Pendidikan karakter menjadi pilar yang masih runtuh dalam pendidikan di indonesia

Pengantar

Pendidikan karakter menjadi dasar atau fondasi penting dalam dunia pendidikan bukan sekadar pelengkap dalam kurikulum, tetapi fondasi utama dalam mencetak generasi yang bukan hanya cerdas secara intelektual, namun juga beretika, bermoral, dan berkepribadian unggul. Dalam konteks Indonesia, pendidikan karakter bahkan menjadi bagian dari amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Namun, pada kenyataannya, pendidikan karakter di sekolah-sekolah masih jauh dari harapan. Banyak guru dan siswa belum memenuhi standar pendidikan karakter, yang terlihat dari berbagai kasus penyimpangan perilaku yang viral di media sosial. Revitalisasi pendidikan karakter menjadi mendesak agar bangsa ini mampu mencetak generasi yang mampu bersaing secara global tanpa kehilangan jati diri.

 

Pembahasan

Pentingnya pendidikan karakter

Pendidikan karakter berfungsi sebagai pondasi utama dalam membangun peradaban bangsa. Menurut Lickona, pendidikan karakter mengajarkan kebajikan moral seperti kejujuran, tanggung jawab, dan rasa hormat, yang menjadi bekal anak untuk sukses di kehidupan sosial maupun profesional. Lebih jauh, Tilaar menegaskan bahwa pendidikan karakter adalah jawaban atas krisis multidimensional yang dialami Indonesia mulai dari korupsi yang merajalela hingga dekadensi moral generasi muda. Hasil riset juga membuktikan bahwa pendidikan karakter berdampak positif terhadap prestasi akademik siswa. Studi Zhou et al. menyatakan bahwa kesejahteraan emosional yang tumbuh dari lingkungan pendidikan berkarakter turut meningkatkan capaian akademik siswa.

Oleh karena itu ada beberapa hal yang menjadi faktor penghambat pendidikan karakter belum terlaksana dengan baik yaitu :

  1. Guru belum menjadi teladan

Guru adalah figur sentral dalam pendidikan karakter. Namun, banyak guru sendiri yang belum menjalankan peran ini secara maksimal. Sebuah studi dari Zhou, M., et al dalam Educational Psychology Review menemukan bahwa sebagian guru mengalami kelelahan emosional dan stres, yang akhirnya berdampak pada interaksi mereka dengan siswa. Jika guru kehilangan semangat dan keseimbangan emosional, bagaimana mereka bisa menjadi teladan karakter yang kuat?

  1. Lingkungan sekolah yang tidak mendukung

Pendidikan karakter tidak bisa hidup di ruang kelas yang kaku dan otoriter. Namun, survei dari Rahman dalam relevansi kurikulum pendidikan indonesia terhadap keterampilan abad 21 nasional menunjukkan bahwa masih banyak sekolah di indonesia yang cenderung represif dalam mendidik siswa, lebih menekankan disiplin ketat ketimbang dialog dan pembinaan nilai.

  1. Pengaruh budaya digital dan globalisasi

Menurut Tilaar Anak-anak masa kini hidup dalam budaya digital yang kerap menawarkan nilai-nilai individualisme, konsumerisme, dan kekerasan. Tanpa filter yang kuat dari pendidikan karakter, generasi muda Indonesia rentan tergerus arus globalisasi yang kadang bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa.

Contoh kasus nyata

Salah satu contoh nyata kegagalan pendidikan karakter adalah kasus perundungan brutal di SMK Negeri 2 Makassar yang viral pada Februari 2024. Dalam video yang tersebar, tampak seorang siswa dikeroyok oleh teman-temannya di dalam kelas tanpa ada upaya pencegahan dari guru atau pihak sekolah. Kasus ini menjadi sorotan nasional karena mencerminkan kegagalan sistemik dalam membentuk karakter siswa.

Kasus ini bukan yang pertama. Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa sepanjang 2023, ada lebih dari 200 kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah.

 

Solusi Revitalisasi Pendidikan Karakter

  1. Peningkatan kompetensi sosial-emosional guru

Menurut Sahlberg, Guru harus dibekali pelatihan tentang pengelolaan emosi, komunikasi asertif, dan metode pembelajaran berbasis nilai. Negara seperti Finlandia telah berhasil mengimplementasikan pendidikan karakter dengan memulai dari pelatihan guru secara sistematik sehingga pendidikannya tertata dan terorganisir baik secara akademik dan karakter.

  1. Mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kurikulum secara holistik

Pendidikan karakter tidak cukup sebagai mata pelajaran tambahan, tetapi harus terintegrasi dalam seluruh proses pembelajaran, mulai dari matematika hingga pendidikan jasmani. Lickona menyebut ini sebagai pendekatan yagn “komprehensif sekolah penuh”. Semua mata pelajaran harus mengaitkan pendidikan karakter di dalamnya agar target untuk menghasilkan siswa ynag berkarakter itu terukur dan tercapai.

  1. Kolaborasi orang tua dan masyarakat

Pendidikan karakter harus diperkuat melalui kemitraan antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Program seperti “Parenting School” dan kampanye kesadaran publik penting digalakkan agar pendidikan karakter tidak berhenti di pagar sekolah tetapi dimanapun bisa dapat diterapkan.

  1. Pemanfaatan media digital sebagai sarana edukasi

Alih-alih menolak budaya digital, pendidikan karakter perlu memanfaatkannya untuk menyebarkan nilai positif. Menurut Prensky Platform edukatif seperti edutainment atau game-based learning yang mempromosikan nilai moral dapat menjadi sarana efektif di era sekarang.

 

Kesimpulan

Pendidikan karakter adalah kebutuhan mendesak dalam sistem pendidikan Indonesia yang tengah menghadapi krisis moral dan sosial. Pentingnya pendidikan karakter sudah diakui, namun implementasinya masih terhambat oleh lemahnya kapasitas guru, budaya sekolah yang otoriter, dan arus globalisasi yang tidak terkendali. Revitalisasi pendidikan karakter harus dimulai dari reformasi pelatihan guru, integrasi nilai karakter ke dalam semua aspek kurikulum, pelibatan masyarakat, dan pemanfaatan teknologi secara bijak. Indonesia hanya akan mampu mencetak generasi unggul jika pendidikan karakter ditegakkan bukan hanya dalam wacana, tetapi dalam setiap tindakan nyata di ruang kelas dan masyarakat.

 

Daftar Pustaka

  • Lickona, T. (1991). Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. Bantam.
  • Piaget, J. (1973). To Understand Is to Invent: The Future of Education. Grossman.
  • Prensky, M. (2010). Teaching Digital Natives: Partnering for Real Learning. Corwin Press.
  • Rahman, A. (2021). Relevansi Kurikulum Pendidikan Indonesia terhadap Keterampilan Abad 21. Jurnal Pendidikan Nusantara, 7(2), 45-58.
  • Sahlberg, P. (2015). Finnish Lessons 2.0: What Can the World Learn from Educational Change in Finland? Teachers College Press.
  • Tilaar, H. A. R. (2012). Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia. PT Remaja Rosdakarya.
  • Zhou, M., et al. (2022). Linking teachers’ well-being to students’ academic achievement: A meta-analytic review. Educational Psychology Review.
  • https://news.detik.com/berita/d-7166995/kronologi-lengkap-siswa-smk-di-makassar-dipukuli-ramai-ramai-hingga-guru-kena-sanksi

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *