Menyandang Gelar Q.H Di Tahun 2023
Karya: Eka Rahmaniah
Ahad 3 Juni 2023, aku menyandang gelar Q.H (Quran Hadits) gelar ini di dapatkan ketika aku selesai mengenyam pendidikan di salah satu Institute khusus agama yang cukup terkenal di Lombok, MDQH NW Anjani namanya yang bernaung di Pondok Pesantren Syaikh Zainuddin NW Anjani, Pondok Pesantren ini terletak di Lombok Timur yang di dirikan oleh seorang wanita yang bernama Ummy Hajjah Siti Raihanun Zainudin ‘Abdul Madjid beliau merupakan anak dari seorang ulamak besar yang bernama TGKH. Zainuddin ‘Abdul Madjid. Pondok Pesantren ini terbilang unik karena Laki-laki mengenyam pendidikan selama 4 tahun sedangkan perempuan selama 3 tahun, tapi kami sebagai murid tidak pernah mempermasalahkan itu karena kami yakin pada aturan yang diberikan oleh guru-guru kami, aku terbilang sangat beruntung pernah belajar di Pondok Pesantren ini karna diajar langsung oleh Masyaikh lulusan dari Makkah, pagi itu ahad 3 Juni 2023 kami berwisuda, kami disebut Mutakharrijin bagi laki-laki dan Mutakharrijat bagi perempuan, sedangkan wisuda kami di kenal dengan sebutan Ad-Zikrol Hauliyah.
Hari itu adalah hari terakhirku mengenyam pendidikan di Sekolah terbaikku, sanak saudara, sahabat, serta orang tua bersuka cita atas kelulusanku serta terharu atas sertifikat penghargaan hafizah 30 juz ditanganku, aku termenung sejenak apakah ini benar aku yang dulu sempat berputus asa ketika mengenyam pendidikan khusus agama ini…? Aaaarrgggghhh sudahlah ini benar-benar aku yang sudah berhasil melawan egoku, aku mengucapkan selamat untuk diriku sendiri atas keberhasilan yang kuraih, aku berhasil meraih gelarku diantara rentetan teman-temanku yang berhenti di tengah jalan dengan berbagai ujian perkawinan, ekonomi, bahkan kematian. Alhamdullilah atas segala nikmat yang Allah berikan kepada hambanya yang kerdil nikmat ini.
Kamis 10 Agustus aku mendapat panggilan untuk mengabdi di salah satu pondok pesantren yang cukup terkenal di lombok tengah jaraknya lumayan jauh dari rumah sangat jauh malah, aku mengiyakan panggilan itu karena pondok pesantren itu didirikan oleh salah satu Masyaikh ku di MDQH NW Anjani, petang tanggal 13 Agustus aku diantar oleh Ayahku menuju tempat pengabdianku, kami menempuh perjalanan selama 1 jam lebih, motor scoopy butut dengan ban yang sudah botak sanggup mengantarkan kami ketempat tujuan, aku tidak mempermasalahkan itu karena kami sudah bersaudara dengan kesederhanaan, kami sampai di tempat tujuan hamper isya raut wajah yang lelah disimpan rapi oleh ayahku kala itu, dia bangga karena secepat itu aku terpanggil menjadi seorang Ustadzah, di Pondok kami disambut hangat seperti keluarga sendiri, Alhamdulillah nikmat yang sangat luar biasa, ayahku pamit pulang dengan pesan semoga aku baik-baik saja serta menjadi tauladan yang baik pula, aamiin ucapku lirih.
Esok harinya, aku diajak keliling madrasah untuk perkenalan, karena madrasah ini cukup luas dengan lembaga yang cukup banyak juga, aku bersama ustadzah yang membersamaiku sampai di salah satu lembaga SMP dan kami langsung disuruh masuk ke kantor, di sana aku diberikan tugas mengajar di mata pelajaran Bhs arab karna aku lulusan sekolah yang hanya mempelajari bidang agama saja ujar kepala sekolahnya aku menerimanya tanpa ragu karena ini merupakan awal pengabdianku, sementara di asrama aku mendapat tugas untuk mengajar tajwid, nahwu,sharef, serta menjadi Pembina tahfiz, ini sedikit melelahkan sepertinya tapi aku pasti bisa melakukannya.
Untuk pertama kalinya aku masuk ke kelas 1 SMP, aku mengucap bismillah dengan wajah semangat walaupun sedikit deg-degan maklum pertama kali, sesampainya di kelas, wajah asing, muka yang masih polos, senyum sumringah kutemui dalam satu waktu, “Ustadzah baru” ucap salah satu santri dengan nada riang sembari menunjukku, aku menyambutnya dengan senyum,lalu aku memperkenalkan diri dengan sangat detail pada hari itu, mulai dari tempatku tinggal, alumni sekolah semuanya aku sebutkan dengan semangat, santri dan santriwati menerimaku dengan sangat baik, aku gembira sekaligus bahagia, iyaa ini adalah dunia baruku ucapku dalam hati, sebelum tiba waktu mengajar aku mengajak santri untuk bermain supaya tidak bosan dan ngantuk saat belajar, mulai dari tepuk tangan, bernyanyi, menghafal nama-nama benda dan masih banyak lagi, ternyata cara ini sangat ampuh untuk memperlancar aktifitas belajar mengajar di luar maupun dalam ruangan, alhamduillah semua aktifitas belajar mengajar berjalan dengan lancar dan disiplin.
Bel berbunyi menandakan waktu balik ke asrama telah tiba, kami berdoa menggunakan do’a pusaka lalu setelahnya kami beranjak bersama-sama ke asrama, sesampainya di asrama alarem yang menandakan semua santri harus secepat mungkin untuk bersiap-siap mengambil air wudlu, tanpa berlama-lama santriwati yang jumlahnya 550 orang dengan di bagi 14 kamar berlari ke tempat wudlu dengan diatur oleh ORSAS (Organisasi Asrama) secara tertib, shalat zuhur di laksanakan dengan tepat waktu dan disiplin, setelah shalat tibalah persiapan makan siang lalu setelahnya istirahat sampai asar, setelah shalat asar aku masuk ke salah satu ruangan santriwati untuk mengajar Nahwu, satu ruangan di tempati oleh 40 orang jadi yang kami ajar cukup banyak per kholaqoh, sesampainya di ruangan aku disambut dengan senyum gembira oleh para santriwati, senyum mereka menambah semangatku dalam mengajar, karna ini awal dari proses belajar mengajar di asrama, aku menyempatkan diri untuk menceritakan sejarah sekolah tempatku menuntut ‘ilmu dulu sebelum aku mengabdikan diri, ini bertujuan supaya mereka ingin melanjutkan pendidikan mereka di sekolah khusus agama, mereka mendengarkan ceritaku dengan sangat serius sampai kami tidak sadar jika jam belajar sudah habis, mereka menyayangkan jam belajar yang sangat cepat berlalu, mereka ingin mendengar lanjutan cerita yang seru itu katanya, aku berjanji melanjutkan cerita esok hari setelah menerangkan beberapa bab mengenai pelajaran Nahwu, dan mereka mengiyakannya.
Alarem berbunyi menandakan santriwati harus bergegas ke tempat berwudlu, aku lalu beranjak keluar dari ruangan santriwati sambil diserbu dengan tangan mereka yang meminta untuk bersalaman, setelah semuanya salaman aku mengontrol untuk persiapan mereka berwudlu sampai shalat magribnya, setelah shalat magrib aku duduk di salah satu tempat penanggung jawab tahfiz untuk menerima setoran hafalan al-quran santriwati yang mengikuti program tahfizul quran di asrama, program tahfiz berjalan sampai waktu isya setelah itu shalat lalu bersiap makan malam ketika jam 9, santri istirahat jam 11 dan itu waktu yang paling aku tunggu karena jam istirahat, pengasuh boleh istirahat jika santri sudah istirahat, huuuuh cukup melelahkan bukan…? Tapi selagi bisa menunaikan kewajiban itu sudah sangat luar biasa kebarokahannya, tidak ada sedikitpun sesal sampai saat ini ketika aku di percaya mengajar di tempat yang sangat jauh dari rumahku, ini adalah bentuk pengabdianku terhadap guruku, aku bangga sekaligus bahagia menjadi bagian dari perjuangan guruku menyebarkan agama melalu mendidik santri/santriwati dalam ber ’ilmu dan ber akhlak yang baik serta tidak melupakan jasa guru dan orang tua.