SAJAK YANG BUNTU
Karya: Arifa Husna Amalia
Ruang waktu berhenti seketika.
Buncah hati melirik satu huruf, satu angka.
Dada sempit tanpa sakit.
Kini, ada yang harus diperjuangkan dengan sengit.
Peluh abu menelisik sendu.
Senyum biru mengulik rindu.
Tawa lebar menyapu udara.
Sorak-sorai mengepung semesta.
Ritme kata sudah terangkai.
Notasi angka sudah terurai.
Kini semua siap dimulai, tapi…
Buntu.
Ternyata, berakhir secepat itu.
Sajak pupus, tak menentu.
Kisah berantakan dengan akhir pilu.
Sejarah hidup yang tak bertemu.
Lalu, apakah rela menjadi kalimat penutupnya?
Maaf, jiwaku menjadi arang karenanya.
Terbakar, air yang sakit mengalir.
Ditutup oleh tawa, tanpa asa.
Maaf, jiwaku tak sekuat baja.
Bahkan kini rapuh seperti kaca yang terjatuh.
Risau diri menepis nestapa.
Gundah buram tanpa makna.
Aku terpisah!
Dari jutaan doa dan harapan.
Dari ribuan canda dan tawa.
Nak, kau pernah menorehkan luka.
Kau pernah mengukir duka.
Dulu, sajak itu hampir sempurna.
Walau kini, buntu tanpa makna.
Harapanku tetap bersembunyi di balik luka.