. Kalau belum punya, mau jadi pacarku?” lanjut Endra.

Untuk kedua kalinya Minara terkejut. Tak menyangka malam ini dapat serangan manis dari lelaki yang diam-diam diharapkannya. Ia tak dapat berkata sepatah pun.

Matanya tak berkedip melihat Endra. “Tapi aku tidak cantik.”

Endra tersenyum melihatnya, “Bukan cantik yang nomor satu. Aku suka kepribadianmu. Apalagi kau menyukai anak-anak kecil.”

“Aku kan guru TK, guru swasta,” kata Minara masih kikuk.

“Tidak jadi masalah. Kita sama-sama guru. Mau jadi pacarku?” Endra mengulangi pertanyaannya. Kali ini wajahnya tampak serius.

Minara menata ombak yang kalang kabut di hatinya. Gemuruhnya menggetarkan ruang hati yang selama ini sepi. Endra menanti dengan sabar jawaban Minara. Akhirnya, Minara memberanikan diri menatap mata Endra  sepenuh pesona bintang. Ia tersenyum dan mengangguk.

Endra menghempaskan napas di dadanya. Menanti jawaban Minara rasanya bertahun-tahun. Kini rasanya lega. “Aku janji akan membahagiakanmu.”

Malam itu, Minara tidak dapat memejamkan mata. Ucapan Endra terngiang terus. Endra jauh lebih ganteng dibandingkan mantan-mantan sebelumnya. Ia tak ingin Endra hanya manis di bibir seperti yang lain.

Ia membaca chat Aruna. “O-ho. Aku gak diajak jalan-jalan ke Tunjungan.”

Ia tertawa dan membalas chat sahabat baiknya. “Kata Endra kamu gak mau diajak.”

Aruna membalas, “Siapa bilang? Ia tidak bilang kalau akan ke rumahmu.” Ikon tertawa ngakak. “Besok kita keluar, yok. Kita putar-putar Surabaya pakai tayo. Turun di Kota Tua.”

“Ayookk. Besok libur, kita jalan-jalan berdua.” Balas Marina gembira.

“Endra gak diajak?” tanya Aruna.

Minara membalas dengan ikon tertawa ngakak lalu menulis dengan huruf besar, “ No.”

Chatingan dengan Aruna membuat hatinya santai kembali. Matanya menjadi ngantuk. Tanpa disadari ia pun tertidur dalam buaian mimpi.

Hubungannya dengan Endra sudah berjalan dua tahun. Perjalanan paling lama dibanding dengan sebelumnya. Endra tahu orang tua Minara tinggal di Padang. Ia kos di Surabaya karena setelah lulus kuliah jurusan PAUD diterima mengajar di salah satu TK swasta dekat kampus.

Ketika usai menikmati makan malam di salah satu mall, Endra memberinya hadiah cincin emas yang indah. Minara menerimanya dengan gugup. Tak menyangka mendapat hadiah spesial.

“Sampaikan pada orang tuamu. Aku akan datang bersama orang tuaku untuk melamarmu.”

Minara tak mampu menjawab. Sibuk menikmati debaran indah di jantungnya. Akhirnya ia menemukan seorang abisatya. Sekembali ke tempat kos, segera dihubungi orang tuanya yang tak kalah terkejut. Mereka menyuruhnya segera pulang.

Dua hari kemudian ia tiba Padang dan mulai menyiapkan acara lamaran dengan adat Padang.*

Keterangan:

Acarya = pendidik, pengajar

Abisatya= teman setia

Cogan= cowok ganteng

Profil

Tri Wulaning Purnami, M.M., M.Pd.

Guru SMK Negeri 1 Surabaya. Penulis buku fiksi berbagai genre antara lain puisi, cerpen, novel, cerita anak, geguritan, crita cekak. Karyanya telah dimuat di berbagai media baik cetak maupun online. Penulis rekor Muri Dunia sebanyak lima kali  untuk karya antologi yang diadakan Perruas (tahun 2028, 2021, 2022, 2023, 2024). Banyak mendapatkan penghargaan baik provinsi, nasional, maupun internasional. Karyanya banyak dimuat di media cetak maupun online.  Aktif di berbagai komunitas menulis. Email: wulanpurnami312@gmail.com Fb./Ig. Tri Wulaning Purnami Hp. 08155159811

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *