Menembus Batas Mimpi
Karya: Hadijah, S.Pd.
Semburat cahaya senja merah kejinggaan memenuhi langit Kota Tanjungpinang. Hiruk pikuk suara klakson motor dan mobil orang tua yang menjemput anaknya dari kegiatan ekstrakulikuler sekolah. Terlihat ada seorang guru yang memperhatikan keramaian tersebut dari lantai tiga tempat dia melepaskan lelah setelah mengajar dan menyelesaikan tugas-tugas sebelum pulang. Pandangannya melihat keramaian tersebut bagaikan hiburan tersendiri baginya yang tak lekang oleh waktu. Melihat wajah-wajah mungil yang tampak lelah tetapi masih menyimpan semangat yang membuncah ketika dijemput oleh para ayah dan bunda. Membuat guru tersebut yang melihatnya menjadi bersemangat untuk berjumpa esok pagi dengan para murid-murid tercinta. Tak terasa, sayup-sayup suara azan magrib terdengar dari masjid terdekat yang ada di sekolah. Ia pun melangkah ke tempat wudhu kemudian salat magrib untuk bermunajat kepada Rabbi semesta alam, sebelum pulang ke rumah menemui keluarga tersayang.
“Eh, Bu Hadijah, pulang magrib lagi bu?,”tanya Bu Misna, ketika bertemu di tempat wudhu.
“Iya Bu Misna, tadi habis ngajar biasa saya lepas lelah dulu bu, makan cemilan, minum kopi nyambil koreksi tugas murid, nyiapin untuk pembelajaran besok bu,” jawab Bu Hadijah.
“Entar pulang bareng ya Bu Hadijah,” kata Bu Misna.
“Ok Bu Misna. Nanti saya samperin ruangan ibu ya,”jawab Bu Hadijah.
Mereka pun berjalan bersama menuju ruangan masing-masing untuk melaksanakan salat magrib. Mereka merupakan guru salah satu sekolah swasta di Kota Tanjungpinang bernama SDIT Al- Madinah. Sekolah yang bersejarah di kota ini, sekolah pertama yang berbasis islam terpadu.
Sebagaimana sekolah swasta, sekolah ini pun menerapkan para muridnya pulang sampai sore. Ibu Hadijah dan Ibu Misna sudah 12 tahun menjadi bagian sekolah ini. Hal biasa bagi mereka jika pulang sampai magrib. Mereka merupakan sahabat yang akrab, walaupun memiliki jabatan yang berbeda.
Ibu Hadijah sebagai wali kelas 6, sedangkan Ibu Misna sebagai wakil kepala sekolah bagian kemuridan. Tahun ini Ibu Hadijah diberi tugas tambahan sebagai wali kelas 6 setelah hampir 3 tahun tidak menjabat sebagai wali kelas. Ia mengajar mata pelajaran IPS dan PKN di 4 kelas yang berbeda.
Ibu Hadijah sangat bersemangat sebagai wali kelas, terkadang ia rela pulang sampai magrib untuk merencanakan pembelajaran dan pemberian motivasi kepada murid-muridnya. Sebab Ibu Hadijah berprinsip kerjaan sekolah tidak dibawa ke rumah. Di rumah adalah waktu untuk keluarga tersayang.
***
Banguuuuun ayo banguuuun…… lalalalalala. Bangguuuuun ayo banguuun…… lalalalalala.
Suara alarm dari hp terdengar kencang membangunkan Ibu Hadijah. Ia pun meraih hp tersebut dan mematikan suara alarmnya.
“Pukul 03.00, ayo bangun Hadijah. Semangat-semangat,” Bu Hadijah berkata dengan dirinya. Ia pun berjalan gontai menuju kamar mandi, sambil sekali-sekali menguap. Bunyi kran air terdengar jelas, ia pun mengambil wudhu untuk melaksanakan salat tahajud dan tilawah. Bagi Bu Hadijah salat tahajud, tilawah, dan mensugesti diri dengan kalimat motivasi merupakan kegiatan wajib ketika bangun tidur yang tidak boleh lupa. Jika hal ini lupa terasa hambar rutinitas yang dilakukan dalam sehari, bagaikan makan sayur yang lupa diberi garam. Sebab setiap hari merupakan pertualangan baru bagi Bu Hadijah untuk membentuk karakter murid-murid tercinta, perlu energi besar untuk membuat hal itu terjadi dan hanya pada Sang Maha Kuasa, Rabbi Semesta Alam meminta kekuatan tersebut, agar lembut hati-hati para murid ketika guru memberi nasihat dan ilmu.
“Brmmm, brmmm, brmmm.” Terdengar suara motor yang dipanaskan sebelum berangkat ke sekolah. Motor pun melaju kencang mengantar menuju sekolah. Sesampai di sekolah seperti biasa disambut para murid yang telah datang terlebih dahulu. Bel pun berbunyi tanda masuk ke kelas.
Pagi ini, Bu Hadijah akan mengajar IPS di kelas 6 Khalid. Seperti biasa ia memulai pembelajaran dengan mengabsen murid dan murid harus menjawab dengan kata positif. Pembelajaran IPS pagi ini berkaitan dengan makna proklamasi yang dikaitkan dalam mengisi kemerdekaan. Hal yang paling dekat dengan murid-murid untuk mengisi kemerdekaan ialah berbicara mengenai cita-cita. Sebelum Bu Hadijah mengawali dengan memperlihatkan para tokoh pejuang proklamasi.
“Anak-anak, ada yang tahu ini gambar siapa?” tanya Bu Hadijah sambil menunjuk gambar para tokoh.
“ Soekarno bu.” Jawab Najwa.
“Jenderal Soedirman bu.” Jawab Nawfal.
“Mohammad Hatta bu.” Jawab Fateh.
“Iya, semua benar. Hebat ya. Tokoh-tokoh yang disebutkan Najwa, Nawfal, dan Fateh merupakan tokoh pejuang untuk kemerdekaan Indonesia. Tokoh tersebut punya mimpi besar, cita-cita besar yaitu memperjuangkan agar Indonesia Merdeka.” Penjelasan dari Bu Hadijah.
“Baik anak-anak, selanjutnya mari kita bercerita tentang mimpi-mimpi kita. Apa yang ingin kalian capai di masa depan?” Kata Bu Hadijah.
Dengan penuh semangat, Rafi, seorang siswa dengan baju putih dan seragam merah-putih, langsung mengangkat tangan. “Bu, aku ingin jadi dokter supaya bisa membantu orang sakit.”
Aku tersenyum bangga. “Bagus, Rafi! Setiap cita-cita dimulai dengan mimpi. Bagaimana dengan yang lainnya?”
Nisa, seorang siswi yang ceria, menyatakan, “Aku ingin jadi penulis, Bu! Saya mau menulis buku cerita yang bisa menginspirasi banyak orang.”
“Mantap, Nisa! Kreativitasmu akan membawa inspirasi kepada banyak orang. Bagaimana dengan kalian yang lain?”
Dalam suasana yang penuh antusias, anak-anak menceritakan mimpi-mimpi mereka satu persatu. Setelah itu anak-anak berdiskusi secara berkelompok tentang peran pendidikan dalam mengisi kemerdekaan untuk mencapai kehidupan Sejahtera. Proses pembelajaran bukan hanya sekedar transfer ilmu mengenai materi , tetapi juga tentang membentuk karakter dan memberi motivasi kepada anak-anak untuk berani bermimpi besar meraih cita-cita.
***
Suatu hari, Bu Hadijah mendapat informasi mengenai lomba menulis surat untuk guru dalam rangka memperingati hari guru yang diadakan oleh sekolah. Lomba ini salah satu bentuk gerakan literasi yang dilakukan oleh sekolah agar anak-anak senang dalam menulis. Tanpa ragu, Bu Hadijah mengajak para murid kelas 6 khalid untuk berpartisipasi. Mereka antusias menyambut tantangan tersebut.
Rafi, Caca, dan beberapa siswa lainnya dengan semangat mengerahkan kemampuan mereka. Setiap sore, kami berkumpul di ruang kelas untuk membahas dan melatih kemampuan menulis mereka. Dialog-dialog inspiratif mengalir di antara kami. Bu Hadijah pun selalu menyemangati anak-anak.
“Bu Hadijah, saya merasa gugup. Bagaimana kalau tulisan saya tidak bagus?” Kata Rafi.
“Rafi, yang terpenting adalah usaha dan keberanianmu. Tak ada yang sempurna, tapi setiap usaha memiliki nilai. Ini bisa sebagai langkah awal Rafi untuk ikut dalam lomba menulis. Teruslah berjuang! ” Kata Bu Hadijah menyemangati Raffi.
Akhirnya, tiba saatnya pengumuman pemenang. Kelas 6 Khalid, yang awalnya penuh keraguan, kini memancarkan kegembiraan. Rafi berhasil meraih juara pertama dalam lomba tersebut.
“Terima kasih, Bu Hadijah, karena tidak pernah bosan membimbing kami. Sekarang saya tahu, mimpi bisa jadi kenyataan dengan usaha dan keyakinan.” Ungkap Raffi.
Bu Hadijah tersenyum bahagia, “Kalian Nak, adalah bukti bahwa setiap anak memiliki potensi besar. Dan Ibu sebagai guru, bahagia melihat kalian tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang berani dan berdaya.
***
Suatu siang ketika istirahat, Bu Misna memanggil Bu Hadijah ke ruangan wakil kepala sekolah.
“Assalamu’alaikum Bu Misna.” Kata Bu Hadijah sebelum memasuki ruangan.
“Wa’alaikumsalam bu. Silahkan masuk Bu Hadijah.” Kata Bu Misna.
“Bu Hadijah, saya dapat info dari teman saya yang ada di sekolah negeri mengenai pengumuman guru-guru yang lulus untuk pendidikan calon guru penggerak angkatan 9 dan ada nama Bu Hadijah. Selamat ya Bu Hadijah.” Kata Bu Misna sambil tersenyum.
Bu Hadijah pun bersyukur. Karena pada saat seleksi Bu Hadijah pernah gagal, tapi mencoba kembali dan akhirnya lulus. Bu Hadijah mempunyai mimpi besar agar bisa menjadi guru inspirasi di tempat ia mengajar. Mimpi itu bisa diwujudkan dengan banyak belajar dan salah satu jalan yang dilakukan Bu Hadijah dengan mengikuti pendidikan guru penggerak. Tetapi ada kekhawatiran di wajah Bu Hadijah.
“Terima kasih Bu Misna atas informasinya. Nanti saya cek di akun SIMPKB saya.” Kata Bu Hadijah, dengan agak lesu.
“Kenapa bu? Kok gak semangat?” tanya Bu Misna.
“Begini Bu Misna, saya ada kekhawatiran tidak bisa membagi waktu untuk keluarga saya.
Walaupun saya sudah membicarakan dengan suami jika lulus, suami saya akan membantu menjaga anak-anak. Tetapi, ada sesuatu yang mengganjal dihati yang membuat saya khawatir .” Ungkap Bu Hadijah.
“Ini salah satu jalan yang bisa mewujudkan mimpi ibu, agar bisa menjadi guru inspirasi, guru penggerak yang bisa menggerakkan komunitas sekolah. Di pendidikan guru penggerak ibu bisa ketemu dengan guru-guru yang lain untuk sharing tukar pendapat mengenai sekolah, mendapat teman baru juga, dan banyak hal lain. Saya yakin Bu Hadijah bisa membagi waktu dengan baik tanpa mengabaikan keluarga. Yakinlah Bu Hadijah, setiap mimpi perlu usaha, keyakinan, dan pengorbanan yang lebih untuk meraih mimpi tersebut. Sebagaimana Bu Hadijah sering menyampaikan kepada para murid.” Ungkap Bu Misna menyemangati.
“Terima kasih Bu Misna menyemangati saya.” Kata Bu Hadijah sambil tersenyum.
***
Setiap hari yang terlewati merupakan pertualangan yang menantang. Sekolah tidak hanya menjadi tempat pembelajaran tetapi juga sebagai ladang untuk menanamkan nilai-nilai kehidupan tidak hanya kepada para murid tetapi juga kepada rekan guru, untuk saling menguatkan dalam meniti
kehidupan, membantu menembus batas mimpi dan mengukir cerita di masa yang gemilang.
8 Responses
Cerita cerpennya sangat bagus, keren sekali bu hadijah
Terima kasih Bu Neli 🙂
Bagus banget,,bahasanya sempurna❤️🥰
Terima kasih Bu Yuni,,
Masya Allah. Inspirasi untuk guru muda dan calon guru
Terima kasih..
Semoga dapat menginspirasi para guru muda dan calon guru untuk selalu memasang asa dalam meraih mimpi dan harapan 🙂
Berasa hadir di sana
Teruslah menginspirasi…
Terima kasih 🙂
Semoga bisa menginspirasi banyak pembaca..