Malam gelap berganti terang.
Matahari mengintip dan memancarkan sinar di batas lintang.
Terdengar suara ayam berkokok membangunkan semesta.
Memanggil semua insan yang membuka mata.
Seorang guru sudah siap dengan tas di punggung.
Bersandal jepit di kaki dan berbaju rok menggantung.
Sepatu dan baju seragamnya masih tampak basah di jemuran belakang.
Deras hujan semalam membuat rumahnya tergenang.
Dibutuhkan waktu dua jam menuju sekolah.
Menembus alang-alang dan jalan berliku penuh tanah.
Bermodalkan kaki dan sepeda tua yang menemani.
Dituntun oleh besarnya tekad di hati.
Peluh mengalir perlahan di dahi.
Rasa lelah tergambar di wajahnya yang cantik.
Namun, sedikit demi sedikit senyum mengembang berseri.
Melihat murid-murid menyambut dengan ceria, berlari tanpa alas kaki.
Rasa bahagia memenuhi dada sang guru.
Semangat mengabdi semakin menggebu.
Berbagi ilmu yang tak lekang waktu.
Seakan tak peduli betapa kecilnya gaji yang selalu ditunggu.
Terlupakan oleh manusia ibukota yang bergelimang harta di dalam saku.
Tak tercantum namanya dalam daftar pahlawan dengan tanda jasa di bahu.
Itulah secuil potret pengabdian guru di tanah rantau.
Tamat.






