Mengungkap Modus Kekerasan Seksual di Sekolah

Hai Sobat Edu!

Kalo kalian denger kata “sekolah”, apa sih yang ada dipikiran kalian? Sebuah tempat untuk menuntut ilmu? Tempat yang ada bapak dan ibu guru? tempat bertemu teman-teman? Tempat yang setiap hari Senin ada kegiatan upacara bendera? Ya, Semuanya benar! Sesuai dengan KBBI, sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran.

Tapi, Sobat Edu pernah menyangka tidak kalau ternyata saat ini sering terjadi tindakan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan? Komnas Perempuan mencatat bahwa selama periode 2017-2021 kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan paling banyak terjadi di perguruan tinggi, yakni 35 kasus. Diikuti pesantren dengan 16 kasus, dan sekolah menengah atas (SMA) 15 kasus. Dan Sobat Edu tahu tidak? Bahwa banyak dari kasus tersebut pelakunya justru orang-orang yang tidak disangka-sangka, seperti guru hingga teman.

Untuk mewaspadai hal tersebut maka penting sekali bagi kita untuk memahami modus dan pola kekerasan seksual yang dapat terjadi dalam institusi pendidikan ini.

Memangnya modus kekerasan seksual yang sering dilakukan oleh pelaku di sekolah apa aja sih? Terus pola yang dilakukan pelaku kekerasan seksual untuk menjerat korbannya itu bagaimana? Berikut yang perlu diketahui oleh kita semua khususnya orang tua. Berikut adalah 12 modus pelaku kejahatan seksual yang telah kami rangkum untuk Sahabat Edu semua.

1. Pemain kekuasaan
Pelaku dengan modus ini biasanya adalah seseorang yang memiliki kekuasaan di intansi pendidikan, pelaku memulai tindakannya dengan menjanjikan sejumlah keuntungan kepada korban seperti meberikan nilai bagus, diberi uang jajan, atau diantarkan pulang. Ketika korban mulai berpikir bahwa dengan mengikuti keinginan melaku akan berdampak baik bagi korban, di saat itulah pelaku melakukan niat tidak baiknya.

2. Berperan seperti orang tua
Modus seperti ini dilakukan oleh pelaku dengan berpura-pura menjadi pengganti orang tua korban, bukan hanya oleh seseorang yang memiliki kekuasaan saja, tetapi siapapun yang memang terlibat dalam kepengurusan di intansi pendidikan bisa melakukan hal ini.

Awal mulanya pelaku akan menciptakan suasana hubungan yang amat dekat dengan korban layaknya orang tua dan anak. Ketika pelaku merasa bahwa korban sudah begitu percaya atas kebaikan dan perhatiannya, di saat itulah pelaku memanfaatkan keluguan korban untuk melakukan pelecehan.

3. Berkedok rekrutmen
Sama halnya dengan pemain kekuasaan, pelaku pelecehan seksual ini juga memanfaatkan kedudukannya sebagai orang yang memiliki kekuasaan dalam suatu kelompok organisasi atau komunitas yang ada di intansi pendidikan.

Pelaku biasanya melecehkan korban yang berminat untuk bergabung pada kelompok yang dikuasainya dengan berlindung pada dalih bahwa pelecehan yang terjadi adalah salah satu syarat bagi calon anggota yang ingin bergabung dngan kelompok tersdebut.

4. Pelecehan di tempat tertutup
Pelaku dengan modus ini biasanya memanfaatkan situasi sepi agar tidak ada yang dapat menolong korban. Pelaku dengan modus ini biasanya menargetkan korban yang merupakan juniornya, sehingga korban bisa dibungkam dengan ancaman.

5. Gerombolan
Pelaku dengan modus ini biasanya tidak sendirian, melainkan bergelombol. Para segerombolan pelaku dengan modus ini bahkan melakukan pelecahan seksualnya di tempat umum, di tempat di mana gerombolan itu merasa berkuasa. Dalam melakukan aksi tidak terpujinya itu, para pelaku merasa bahwa tidak akan ada yang berani untuk menghentikan aksinya, bahkan mereka menganggap bahwa apa yang dilakukannya hanyalah sebuah lelucon.

6. Oportunis
Pelaku dengan modus ini akan memanfaat kesempatan dalam kesempitan, pelaku akan melakukan aksinya seperti menyentuh tubuh korbannya seolah tidak disengaja. Misalnya saja di tempat umum yang ramai, penyerang akan meletakkan tangannya di beberapa bagian tubuh orang tersebut.

7. Confidante
Pelaku dengan modus ini akan berperan seperti orang yang malang, ia akan banyak bercerita tentang kesedihannya untuk mendapatkan simpati dari korban, padahal maksud tujuan dari pelaku adalah agar korban dapat menghiburnya dengan kegiatan seksual yang tidak pantas.

8. Superhero
Kebalikan dari poin sebelumnya, pelaku dengan modus ini justru akan memanfaatkan kesedihan atau ketidak berdayaan sang korban. Korban yang diincar biasanya adalah orang yang tengah depresi atau orang disabilitas. Pelaku akan bersikap seperti penghibur dan perlahan mendoktrin korban agar percaya bahwa kegiatan seksual yang ia rencanakan akan memperbaik keadaan korban.

9. Intellectual seducer
Pelaku memanfaatkan kemampuannya untuk mencari tahu tentang kebiasaan dan pengalaman korban. Ketika pelaku mengetahui kelemahan atau aib dari korban, pelau akan memanfaatkan pengetahuannya tersebut untuk menjadi bekal ancaman dan melecehkan korban.

10. Incompetent
Pelaku dengan modus ini biasanya akan memberikan ancaman berupa balas dendam, seperti meninggalkannya, tidak lagi ingin berteman, dan lain sebagainya yang memaksa korban harus mengikuti hasrat bejad pelaku. Kasus pelecehan seksual dengan modus seperti ini biasanya dialami oleh orang-orang yang sedang menjalin hubungan. Pelaku biasanya memanfaatkan perasaan korban untuk menuntaskan niat buruknya.

12. Sexualized environment
Pelaku dengan modus ini biasanya akan mengajak korban ke tempat-tempat yang dapat mengundang hasrat sesksual, seperti ke bioskop dan menonton film dewasa, mengajak korban ke lingkungan yang dipenuhi orang-orang yang memaklumi seks bebas, dan hal lain yang dapat membuat korban menormalisasi pelecehan.

Picture of Vira Novyanti, S.Pd.
Vira Novyanti, S.Pd.

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *