Potret dan Harapan Kesejahteraan Guru di Indonesia

Potret dan Harapan Kesejahteraan Guru di Indonesia

Heri Budianto

MAN Sumenep

 

Guru menjadi salah satu bagian penting dalam tatanan kesinambungan sistem pendidikan dan memiliki peran kunci dalam menciptakan generasi yang berkualitas. Namun, di Indonesia, persoalan kesejahteraan guru masih menjadi masalah yang perlu diselesaikan secara komprehensif. Kesejahteraan yang dimaksud meliputi kebutuhan finansial, sosial, dan pengembangan profesional para guru. Situasi kesejahteraan ini berpengaruh tidak hanya pada motivasi dan kinerja tenaga pengajar, tetapi juga terhadap kualitas pendidikan secara keseluruhan (Hasanah & Zainuddin, 2024).

Kondisi kesejahteraan guru sangat terlihat pada guru honorer, yang mayoritas mendapatkan penghasilan di bawah standar hidup yang layak. Gaji mereka sering kali menyentuh nominal di bawah standar berkisar antara Rp. 300.000 hingga Rp1.000.000 rupiah setiap bulan, jumlah ini tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari, terutama di perkotaan (Dhobith, 2024). Kesenjangan ini semakin parah karena guru honorer sulit mengakses tunjangan yang diterima oleh guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Selain itu, para guru di lokasi terpencil, terpinggir, terluar, dan tertinggal menghadapi tantangan lain, seperti akses terbatas untuk pelatihan profesional, dan kurangnya infrastruktur pendidikan. Pemerintah meluncurkan program sertifikasi untuk meningkatkan kualitas serta kesejahteraan guru. Namun, penerapannya masih menghadapi berbagai masalah, seperti distribusi yang tidak merata dan sistem penilaian yang belum sepenuhnya transparan (Noviana, 2018).

Kesejahteraan bagi guru meliputi gaji utama dan tunjangan tambahan. Mereka juga menerima uang dinas, yang mencakup honor untuk rapat, pembuatan soal, penilaian, penyusunan rapor, sampai tugas luar seperti MGMP, pelatihan, atau kegiatan dinas lainnya. Besarnya gaji pokok guru tergantung pada kategori dan pengelompokan berdasar pemberi gaji, seperti PNS, guru honorer daerah, guru kontrak, dan guru swasta. Contohnya, guru PNS mendapatkan gaji dari pemerintah pusat yang disesuaikan dengan golongan dan lama kerja, dengan angka berkisar Rp. 800.000 hingga Rp 2.000.000 (Oktafiana, 2023). Isbandi dalam (Oktafiana, 2023) menyebutkan bahwa gaji untuk guru honorer daerah (PHD) ditanggung oleh pemerintah daerah masing-masing, sementara guru kontrak mendapatkan gaji dari pemerintah pusat  sebesar Rp710. 000 per bulan.

Di sisi lain,  guru swasta menerima gaji dari sekolah berdasarkan SPP siswa, dengan tarif jam yang bervariasi antara Rp10.000 hingga Rp 20.000 tergantung pada ukuran sekolah. Para guru swasta juga berhak atas tunjangan dari pemerintah pusat berupa Bantuan Kesejahteraan Guru (BKG) senilai Rp1. 200.000 per tahun, namun tidak semua guru mendapatkan tunjangan ini, sehingga sering kali dibagikan secara rata. Selain itu, sejumlah pemerintah daerah memberikan subsidi bulanan bagi guru swasta, dengan jumlah yang bervariasi antara Rp50. 000 per guru sesuai daerah. Sayangnya, banyak guru swasta, terutama di madrasah, hanya menerima gaji dari sekolah sebesar Rp50.000 hingga Rp300.000. Perbedaan lain adalah hanya guru negeri yang mendapat fasilitas jaminan kesehatan melalui Jamsostek serta dana pensiun setelah masa kerja selesai, sementara guru PHD, kontrak, dan swasta tidak memperoleh itu. Juga terdapat masalah ketidakadilan yang signifikan dalam hal gaji, kesejahteraan, dan fasilitas antara guru swasta, kontrak,  PNS atau PPPK.

Guru adalah pilar utama pendidikan yang berperan dalam membentuk generasi penerus bangsa (Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Namun, hingga saat ini, masih banyak guru di Indonesia yang menghadapi tantangan dalam hal kesejahteraan, seperti upah rendah, beban kerja tinggi, dan ketidakpastian status (World Bank, 2019; Kemendikbud, 2022). Berikut adalah harapan untuk mewujudkan potret kesejahteraan guru yang lebih baik di masa depan:

  1. Penghasilan yang Layak dan Kompetitif

Guru baik PNS maupun non PNS harus mendapatkan gaji yang mencukupi kebutuhan hidup, sebanding dengan tanggung jawab mereka. Data BPS (2023) menunjukkan bahwa 60% guru honorer di Indonesia masih berpenghasilan di bawah UMP. Tunjangan profesi (seperti tunjangan sertifikasi) perlu diberikan tepat waktu dan disesuaikan dengan inflasi (Permendikbud No. 36 Tahun 2021).

  1. Perlindungan Sosial yang Memadai

Guru harus memiliki akses lengkap terhadap BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan program pensiun. Saat ini, hanya 45% guru honorer yang tercatat sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan (Kemenaker, 2023). Perlindungan sosial adalah hak dasar yang dijamin dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN.

 

 

 

  1. Pembinaan Karir yang Jelas

Pengembangan karir guru harus transparan, termasuk pelatihan berkala dan kesetaraan kesempatan bagi guru di daerah terpencil. Studi LPPM Universitas Negeri Jakarta (2022) menemukan bahwa hanya 30% guru di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) mendapatkan pelatihan peningkatan kompetensi.

  1. Beban Kerja yang Proporsional

Guru sering terbebani tugas administratif (seperti pengisian e-Rapor dan laporan Dapodik), mengurangi waktu untuk interaksi pembelajaran. Penelitian Kemdikbud (2021) menunjukkan 70% guru menghabiskan >40% waktu untuk pekerjaan non-mengajar. Solusinya, perlu simplifikasi administrasi melalui kebijakan seperti Permendikbud No. 15 Tahun 2018.

  1. Apresiasi & Pengakuan Masyarakat

Guru pantas dihargai secara finansial dan moral. Program seperti “Guru Penggerak” (Kemendikbud, 2020) adalah langkah baik, tetapi perlu diperluas ke semua jenjang. Masyarakat juga harus mendukung dengan menghormati profesi guru (Survei Litbang Kompas, 2023: 65% masyarakat menganggap guru belum sejahtera).

  1. Infrastruktur Pendidikan yang Mendukung

Sekolah harus dilengkapi fasilitas memadai. Data Kemendikbud (2023) menyebutkan 22% sekolah di Indonesia belum memiliki laboratorium atau perpustakaan layak. Infrastruktur yang baik akan meningkatkan efektivitas mengajar.

  1. Keadilan untuk Semua Jenis Guru

Kesenjangan antara guru PNS, honorer, dan swasta harus dihapuskan. Putusan MK RI No. 88/PUU-XI/2013 menegaskan bahwa guru honorer berhak mendapat perlindungan hukum dan kesejahteraan setara.

Sebuah potret dan harapan kesejahteraan guru segera terpenuhi, dampaknya akan dirasakan oleh seluruh bangsa, generasi muda yang lebih cerdas dan berkarakter. Investasi pada guru adalah investasi pada masa depan Indonesia Emas 2045.

Referensi:

  • (2023). Statistik Ketenagakerjaan Pendidikan.
  • Dhobith,  (2024). Study On The Salary Policy Of Honorary Teachers And Its Impact On TheLivingStandardsOfHonoraryTeachersIn Indonesia. Paramurobi : Journal Of Islamic Education, 7(1), 44–62. https://doi. org/10. 32699/paramurobi. v7i1. 6609.
  • Hasanah,S. N. , & Zainuddin, A. (2024). The Impact of Teacher Welfare on the Performance of Teachers at SD Muhammadiyah PK Kottabarat and SD Muhammadiyah 10 Tipes. Ideguru: Journal of Scientific Work for Teachers, 9(2), 902–908. https://doi. org/10. 51169/ideguru. v9i2. 992.
  • (2022). Laporan Kinerja Tahun 2021.
  • Noviana, N. (2018). Pengaruh Kesejahteraan Guru Honorer Terhadap Kualitas Guru  di Bidang Pendidikan. Jurnal Widyaloka IKIP Widya Darma, 5(1), 82–93.Oktafiana, R. (2023). Study  On Teacher Welfare Policies And Their Impact On Educational Quality Improvement. Basa Journal of Language &Literature, 3(1), 26–31. https://www. researchgate. net/publication/307685325.
  • Putusan MK RI No. 88/PUU-XI/2013.
  • Undang-Undang No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen.
  • World Bank. (2019). Indonesia Teacher Reform.

 

 

 

 

 

 

Tagar:

Bagikan postingan

23 Responses

  1. Saya mendukung perjuangan guru 2 honores semoga segera dapat tunjangan sertifikasi dan yv sudah senior dapat sertifikasi infasing tetep semanggat doaky selalu aamiin

  2. Saya mendukung perjuangan guru 2 honores semoga segera dapat diangkat sebagai P3K serta serdik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *