PAUD Non-formal Butuh Kebijakan Yang Setara, Bukan Sekadar Wacana

OPINI   : PAUD Non-formal Butuh Kebijakan Yang Setara, Bukan Sekadar Wacana

Penulis : Wiwik Nuraini (Guru PAUD Non-Formal, KB MAWAR 09 Kab. Malang)

 

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan fondasi utama dalam pembangunan sumber daya manusia yang unggul. Di masa emas perkembangan anak, pendidikan yang tepat akan memberikan pengaruh jangka panjang terhadap kualitas kognitif, sosial dan emosional mereka. Namun, ironisnya pilar utama dari pendidikan ini terutama guru-guru PAUD non-formal seringkali berada dalam posisi yang paling terpinggirkan dalam sistem pendidikan nassional. Mereka mengabdi dengan dedikasi luar biasa, tetapi belum sepenuhnya mendapatkan pengakuan, perlindungan, maupun kesejahteraan yang layak dari negara.

Ketimpangan Pengakuan dan Perlakuan

PAUD terdiri atas dua jenis layanan : formal (TK) dan non-formal (KB, TPA dan SPS). Meskipun sama-sama berada dibawah naungan Direktorat PAUD Kemendikbudristek, terdapat ketimpangan yang sangat mencolok dalam hal kebijakan dan dukungan, khususnya bagi lembaga non-formal. Para guru PAUD non-formal, meskipun memiliki beban kerja, tanggung jawab dan peran yang tak kalah penting dari guru di lembaga formal, seringkali tidak diakui secara utuh sebagai pendidik profesional dalam sistem birokrasi.

Sebagian besar dari mereka belum mendapatkan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), tidak masuk dalam daftar penerima tunjangan profesi, dan tidak memperoleh akses terhadap pelatihan dan pengembangan kompetensi yang terstruktur. Bahkan, status kepegaiwaian mereka seringkali tidak jelas, tidak sebagai PNS, PPPK dan tidak pula sebagai honorer yang dijamin undang-undang. Mereka ada, bekerja dan bertahan hanya karena komitmen moral dan rasa cinta terhadap anak-anak generasi penerus bangsa.

Honor yang Jauh dari Kata Layak

Masalah kesejahteraan guru PAUD non-formal adalah luka lama yang dibiarkan terbuka. Berdasarkan berbagai survey dan laporan lapangan, banyak gurur PAUD non-formal yang hanya menerima honor antara Rp. 100.000 hingga Rp. 300.000 perbulan. Jumlah yang tidak mencukupi untuk kebutuhan dasar pribadi, apalagi untuk kebutuhan pokok keluarga. Ketergantungan terhadap dana swadaya masyarakat atau iuran orangtua atau walimurid membuat posisi guru PAUN non-formal sangat rentan. Mereka kerap menjadi korban ketidakstabilan ekonomi lembaga, tanpa perlindungan hukum yang memadai.

Padahal, dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dijeaskan bahwa setiap guru berhak memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum serta jaminan sosial. Tetapi sayangnya implementasi kebijakan ini masih sangat jauh menjangkau guru-guru PAUD non-formal.

Kebijakan yang Belum Berpihak

Berbagai program dan kebijakan pemerintah, seperti BOSP PAUD dan Dana Alokasi Khusus (DAK) non-fisik, belum sepenuhnya menyentuh aspek kesejahteraan guru secara langsung. Sebagian besar dana tersebut digunakan untuk operasional lembaga, sarana-prasarana, dan pengembangan anak. Sementara itu, nasib guru tetap dibiarkan menggantung, seolah urusan kesejahteraan adalah tanggung jawab lembaga bukan tanggung jawab negara.

Permasalahan ini diperparah oleh tidak adanya regulasi tegas yang mengatur tentang standar gaji dan perlindungan kerja guru PAUD non-formal. Dalam praktiknya, pemerintah pusat menyerahkan sebagian besar tanggung jawab pembinaan dan pembiayaan kepada pemerintah daerah. Namun, tidak semua daerah memiliki anggaran maupun kemampuan politik yang kuat untuk mengakomodasi kebutuhan guru PAUD.

Butuh keberpihakan Nyata

Sudah saatnya pemerintah menghentikan wacana dan mulai bergerak pada tataran aksi konkret. PAUD non-formal tidak boelh terus berada di pinggir jalan pembangunan pendidikan nasional. Diperlukan reformasi kebiajakan yang berpihak, dengan langkah-langkah berikut :

  1. Pengakuan Legal Formal

Semua guru PAUD, baik formal mmaupun non-formal, herus memiliki pengakuan resmi sebagai pendidik profesional. Pemberian NUPTK secara adil dan merata adalah langkah awall yang penting untuk membuka akses mereka terhadap berbagai program pemerintah.

2. Standarisasi Honor Minimum

Pemerintah pusat perlu menetapkan standar minimal honorarium guru PAUD non-formal, yang harus diikuti oleh pemerintah daerah. Honor tersebut setidaknya setara dengan Upah Minimum Regional (UMR) sebagai bentuk penghargaan atas peran mereka.

3. Skema Jaminan Sosial dan Kesehatan

Guru PAUD non-formal juga berhak mendapatkan akses terhadap BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan secara gratis atau bersubsisi. Ini adalah bentuk perlindungan sosial dasar yang sangat dibutuhkan mereka

4. Program Pelatihan dan Sertifikasi

Pengembangan kapasitas guru harus dilakukan secara berkelanjutan melalui pelatihan dan sertifikasi yang disubsidni negara. Hal ini bukan hanya meningkatkan kualitas pembelajaran, tetapi juga pengakuan terhadap peran guru dalam mencerdaskan kehidupan bangsa serta dalam profesinya sebagai tenaga pendidik yang kompeten,berdaya, terhormat dan diakui secara profesional dan terlindungi secara hukum.

5. Pendekatan Multi-level Pemerintahan

Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi, bukan saling melempar tanggung jawab. Pemerintah pusat bisa menetapkan kebijakan dan anggaran dasar, sementara daerah menyesuaikan implementasi sesuai konteks lokal.

 

 

Kesimpulan :

Jangan Abaikan Fondasi Bangsa

Negara yang besar tidak hanya membangun infrastruktur fisik, tetapi juga memperhatikan pembangunan manusia sejak dini. Guru PAUD non-formal adalah penjaga gerbang masa depan, pembentuk karakter anak-anak bangsa sejak mereka belum mengenal aksara. Mengabaikan mereka sama dengan mengabaikan kualitas generasi mendatang.

Pendidikan adalah hak setiap warga negara, dan kesejahteraan guru adalah prasyarat utama agar hak itu dapat terpenuhi dengan baik. Kebijakan tidak boleh berhenti pada dokumen dan pidato saja, tetapi harus terwujud dalam perlakuan yang adil, setara dan manusiawi bagi semua guru tanpa terkecuali. PAUD non-formal tidak boleh terus menjadi anak tiri dalam keluarga besar pendidikan nasional. Kini saatnya membuktikan bahwa negara hadir. Bukan sekadar lewat kata, tetapi lewat kebijakan nyata.

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *