MUSEUM RADYA PUSTAKA, NASIBMU DI KOTA BUDAYA

Kota budaya, Solo memiliki banyak sekali aset budaya yang tak ternilai harganya, salah satunya adalah Museum Radya Pustaka. Museum Radya Pustaka adalah museum tertua di Indonesia. Museum ini didirikan pada masa kejayaan Karaton Kasunanan Surakarta, pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono 1X. Museum ini didirikan oleh Patih KRH Sosrodiningrat 1V atas perintah Paku Buwono 1X pada tanggal 28 Oktober 1890. Museum ini menempati Lodji Kadipolo, yang merupakan rumah seorang Belanda bernama Johannes Busselar yang kemudian dibeli oleh Sri Susuhunan Paku Buwono  X sebesar 65 ribu Gulden.

Sebagai museum tertua di Indonesia, Museum Radya Pustaka menyimpan bermacam, koleksi yang mengagumkan dan mempunyai nilai sejarah, budaya, dan filosofi yang tak ternilai. Koleksi-koleksi yang ada di Museum Radya Pustaka sebagian besar merupakan peningggalan kejayaan sejarah budaya jawa dari masa Hindu-Budha hingga masa Karaton Mataram, baik Yogyakarta maupun Surakarta. Dengan jumlah koleksi yang mencapai ribuan, yang sebagian besar diantaranya berupa buku-buku, baik yang ditulis didalam huruf jawa carik maupun cap, atau yang ditulis dilam bahasa Indonesia atu bahasa asing, seperti Inggris, Perancis, Jerman dan terutama Belanda, tersimpan khazanah budaya Jawa yang tak habis digali.

Banyak diantara koleksi buku yang ada di Perpustakan Museum Radya Pustaka yang merupakan buku yang langka dan ditulis oleh tokoh-tokoh terkenal, seperti pujangga jawa Ronggowarsito dan Yosodipuro.

Koleksi lain yang dimiliki oleh Museum Radya Pustaka adalah patung-patung peninggalan masa Hindu-Budha di indonesia, koleksi wayang peninggalan Paku Buwono X, barang-barang peninggalan peninggalan Patih Sosrodiningrat 1V, Gubernur Jenderal Herman William Deandeles dan Pangeran Mangkunegoro dan senjata dan pusaka Karaton Surakarta. Di Museum Radya Pustaka terdapat juga koleksi yang benar-benar luar biasa antik, langka dan tak ternilai harganya, seperti relung Budha yang terbuat dari perunggu, pedang bergaya Eropa milik Raja Amangkurat II dari Kotagedhe, Yogyakarta, Canthik(hiasan kapal) Rajamala yang dibuat pada masa Paku Buwono 1V oleh putra mahkota dan orgel dan keramik hadiah dari Napoleon Bonaparte, penguasa Perancis untuk Paku Buwono ke IV.

Meskipun Museum Radya Pustaka terletak di jalan utama Kota Solo, yaitu jalan Slamet Riyadi, ternyata masih banyak masyarakat yang belum mengenalnya, apalagi mengunjunginya. Pengunjung Museum Radya Pustaka umunya adalah para siswa atau mahasiswa yang dtang untuk melakukan penelitian atau mengerjakan tugas.

Di waktu-waktu tertentu, sering datang pula turis asing dari mancanegara untuk melihat museum, yang sebagian dari mereka adalah para arkaelog atau orang yang belajar mengenai Jawa. Secara umum, turis yang datang ke Museum Radya Pustaka ternyata tahu banyak mengenai isi museum, Karena mereka biasanya sudah membaca lonely planet ( semacam buku panduan wisata) sebelum berkunjung.

Sungguh sangat disayangkan, apabila ternyata turis asing lebih memberikan atensi dan apresiasi terhadap budaya Jawa, dibanding dengan orang Jawa sendiri. Orang Indonesia pada umumnya lebih suka menghabiskan waktu liburan dengan mngunjungi pantai atau taman hiburan daripada mengunjungi museum yang terasa asing dan membosankan.

Kesadaran untuk rasa memiliki terhadap museum harus dibangkitkan semenjak kecil, dengan sering mengajak anak-anak ke museum, sehingga mereka akan terbisa dan bangga mengenal warisan bangsanya sendiri.

Sebagai Kota Budaya, dengan motto ‘Solo, The Spirit Of Java’, Pemkot Solo harus memberikan lebih banyak perhatian untuk Museum Radya Pustaka, sebagai salah satu  cagar warisan budaya Jawa. Apalagi beberapa tahun lalu sebagian koleksi Museum Radya Pustaka telah hilang dicuri bahkan sampai di temukan di Inggris, hal tersebut menunjukkan bahwa kekayaan budaya kita belum dijaga dan diapresiasi dengan semestinya oleh bangsa kita sendiri.

 

 

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *