<span;>Peran Penulis di Era AI
<span;>
<span;>Apa yang harus di khawatirkan, jika sunnatullah sudah menjadi bagian dari kehidupan dunia ini? toh sebuah pertanyaan sepaket dengan jawabannya.
<span;>
<span;>Kemunculan AI sudah sejak lama dihembuskan, pada saat itu seolah baru sebatas hayalan dan kenyataannya saat ini AI hidup berdampingan dengan manusia yang akan menjadi penawaran lazim sebuah “kepribadian baru” atau kita mengenalnya dengan istilah State of being seperti yang ditulis oleh Dr. Joe Dispenza dalam Breaking The Habit Of Being Your Self. ketika kita sedang berada dalam “state of being baru” maka akan menciptakan “kepribadian baru” dan kepribadian baru akan menciptakan “realitas pribadi baru”, disinilah peran penting seorang penulis di era AI, penulis seperti menjadi koki yang memberi racikan cita rasa pada masakan apapun.
<span;>
<span;>Dunia ini akan terus bergerak menjalani takdirnya, sebagai manusia yang diberi akal dan fikiran sepatutnya dapat ambil bagian berperan aktif menyikapi segala hal yang terjadi melalui karya tulis yang menyentuh dan bermakna bukan kekuatiran dan ketakutan yang terlihat lebay terlalu di dramatisir krena kita membangun benteng pada diri sendiri, kemalasannya untuk berusaha mengetahui perkembangan zaman dan mencari solusi.
<span;>
<span;>Jangan salah, ibarat sebuah benteng yang terlihat kokoh dan melindungi padahal sebaliknya, dengan kita membentengi diri kita akan membuat diri kita terkungkung dan terisolasi, alangkah baiknya jika kita dapat membuka diri, mencari sekutu(teman), dan bergaul dengan perubahan. pada zaman ini justru bangunan benteng bukan lagi sebuah tempat aman atau simbol kemegahan melainkan bangunan yang dapat memenjarakan dan melemahkan diri menjadi sasaran tembak musuh membombardir.
<span;>
<span;>AI bukan musuh bagi penulis akan tetapi peran AI dapat ditata untuk menambah estetika dan bobot karya penulisan.
<span;>AI atau Kecerdasan buatan baru ini ada yang menyebutnya juga dengan Istilah Akal Imitasi, dalam State of being, “kita bisa bergerak dari berfikir lalu merasakan dan menjadi”, disinilah kita tidak perlu membuang energi kekuatiran atau ketakutan pada AI karena AI tidak mempunyai kemampuan menulis sampai pada “Merasakan” kedalaman makna. realitas baru yang tercipta dengan kehadiran AI dapat difungsikan menjadi alat pendukung kerja manusia, terlepas AI pun akan seperti dua mata pisau yang tajam terhunus menjadi kemaslahatan atau kemudharatan tergantung manusia yang memfungsikannya.
<span;>
<span;>Siklus yang terjadi kehadiran AI berjalan bersamaan dengan kehidupan manusia di era peradaban modern yang serba cepat ini, seperti peran Ligan dalam Otak dan Tubuh manusia, dimana AI sebagai Neurotransmiter menjadi kurir digital yang mengirim olahan kreatif pada otak manusia ke berbagai kelenjar tubuh untuk menghasilkan hormon/refrensi karya, kontrol perasa tetap pada manusia karena tidak dapat diwakili oleh AI, contoh kelenjar seksual, neurotransmiter akan menstimulan jaringan syaraf yang menciptakan daya pada fikiran akan tetapi rasa cinta, kasih sayang dan orgasme yang sesungguhnya itu hanya dapat dimunculkan oleh jiwa manusia bukan oleh AI.
<span;>
<span;>Peran penting seorang penulis sangat dibutuhkan di era AI saat ini sebagai penyempurna daya makna dan rasa pada karya apapun jenisnya.