Menemukan Asih – Cerpen Bogie A. Maharani

puisi guru

Menemukan Asih
Karya: Bogie A. Maharani


Seorang guru tengah asyik menjelaskan materi kepada muridnya dengan serius. Lalu tanpa disadari salah satu muridnya tengah merogoh sesuatu di dalam kolong meja dan brraaakkk. “Aduuuhh… Sial! Pasti ketahuan ini kalau aku bawa…” mendengar perkataan itu, tentu saja guru tersebut langsung kaget dan menanyakan apa yang tengah terjadi. Affan mencoba mengubah badannya seakan semua yang terjadi bukan dia yang melakukannya.

Menjadi seorang guru memang berat, selain mengajar siswanya agar menjadi siswa yang berprestasi, guru juga harus dapat membentuk karakter murid supaya lebih baik lagi. Ketika Bu Lilla menginjakkan kaki di sekolah yang baru ini memang perbedaannya sungguh sangat mencolok dari sekolah sebelumnya yang membesarkan namanya.

Siapa sangka, Bu Lilla adalah pengganti guru sebelumnya yang benar-benar berbeda. Bu Lilla mencium aroma sinis yang diciptakan oleh murid-muridnya di bangku belakang. Mereka memang selalu membuat geram Bapak dan Ibu guru di sekolah dengan tingkah usilnya. Seakan tak pernah percaya, Bu Lilla menginjakkan kakinya di kelas yang seperti neraka itu. Malas, selalu marah, kesal, dan apalah itu. Semua yang masuk kelas tersebut memang butuh cukup menguras kesabaran. Kelas IX-A yang notabennya kelas hebat, kelas anak berprestasi, malah ini sebaliknya. “Oh my God.”

Babak baru telah dimulai. . . .

Bisikan sana sini membuatnya merasa takut untuk mengajar di kelas IX-A. Bu Lilla tak pernah menyangka bahwa dirinya telah berada diantara mereka saat ini. Saat menjelaskan materi yang harusnya kondusif bagi anak-anak yang ‘berpretasi’, sedangkan apa yang ia liat sekarang malah tidak bisa diterapkan lagi.

“Guru apaan sih ini.”

“Guru kok membosankan.”

“Guru isinya kok ceramah saja. Jadul banget bikin malas belajar.”

“Duuuhh tatapannya sinis banget. Jadi malas ikut pelajarannya.”

Bu Lillah yang dengan serius menjelaskan materi Bahasa Indonesia tentang teks pidato persuasif. Banyak murid yang diam-diam bermain gawai, tidur, berbicara dengan teman sebangku, dan beberapa anak izin pergi ke toilet hanya sekadar ingin menghindari pelajaran tersebut. Entah apa yang mereka pikirkan sampai mereka bersikap seperti itu. Bu Lilla mencoba mendekati salah satu anak yang tak sengaja tertangkap basah bermain live IG (Instagram). “Hallo… sedang apa kamu!” dengan nada yang mengagetkan.

“Aduh…. Ada apa sih Bu. Datang-datang kok ngagetin saya.”

“Kamu sedang apa!”

Tanpa basa basi Bu Lilla yang tengah membawa spidol berwana merah langsung saja menarik muka Reva degan tajam.

Semua mata tertuju ke padangan Bu Lilla dan Reva yang sedang memanas, mereka berpikir apa selanjutnya yang akan terjadi ketika guru dan murid tengah bertatap muka seperti itu. Ada yang berpikir akan mencoret muka, ada yang berpikir Reva akan dimarahin habis-habisan, dan ada yang berpikir dia akan disembur dan dikeluarkan dari kelas Bahasa Indonesia.

“DIIIAAAAMM. SUDAH CUKUP!” Semua mulai menegang dan takut akan kehadiran Bu Lilla. Mereka berpikir tak akan ada yang berani menghukum mereka karena di antara mereka ada salah satu putra anggota DPRD kota ini. Dan semua yang dianggap benalu oleh mereka, akan habis ketika berada di kelas itu. Tapi sayangya hal itu tidak berlaku untuk Bu Lilla. Kertas-kertas bekas coretan anak-anak yang siap untuk dilempar ke arahnya. Lantas berhenti memudar dengan kedinginan suasana kelas yang tercipta. Reva tertunduk dan menggerutu seperti sedang berkomat kamit mendoakan Bu Lilla untuk segera pergi darinya. Sayangnya semuanya tak akan terjadi, Bu Lilla tetap meneruskan materi yang sudah disiapkan sebelumnya.

Tanpa disangka Reva yang membuat gaduh kelas hari ini mulai menciut nyalinya. Affan yang duduk di belakangnya sedang membuat rencana yang konyol untuk Bu Lilla. Tak habis pikir, anak-anak kelas IX-A yang dirasa memiliki prestasi yang membanggakan diantara kelas lainnya. Masih memiliki kekonyolan yang dirasakan Bu Lilla cukup luar biasa di usia mereka. “Sabar… sabar…,” memendam perasaan dalam hati.

“Di sini mencari keberkahan, mencari kebahagian, bismillah. Semangat untukku sendiri.” Berjalan keluar kelas dan mencoba menyemangati dirinya sendiri.

Hari berikutnya, Bu Lilla masuk kembali di kelas yang super duper istimewa. Mereka tak menyambutnya dengan baik, suasana riuh menjadi momok supaya Bu Lilla semakin membenci dan malas untuk datang di kelasnya. Ada anak yang sengaja bertengkar karena hal kecil. Gawai yang sengaja digenggam saat itu oleh Affan terangkat ke atas lalu “BERHENTI! Atau kalian akan Saya….”

Seketika tangan Bu Lilla dicegah oleh Vani dengan menggelengkan kepala sambil menutup mulut. Tanpa sadar tangan Bu Lilla terluka penuh cakaran tangan. Lengan yang indah akhirnya penuh dengan goresan merah memanjang. “Hahhahaa… makanya jangan berani melerai kami. Rasakan akibatnya!” tangannya tengah meremas dan Reva tertawa bahagia. Sungguh hal ini di luar kebiasaan anak seusianya. Mereka berani seperti itu dengan guru baru yang seharusnya dihargai. Tanpa berpikir panjang Bu Lilla segera membuka pembelajaran selanjutnya. “Baik anak-anak silakan siapkan buku paket kalian dan buka halaman 173.” dengan nada datar.

Waktu berjalan dengan biasa saja, tiba-tiba terdengar bunyi telp dari seseorang. “Baik Pak, Saya akan ke sana sekarang.” Dengan menutup telpnya. “Silakan anak-anak materinya ini dilanjutkan dan buat kalimat sesuai dengan materi tersebut.”

“Nggak usah balik Bu.”

“Yang lama Bu.”

Perkataan muridnya tersebut tak akan dimasukkan dalam hantinya Bu Lilla meskipun ia tahu kalau mereka sedang mengejeknya. Ia lalu segera bergegas menuju ruang Kepala Sekolah. Beberapa saat kemudian, ia kembali ke kelas tersebut untuk melanjutkan materinya. Dengan hati yang tenang, Bu Lilla masuk di kelas IX-A.

“Krrrreeekkkk….”

“Astaghfirullah ….” Sambil berteriak histeris.

“Kalian sungguh keterlaluan anak-anak. Ibu tidak menyangka kalian bisa melakukan ini pada Saya.” Dengan hati yang hancur dan sesegukan menangis.

“HAHAHAHA… Rasain itu.”

“Sudah dibilangin jangan masuk kelas tetap saja masuk.”

“Terus kalau seperti itu salah siapa? Apakah kami atau Bu Lilla sendiri yang ceroboh?” terdengar suara yang nyaring dari bangku belakang. Entah siapa yang mengucapkannya. Bu Lilla hanya mengelus dada dan sembari menutup kakinya yang sobek dengan kedua tangannya. Hancur sekali hatinya ketika mendengar ucapan itu terlontar dari mulut muridnya sendiri. Murid yang seharusnya ia didik dengan baik tapi menghancurkan hati Bu Lilla. Beberapa anak hanya bisa tertunduk lesu melihat apa yang telah terjadi. Kejadian yang seharusnya untuk bahan bercandaan supaya Bu Lilla kesal malah membuat terluka begitu parah. Satu dua anak ada yang menangis histeris melihat darah bercucuran sangat deras sekali. Tiba-Tiba Bu Rina datang tanpa sengaja “ASTAGA….TOLONG..TOLONG…..Kalian keterlaluan sekali dengan Bu Lilla.”

“Apa kalian tidak mikir kalau bercanda kalian itu berbahaya?

“Apa kalian tidak lihat di sini ada Cutter?”

“Apa kalian sengaja?” wajah murka Bu Rina mulai menegang.

“BBBRAAAAAKKKKK” Memukul meja dengan keras.

“Bu Rina, S—U—D—A—H.” seketika langsung jatuh pingsan. Entah apa yang dipikiran mereka sekarang ketika Bu Lilla sudah jatuh terpuruk tak berdaya dihadapan mereka dengan susah payah diangkat keluar dari kelas oleh beberapa murid sebelah kelas mereka.

Luka yang ia dapatkan segera mungkin dibawa ke Rumah Sakit dekat sekolah. Hingga dokter yang menanganinya berpesan untuk Bu Lilla istirahat saja dulu di Rumah Sakit ini sampai lukanya membaik. Sedikit sedih dan kecewa mendengar dokter berkata seperti itu, dan itu artinya ia harus di Rumah Sakit terus dengan kejenuhannya di kasur. Kaki yang luka ia dapatkan dari muridnya beberapa hari ke depan akan diperban setelah lukanya dijahit sebanyak 11 jahitan. Bagi Bu Lilla itu cukup parah. Akan tetapi hatinya memang selembut sutra, ia tak akan memarahi mereka atau bahkan sampai membencinya.

Dua minggu tak jumpa di sekolah rasanya sungguh berbeda, hari-hari ia lalui dengan pembelajaran daring dan ketika kontrol kakinya dengan terpaksa Bu Lilla hanya memberi tugas saja pada muridnya. Kejadian yang menimpanya waktu itu tak lagi dibuka, mulutnya seakan terkunci oleh waktu. Bibirnya kembali memerah saat berjumpa dengan rekan kerjanya. Mereka menyambutnya dengan suka cita. Namun, saat Bu Lilla dengan susah payah bisa hadir ke sekolah, salah satu dari mereka yang selama ini membuat onar pada Bu Lilla datang dengan tergesa-gesa.

“Bu….Bu…Bu Lilla.” Reva memanggil Bu Lilla seperti selesai melihat hantu.

“Ada apa nak ?”

“Bu …. Bu Lilla kan sudah masuk sekolah. Bu ayo ke kelas IX-A sekarang, ada Affan lagi berantem hebat sama Davy.” Mengajak Bu Lilla dengan sedikit memaksa.

“Berantem kenapa?” sekali lagi ia bertanya.

“Sudah yah Bu, Saya izin ke Bu Rina terlebih dahulu.”

Tanpa berpikir lama, Bu Lilla dengan tertatih naik tangga dengan dibantu salah satu guru lainnya. Meskipun ia masih merasakan nyeri sakit pada kakinya, tapi setelah datang ke kelas IX-A dan membuka pintu. “DOOOOOOORRRRRR…DEEERRRRRRRRR. MAAF BU LILLA KAMI SALAH.” Sambil berpelukan. Tangis bahagia menyambut suasana kelas itu.

Tagar:

Bagikan postingan

3 Responses

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *