Makanan bergizi memang sudah familiar di era ini, namun ada kata baru yang lahir atas kebijakan pemerintah di periode pemerintahan Presiden Prabowo, yaitu MBG atau makan bergizi gratis. MBG dialokasikan untuk seluruh siswa di setiap sekolah yang ada di Indonesia.
Menurut pemerintah, tujuan makan bergizi gratis adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia dengan mengatasi masalah gizi seperti stunting dan malnutrisi, khususnya pada anak sekolah, balita, ibu hamil, dan menyusui, melalui pemenuhan gizi sejak dini sebagai investasi jangka panjang untuk menciptakan SDM unggul, cerdas, dan produktif demi masa depan bangsa.
Pada praktiknya MBG ini berada di bawah naungan Badan Gizi Nasional (BGN), lalu pengelolanya biasanya dikenal dengan ”dapur MBG”. Dapur MBG tersebar di pelosok daerah serta bertugas memproduksi makanan untuk beberapa sekolah sekaligus. Dapur MBG dikelola oleh Kepala SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi), ahli gizi, akuntan serta juru masak.
Makanan bergizi ini di kemas menggunakan ompreng atau tempat makan berbahan stainless steel dengan banyak ruang yang beragam untuk menempatkan berbagai makanan. Makanan bergizi ini berusaha memberikan memenuhi 5 sehat 4 sempurna, yaitu berisi karbohidrat, protein, sayur, buah dan susu. Bentuk karbohidratnya juga beragam seperti nasi, kentang, atau jagung. Begitupun dengan asupan protein, kadang tahu, tempe, ayam, ikan atau telur.
MBG ini disambut baik oleh para siswa di sekolah, banyak dari mereka menanti kedatangan MBG di sekolahnya, antusiasme ini memberikan dampak positif karena siswa tidak lagi jajan sembarangan serta meratanya kesejahteraan siswa di sekolah. Antusiasme ini juga dirasakan oleh para orang tua karena membantu mengurangi uang jajan anaknya. Selain siswa dan orang tua, manfaat MBG juga dirasakan banyak pihak yang belum mempunyai pekerjaan, karena MBG ini telah menciptakan kurang lebih 1,5 juta pekerjaan.
Meski begitu banyak pro kontra pada program MBG ini, kadang dinilai terlalu banyak menghabiskan uang negara, terdapat beberapa makanan yang setelah dialokasikan tidak layak dikonsumsi atau dinilai tidak mengandung gizi yang maksimal. Tim pro menilai program ini bermanfaat bagi keluarga menengah kebawah atau pelosok karena dinilai membantu pemenuhan kebutuhan keluarga. Kalo kamu tim pro atau tim kontra?






