Dalam menjalankan setiap aktivitas, perlu adanya keikhlasan dalam setiap perjuangan. Jatuh, bangkit, jatuh, bangkit lagi mencoba menyelesaikan perdebatan dalam pikiran. Bahkan ketika segala hal dirasa menjauh dan kurang menerima keberkahan, disisi lain terdapat hadiah manis yang sederhana namun bermakna. Aku menemukannya diantara reruntuhan bangunan ketabahan yang roboh akibat kekuranganku.
Aku adalah seseorang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan kurang lebih sekitar 5 tahun lamanya. Awal menjadi pendidik, Aku mengalami berbagai permasalahan klasik seperti pengelolaan kelas, konsep mengajar dan lain-lain. Bahkan hingga saat ini pun perasaan gagal dalam mendidik cukup besar menghantuiku. Merasa gundah, khawatir ilmunya tidak tersampaikan dengan baik dan puncaknya muncul rasa jenuh akan aktivitas yang berulang dari hari ke hari. Sehingga benar adanya, manusia perlu “imun” untuk pemantik semangat. Mengisi kotak bahagia yang perlu di charge kembali. Dan hal simpel yang dirasa sepele ternyata mampu menjadi chargernya.
Seperti biasa, Aku duduk diruang guru sembari mengerjakan tugas. Cukup jenuh ditengah perjuangan yang tidak mudah, menghadapi segala faktor dan resiko sebagai bagian dari pendidik dan manusia yang terjun ke masyarakat. Dalam kondisi tersebut, terkadang membawaku menyerah dan mencoba berhenti dalam lingkungan tersebut. Ya, Aku lelah. Namun, dibalik maju-mundur keyakinan, terdapat sejuta cinta yang tanpa sengaja tertanam ke dalam hati anak-anak. Rasa cinta yang mereka berikan memberikan pemantik semangat ditengah perperangan antara diri dan diri saja. Pikiran beradu argumen antara lanjut atau menyerah.
Dahulu, Aku cukup skeptis tentang kebenaran anak-anak yang mampu merasakan niat guru-gurunya ketika mengajar. Sekarang, Aku tidak menyangkal akan hal ini. Aku mengalaminya, tanpa disadari telah menebarkan bibit kebaikan ke dalam hati mereka. Aku luluh dengan perilaku mereka, tapi rasa ketidak-pantasan diri ini menjadi pemberat sebagai penerima nya.
Anak-anak rupanya memiliki niat ikhlas dalam memberi, tanpa diminta ataupun diarahkan. Hari ini, anak-anak berlarian menghampiri dan memberikan sesuatu yang orang dewasa pun mungkin luluh dibuatnya. Terkesan sederhana, hanya secarik kertas yang ditulis dengan pensil belajarnya, kertas warna yang dibentuk-bentuk, gambar-gambar sebagai pemanis surat, hiasan stiker tempel, beberapa permen dan bunga kertas. Bagi orang dewasa, hal seperti itu terkesan lucu dan biasa saja. Tapi tahukah kamu, usaha-usaha itu dibuat dengan niat dan ketulusan dari seorang anak yang bahkan belum baligh di usianya. Tulisan yang cukup singkat dan tertuang rasa sayang disetiap goresan pensilnya. Mereka dengan sukarela memberikan hadiah sederhana, tapi tidak sesederhana tampilannya. Tulisan tersebut merupakan bagian dari penyembuh dari jiwa yang lara. Inilah salah satu alasan untuk terus bertahan ditengah perdebatan hati dan kehidupan. Terlepas dari permasalahan finansial yang bukan rahasia umum lagi, Aku akhirnya kalah dengan ketulusan dan rasa sayang anak-anak yang dicurahkan. Senyumnya berhias ketulusan menjadikannya pemandangan yang indah, hangat rasanya. Tidak sanggup untuk membayangkan betapa merasa bersalahnya melihat air mata anak-anak jika harus berpisah ditengah kehangatan. Dalam hati, Aku selalu menguatkan diri untuk selalu bersyukur dan ikhlas. Sadarilah, dibalik dinginnya dan peliknya perjalanan hidup, terdapat hangatnya dekapan dalam menguatkan.
Terima kasih anak-anak. Kalian adalah pemantik ditengah keraguan seorang guru sepertiku. Semangat untuk Aku dan kalian yang masih merasakan keragu-raguan dan insecure diri. Kalian berharga tanpa disadari.
.
Dari Ummat yang lemah tanpa Allah SWT,
-NSW