Pertemuan dengan Sang Penjaga Kalam – Cerpen Nazwa Mesya Sabila

puisi guru

Pertemuan dengan Sang Penjaga Kalam
Karya: Nazwa Mesya Sabila


Pada setiap detik yang telah ditentukan, pada alur cerita yang telah di gariskan & pada setiap pertemuan yang berujung perpisahan. Tiada lain & tiada bukan manusia di pertemukan hanya untuk saling mengambil pelajaran satu dengan yang lainnya.

Melalui sebuah kalimat “Khoirunnas anfa’uhum linnas(sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya) “. Alhamdulilah garis takdir membawa saya pada sebuah telaga ilmu, tempat yang suci Nan mulia.

Tempat dimana kalam-kalam nya terdengar begitu indah bahkan pada sudut- sudut bangunan yang sederhana lisan itu tak berhenti mengulang- ngulang kalam-Nya. Pada setiap malam nya terdengar pula lirihan yang begitu sendu diatas hamparan sajadah, di aula masjid yang tak begitu megah namun suasananya sangat begitu syahdu seolah-olah semua penghuninya adalah calon ahli Jannah.

Disebelah pesisir Selatan Provinsi Jawa Barat berbatasan dengan Samudra Hindia, Negeri yang disebut dengan “Kota Santri” berkat perjuangan dari Raden Djadjasana ketururunan sunan talaga yang telah menyebarkan agama islam dengan damai, kota”tjianjoer” atau yang sekarang dikenal “Cianjur” adalah kota yang menjadi tempat saya Berkhidmah.

Disinilah semuanya dimulai, 365 hari yg berbeda, 365 hari yang amat berharga. Cahaya matahari yang masuk tanpa permisi melalui celah- celah jendela kamar, udara pagi yang begitu segar hamparan sawah yang begitu hijau serta suara cicit burung yang berkicauan pertanda hari baru telah dimulai, sekejap aku terpesona pada panorama Gunung Panggrango yang menjulang tinggi ditambah kumpulan awan yang menari nari disekelilingnya serta lukisan langit yang begitu indah . Berapa indahnya ciptaan sang Maha Kuasa, begitu sempurna tanpa ada cacat samasekali.Rasanya kalimat “Fabiayyi’alai robbikuma tukadziban” tidak akan pernah berarti jika kita kita tak pernah mau mentaddaburi setiap nikmat yang Allah beri.

Hari ini adalah hari paling dinanti, hari dimana langkah langkah kecil itu memulai mengejar mimpi,hari dimana para mujahid & mujahidah berkumpul kembali untuk satu tujuan yang sama yaitu menjadi Hafidz & Hafidzah kebanggaan dunia & akhirat.

Deraian air mata tak kunjung reda pelukan hangat serta bisikan -bisikan lembut dan kata kata penyemangat turut ku saksikan hari itu. Betapa begitu beratnya melepaskan si buah hati yang kini berkamuflase menjadi seorang mujahid & mujahidah pejuang ilmu pemberantas kebodohan , mungkin satu atau dua tahun ke belakang aku pun ada di posisi itu & ayah ibu ku juga begitu.

Ku beranikan diri ini untuk menyapihnya, memberi ketenangan seolah semuanya akan baik baik saja sembari memberi senyuman paling terbaik ku ulurkan tangan ku dan berkata “Assalam’ualaikum, ade siapa namanya? “

Tak terdengar jawaban sama sekali dari mulut kecilnya, ooh ternyata dia masih larut dalam kesedihannya, baiklah ku ulangi sekali lagi

“Assalamu’alaikum”

“Waalaikumsalam” Jawabnya

“Ade namanya siapa? “

“Syila” dengan sedikit malu-malu sambil menundukan kepala

“Ok syila, ini ustazah Nazwa insyaallah ustadzah akan jadi pembimbing syila satu tahun kedepan yaa”

Tak ada jawaban lagii dari mulutnya, hanya anggukan kepala saja sesekali ia pun melirik pasang mata ini lalu kembali lagi pada objek yang lain. Baik lah awal yang tak begitu buruk untuk memulai sesuatu yang baik. Setelah ini akan ku pikirkan pendekatan yang lebih dekat lagi, karena bukan satu santri saja yang ku urus melainkan berpuluh puluh santri.

Tak pernah terlintas dalam benakku sebelumnya, tak pernah terbayang akan jadi seperti apa nantinya, Namun kurasa ini adalah skenario Tuhan yang begitu indah garis takdir yang sudah tertulis berjuta tahun lamanya. Bagaimana tidak? Sebelumnya aku tak pernah merasa se bergetar ini ketika berinteraksi langsung dengan Alqur’an, seolah jiwaku tergelincir hanyut didalamnya apalagi ketika ku dengar lantunan lantunan itu disetiap sudut bangunan begitu syahdu solah syair syair para pujangga pun tak bisa menandingi keindahanNya.

Sejenak aku merenung dan berkata pada diriku sendiri kemana aku selama ini? Apakah aku sudah begitu jauh? Seolah semuanya terasa asing? Padahal lembar lembar ukhrowi itu adalah bahasa cintaNya untuk setiap masalah yang ku alami. Dan disinilah aku gagal memahami. Ternyata memang benar bahwa Rabbku tak pernah salah dalam melukiskan setiap takdir terbaik bagi hambaNya. Seiring berjalannya waktu aku mulai paham mengapa Allah menyeret ku ke tempat ini, tiada lain dan tiada bukan adalah agar aku semakin jauh mengenal Nya, karena aku sudah terlalu jauh dari Nya melalui perantara sang penjaga kalam Nya, seorang Hafidz dan Hafidzah yang sholihndan sholihah

Awalnya aku mengira bahwa aku yang akan mengajari mereka banyak hal, tapi ternyata aku salah merekalah yang mengajari aku banyak hal melalui bahasa cinta yang sederhana. Ketika keadaan ku sedang memburuk mereka selalu menyemangati ku dengan hal hal yang tak terduga seperti memberi barang barang berharga yang mereka punya, berbagi makanan yang mereka makan atau pun selalu menyelipkan surat didalam quran ku tanpa sepengetahuan ku. Terlihat bagitu sederhana namun eksistensinya begitu berharga.

Seperti surat ini contohnya kata katanya begitu tulus yang dia do’akan adalah hal yang begitu berharga daripada dunia dan seisinya. Masih banyak lagi surat surat yang lainnya tapi tak bisa ku perlihatkan satu satu yang jelas surat surat itu adalah bahasa cinta paling sederhana dan amat berharga bagiku.

Dalam hidup pasti kita selalu dihadapkan pada 2 pilihan tertinggal atau ditinggal, berjuang atau menyerah serta bahagia atau bersedih. Dan pastinya semua itu slalu berdatangan silih berganti tak pernah terduga sama sekali seperti masalah yang slalu hadir tanpa permisi.

Suatu hari di jam istirahat semua santri pergi ke kantin setelah melaksanakan salat zuhur berjamaah. Namun ada 4 orang santri yang berencana untuk kabur dari pesantren. Mereka keluar melalui gerbang utama tanpa sepengetahuan siapapun.

Berbarengan dengan hal itu pula aku sedang disibukan dengan tugas tugas dari pesantren karena akan mengadakan acara yang begitu besar sehingga fokus ku terbagi menjadi dua. Naasnya aku diberi kabar bahwa ternyata 4 santri ini telah pergi begitu jauh dari lingkungan pesantren tanpa menggunakan kendaraan sekalipun mereka berjalan kaki dan lebih khwatirnya lagi mereka masih dini untuk pergi begitu jauh tanpa pengawasan orang dewasa. Mendengar kabar itu hatiku begitu rapuh, rasa khwatir tak yang begitu dalam aku merasa gagal karena aku lalai sehingga mereka pergi tanpa sepengetahuan ku dan luput dari pengawasan ku.

Di hari itu pula telpon berdatangan dari mana mana, dari pihak sekolah apalagi dari pihak keluarga santri tersebut aku yang berusaha tenang menghadapi permasalahan ini walaupun sebenarnya hatiku juga tak pernah bisa merasa tenang. Berusaha untuk bisa menjawab setiap pertanyaan pertanyaan dari berbagai pihak agar mereka tak perlu merasa khwatir karena pihak pesantren pasti akan berusaha sebaik mungkin agar mereka kembali dengan selamat.

Terhitung dari dua jam setelah kejadian itu, doa doa selalu dipanjatkan dan ikhtiar pun kerap kali di lakukan alhamdulillah mereka kembali dengan selamat berkat pertolongan Allah yang maha Kuasa melalui tangan tangan hamba nya. Rasa syukur tak luput aku panjatkan ternyata Allah masih melindungi mereka dalam keadaan sehat walafiat tanpa cacat sekalipun. Ku dekap mereka begitu hangat, tak terasa air mata ku jatuh tanpa permisi.

“Kalian darimana saja? Ustadzah sangat khwatir disini”.tanya ku begitu lirih

” Engga dari mana mana ustadzah, kita tadi abis main main sebentar hhe iyaa kan? “. Jawab salah satu santri

” Iyaa bener ustadzah, kita ga kenapa kenapa kok, ustadzah kenapa nangis? ” . Timpal yang lainnya

“Ustadzah khwatir, takut kalian kenapa kenapa”

” Engga kok kita ga kenapa kenapa kita kan kuat hhe” . Jawab salah satu santri sambil tersenyum lebar seolah tanpa dosa.

“Lain kali jangan diulangi lagi ya, tidak baik keluar tanpa izin itu berbahaya. “

“Baik ustadzah kita janji” . Kata mereka kompak

“Janji apa? “

“Janji ga akan mengulangi kesalahan yang sama lagi”.

” Ok bagus! Sekarang pergi ke kamar bersih bersih dulu sebentar lagi mau masuk waktu solat Asar”.

“Ok ustadzah ku yang cantiik!!! “

Ahh begitulah kira kira mereka, mau senakal apapun aku tidak pernah bisa marah sebab mereka selalu punya cara tersendiri untuk membuat ku tersenyum kembali. Mungkin itu adalah salah satu penggalan kisah ku ditahun 2023 begitu banyak kejadian kejadian yang amat begitu berharga yang bisa aku ambil hikmah nya dan tak bisa ku ceritakan semuanya.

Tapi apapun itu telah ku peluk erat semua kejadian yang terjadi pada hidupku, baik itu yang menyenangkan ataupun yang kurang menyenangkan sama sekali. Sebab setiap permasalahan yang terjadi kemarin itu lah yang menjadi kan ku yang hari ini aku dengan versi terbaikku.

Satu hal yang amat ku pelajari dari hari hari kemarin adalah tentang menjadi Madrosatul ula yang terbaik, menjadi jendela mereka untuk melihat dunia, menjadi atap untuk berteduh, menjadi rumah untuk mengadu, menyaksikan langkah langkah kecil itu mengejar mimpi nya menjadi bagian dari mereka untuk menggapai masa depannya.

Ternyata ilmu parenting itu sangat mahal, saking mahalnya kita tidak bisa mempelajari nya hanya satu tahun dua tahun tapi seumur hidup, selagi nafas ini masih diizinkan untuk berhembus. Kini telah sampailah aku pada penghujung cerita, penghujung kisah yang bermula dari kasih bersama orang orang terpilih.

Diatas naungan gunung Pangrango yang menjulang begitu tinggi langit senja begitu indah dibalut dengan warna orange kemerah menahan dengan kumpulan awan yang menari nari menambah kesan aestetik pemandangan sore ini. Seolah waktu engga untuk beranjak padahal matahari sudah mulai tenggelam menuju perasaannya begitu pula dengan aku dan sang penjaga kalam. Tak terasa waktu ku sudah habis masa pengabdian ku yang tinggal menghitung beberapa hari. Ku sampai kan berita ini pada mereka tanpa kusangka mereka menangis tersedu sedu seolah aku tak boleh pergi dari tempat ini. Tapi mau bagaimana lagi aku juga punya tujuan lain yang harus aku tuju, impianku yang harus aku kejar. Aku sangat berterimakasih sebanyak banyak nya pada setiap elemen yang ada di tempat ini. Termasuk para penjaga Kalam itu yang telah mengajari aku banyak hal.

Alhamdulillah telah ku tunaikan petuah dari para penggembara besar dunia Seperti Imam Syafi’i, Imam Al-Ghazali, Ibnu Batutah dan petuah dari K. h. Encep Hadiana pastinya mungkin kalau bukan lewat pusaka ilmu yang beliau ajarkan dulu sewaktu di pesantren aku bukanlah aku yang bisa menulis paragraf ini dengan sempurna.

Salah satu petuah yang selalu aku ingat dari beliau adalah “Hidup ini adalah sebuah perjalanan, maka untuk menentukan perjalanan yang baik arah lebih penting daripada kecepatan”

Kemanapun nanti arah membawaku pergi, kemanapun nanti ombak membawaku berlayar aku akan selalu percaya bahwasannya Rabbku adalah nahkoda terbaik. Dia akan menuntunku dan tak akan pernah meninggalkan ku selagi aku masih dekat dengan-Nya. Tapi akan selalu ku pastikan bahwa setiap perjalananku aku tak akan pernah melepaskannya dari pena jemari ku. Aku akan selalu mengukir nya melalui diksi diksi indah yang ku tuangkan dalam sebuah tulisan. Sebab aku percaya menulis adalah bentuk sebuah keabadian. Jika suatu saat nanti raga ini telah terbujur kaku di alam kubur maka tulisanku akan tetap abadi di hati para pembaca nya nanti.

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *