Merajut Cerita Seorang Guru – Puisi Diana Ros, S.Pd.

puisi guru

Merajut Cerita Seorang Guru
Karya: Diana Ros, S.Pd.


Barangkali pagelaran musim menaklik rapat menggarisi takdir buai membawa seonggok balada namun belum kunjung terlipat menuntaskan peluh
Sebab kini motor legenda usang yang diri cumbana saban hari menjadi teman cengkerama sua dengan riak saling membagi kisah tubuh
Menebar abdi sebagai pejuang sandang senjata sederet sastra bagi harkat pertiwi insan bhinneka tekuras adorasi membatukkan tempias helat lara bergerigi
Mengurat rapuh papan polos sampai siang telah berlumur, wajah nan kufur
Sejak memangku waktu dan sarayu berbanding laju, semesta menjadi saksi tuju padu merangkul asa anak sambil menyemai senyum

Dari dinding terdengar dengung eluh dan suka menitip hara setiap sudut menanti cantrik bertandang, menyinggah raga-raga bangku
Pun suara ingar-bingar kelas menyerupai lantunan bungah membuat gempar pasar menskomel gaduhnya himpunan kala bendu
Namun kepingan episode itu menerbitkan kurva bibir tertanda habis menggeliat bebas
Sorak-sarik terekam jelas menampilkan raharja tak melangitkan resah sebab penuntut rambu ilmu menunggu pulang membawa kabar restu bagi orangtua perlahan lara merangkak maju menjadi paradigma cinta, mejadikan mereka candu terpasung kasih bersama meninggikan mimpi sebilah langit

Pada bangku kelas nan repih merangum rinai-rinai manis, menitik jari-jari renik yang tersemat selaksa
Bernegoisasi pada pelik saat menghujam diri, menyampaikan sabda pendidikan sambil memapah cita pemimpi penuh ambisi pun rela mendedikasikan diri, menyuntai doa bersemi kilapan harapan negeri menjelma nyata
Membelai udara ranum aksara, bersama akar yang menjuntai menusuk pamrih dalam relung sejawat ika sampai tercipta ihwal melambung jauh tanpa pandang siapa yang akan menerjang tak terasa selama tungkai melangkah, diri masih membersamai sambaran perintis elmi merajut serpihan asa

Setiap puing-puing cerita lara dan suka tergores ditata baris.
raup- raup pun menggulung sajak, bersandar elegi
Tak menimbah ilusi, bangkit-terbit sengit hakikatnya suasana kini, sebab jemari ria mengukir diksi sukma dari pribumi sejati
Menumpah karsa yang terikat balada disambar raya dan riuh yang mengebu
Harapnya negeri melahirkan benih padmarini. Meluruhkan kebodohan yang menyergap wabah niscaya, sampai tak terulur kaku dan belenggu tak lagi kusut.


Medan, 4 November 2023

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *