Tulisan merupakan salah satu pencapaian terbesar dalam sejarah perkembangan umat
manusia. Ia bukan hanya alat untuk menuliskan bahasa, tetapi juga teknologi yang sangat
berpengaruh terhadap cara manusia berpikir, berkomunikasi, dan mengumpulkan pengetahuan
bersama. Dalam kajian Walter J. Ong tentang kelisanan dan keaksaraan, tulisan dianggap
sebagai teknologi yang memiliki dampak besar terhadap aspek kognitif, sosial, dan budaya
manusia. Memandang tulisan sebagai teknologi membantu kita menyadari bahwa keaksaraan
bukan sekadar keterampilan mekanis, tetapi perubahan cara manusia memandang bahasa serta
dunia sekitarnya. Untuk memahami peran tulisan dalam hubungan antara kelisanan dan
keaksaraan, kita perlu melihat bagaimana tulisan sebagai teknologi membentuk cara berpikir,
struktur pengetahuan, dan dinamika budaya manusia.
Secara umum, teknologi didefinisikan sebagai alat atau perangkat yang dibuat manusia
untuk memudahkan kegiatan atau memperluas kemampuan alaminya.Jika teknologi mesin
memperkuat kemampuan fisik, maka tulisan memperkuat kemampuan mental dan intelektual
manusia. Ong menekankan bahwa tulisan termasuk dalam teknologi karena ia diciptakan
secara sengaja, memakai alat tertentu seperti pena, batu, tanah liat, atau komputer, serta
memerlukan latihan dan pendidikan untuk bisa menggunakannya. Tulisan tidak muncul secara
alami seperti kemampuan berbicara; ia harus dipelajari, diajarkan, dan dilatih melalui
lembaga sosial. Kelisanan sangat bergantung pada ritme, pengulangan, formula, dan cerita
karena faktor-faktor ini membantu memori. Masyarakat yang berbicara melihat dunia secara
langsung dan menyeluruh, bukan secara abstrak. Pengetahuan disampaikan melalui cerita nyata
atau simbol-simbol yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kelisanan
membentuk cara berpikir yang berbeda dibandingkan masyarakat yang menggunakan tulisan,
meski keduanya tidak bisa dilihat sebagai hierarki, tetapi dua cara berpikir yang saling
melengkapi. Masuknya tulisan ke dalam budaya membawa perubahan besar pada cara berpikir
dan cara menyusun pengetahuan. Keaksaraan membawa cara baru untuk menyampaikan dan
mengatur informasi. Jika kelisanan menekankan kebersamaan, kehadiran fisik, dan komunikasi
langsung, maka keaksaraan memungkinkan penyampaian pesan jarak jauh, ketahanan
informasi, dan analisis yang lebih mendalam. Tulisan memisahkan pengetahuan dari ingatan
manusia dan menempatkannya di media eksternal. 87Dalam perspektif Ong, peralihan dari
budaya lisan ke budaya tulis bukan hanya perubahan media, tetapi juga perubahan dalam cara
memahami dunia.
Tulisan membuat manusia berpikir secara lebih linear karena teks tersusun dalam
urutan tertentu yang harus ditepati pembaca. Selain itu, tulisan memungkinkan terciptanya
argumen logis yang kompleks karena penulis bisa mengulang, mengedit, dan memperbaiki
pikirannya secara visual. Dengan demikian, tulisan membuka ruang bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, hukum tertulis, pemerintahan, dan perkembangan sistem pendidikan.
Namun, keaksaraan tidak menghilangkan kelisanan. Budaya modern adalah budaya
kelisanan sekunder, yaitu kelisanan yang muncul kembali melalui teknologi tulisan seperti
media massa, telepon, radio, dan internet. Hal ini menunjukkan bahwa kelisanan dan
keaksaraan saling berinteraksi secara dinamis.Tulisan bukan hanya alat untuk mencatat, tetapi
juga teknologi yang membentuk cara berpikir manusia.Ketika bahasa diubah menjadi tulisan,
ia bisa dianalisis secara gramatikal, filosofis, dan ilmiah. Tulisan memungkinkan pembagian
teks dalam paragraf, bab, dan subbab, yang kemudian mendukung perkembangan seni retorika
dan logika. Teknologi tulisan mengubah cara manusia memahami waktu dan ruang. Dalam
kelisanan, pengetahuan hanya hidup dalam momen “sekarang”—karena jika tidak diingat, ia
akan hilang. Namun dalam keaksaraan, pengetahuan bisa ditunda, disimpan, dan diwariskan
tanpa batas waktu. Tulisan memungkinkan masa lalu bisa dipanggil kembali dan masa depan
bisa direncanakan secara lebih teratur.
Selain itu, tulisan menciptakan jarak antara penulis dengan pembaca. Dalam kelisanan,
komunikasi bersifat langsung dan interaktif, sedangkan dalam tulisan, penulis dan pembaca
bisa hidup di waktu yang berbeda. Jarak ini memungkinkan terciptanya objektivitas, refleksi,
dan kritik ilmiah. Karena itu, tulisan menjadi dasar perkembangan budaya literat dan ilmu
pengetahuan modern. Tulisan tidak hanya memengaruhi cara berpikir, tetapi juga struktur
sosial dan budaya. Dengan tulisan, pemerintahan bisa diadministrasikan; hukum bisa dicatat;
perjanjian bisa dibakukan; dan sejarah bisa direkam secara sistematis. Sistem pendidikan
formal bergantung pada kemampuan membaca dan menulis. Tulisan juga memengaruhi cara
distribusi kekuasaan: orang yang bisa membaca cenderung memiliki akses lebih besar terhadap
pengetahuan serta posisi sosial tertentu. Dalam budaya Indonesia, peran tulisan sebagai
teknologi bisa dilihat dari perubahan naskah lama, pertumbuhan aksara lokal, hingga kemajuan
literasi saat ini. Tradisi lisan seperti pantun, mantra, dan cerita rakyat masih hidup, namun kini
berjalan berdampingan dengan tradisi tulis yang berkembang di sekolah, lembaga keagamaan,
dan media digital. Hal ini menunjukkan bahwa tulisan sebagai teknologi tidak menggantikan
tradisi lisan, tetapi justru membuka cara baru bagi manusia untuk menyampaikan perasaan dan
pikirannya.
Di zaman digital, hubungan antara tradisi lisan dan keaksaraan semakin rumit. Media
sosial menghadirkan bentuk tulisan cepat yang mirip dengan tradisi lisan. Pesan singkat, emoji,
dan voice note menunjukkan bahwa tradisi lisan kembali mendapat tempat melalui teknologi
tulisan. Fenomena ini menunjukkan bahwa tulisan sebagai teknologi tidak hanya memengaruhi
budaya, tetapi terus berkembang seiring inovasi baru.Teknologi digital juga menciptakan
bentuk baru dari tradisi lisan—seperti podcast, vlog, dan live streaming—yang merupakan
bentuk kelisanan sekunder yang didukung oleh alat tulisan.Hal ini membuat batas antara tradisi
lisan dan keaksaraan semakin tidak jelas, sekaligus menunjukkan bahwa tulisan tetap menjadi
dasar utama perkembangan budaya dan komunikasi modern.
Plato menganggap tulisan sebagai teknologi asing yang eksternal, sebagaimana
anggapan banyak orang masa kini terhadap komputer, karena saat ini kita sudah begitu dalam
menginternalisasi tulisan, membuatnya menjadi bagian dari diri kita sendiri, sementara zaman
plato belum menjadikan tulisan sepenuhnya bagian dari diri mereka (Havelock, 1963), kita
merasa kesulitan memandang tulisan sebagai teknologi seperti anggapan kita biasanya terhadap
cetakan dan komputer, Namun demikian tulisan (terutama tulisan abjadiah) adalah sebuah
teknologi, yang membutuhkan penggunaan alat-alat dan perlengkapan: stilus, kuas, atau pena,
permukaan yang telah disiapkan dengan cermat seperti kertas, kulit binatang, bilah kayu, juga
tinta atau cat, dan masih banyak lagi, Clachy (1979: 88-155) membahas masalah ini secara
mendetail, dalam konteks barat abad pertengan, dalam bab di bukunya yang berjudul teknologi
tulisan. Bisa dibilang, tulisan adalah teknologi paling redikal di antara ketiga teknologi yang
di sebutkan tadi. Tulisan memulai apa yang hanya diteruskan oleh cetakan dan komputer,
mereduksi suara dinamis ke ruang yang lembam, memisahkan kata dari masa kini yang hidup,
di mana hanya kata-kata terucap saja yang bisa ada.
Berbeda dengan perkataan mungkin menulis “secara alamiah”. Perkataan lisan
sepenuhnya alamiah bagi manusia dalam arti bahwa semua manusia di semua budaya yang
tidak mengalami hambatan fisiologi atau fsikologis selalu belajar bicara. Bicara mewujudkan
kehidupan sadar tetapi ia meluap ke kesadaran dari alam bawah sadar, meskipun tentu saja
dengan kerja sama sadar maupun tak sadar dari masyarakat. Aturan tata bahasa hidup si alam
bawah sadar dalam arti bahwa kita bisa mengetahui bagaimana membuat aturan baru tanpa mampu menyatakan apa saja aturan tersebut.







