Sebuah Janji untuk Masa Depan
Karya: Sasi Febriari
Pagi hari telah tiba, saat ini pukul 7 pagi. Ketika mentari sudah menyinari bumi dan angkasa cerah menyapa dengan gumpalan kapas putih menghiasi. Aku yang kini sudah lengkap dengan seragam putih abu-abu ku serta tak luput atribut ikat pinggang, dasi dan topi. Yang kebetulan hari ini adalah hari senin. Yang kita semua tahu bahwa hari senin adalah waktu upacara.
Hai, namaku Aira gadis remaja yang menyukai makanan manis. Aku gadis dengan sejuta mimpi yang salah satu mimpinya adalah melanjutkan belajar hingga memasuki pendidikan jenjang tinggi, memiliki gelar sarjana yang dapat membanggakan orang tua serta bermanfaat bagi sesama manusia. Ini aku dan perjalananku meraih mimpi.
Ketika jam istirahat tiba, aku yang memang sengaja tidak ke kantin dan hanya makan bekal buatan ibu sambil belajar untuk mencicil materi guna mengikuti ujian seleksi perguruan tinggi.
“ Hai Ra, kau sedang belajar apa? aku perhatikan seminggu ini di jam istirahat kamu selalu makan sambil belajar.” Ucap Hani, menghampiri meja ku. Ia salah satu teman kelas ku
“ Oh Hani, aku sedang belajar materi untuk memasuki ujian perguruan tinggi Han, yang sebentar lagi diadakan.’’Jawabku
“ Kamu mau kuliah? Wah keren banget. Mau ngambil jurusan apa nih?.” Tanya Hani penasaran
“ Aku berminat mengambil jurusan pendidikan bahasa dan sastra indonesia Han, karena aku suka bahasa dan sastra. Kamu sendiri, ketika lulus nanti mau langsung kerja atau melanjutkan pendidikan sama sepertiku?.” Tanya ku padanya
“ Aku sih ingin nya langsung kerja saja. Lagi pula, aku terlalu malas untuk belajar lebih banyak lagi hehe.” Jawabnya sambil tertawa kecil
“ Oalah, kita punya mimpi yang berbeda. Tapi dengan tujuan yang sama. Sama-sama mau sukses, bukankah begitu?.” Ucapku padanya
“ Iya itu benar, semangat ya belajarnya. Aku yakin ini tidak mudah buat kamu, tapi aku percaya kamu bisa. Apapun yang terjadi, setidaknya kamu pernah mencoba”. Ucap nya memberiku semangat
“ Terima kasih Han, aku berharap kita akan menemukan jalan menuju kesuksesan.” Jawabku, kami makan siang bersama, dan Hani menemaniku belajar.
Jam istirahat pun telah berakhir, kini dilanjutkan dengan pelajaran lain yang akan dimulai. Hingga saat bel pulang sekolah tiba, aku bergegas merapikan buku dan alat tulis ku yang berserakan diatas meja.
“ Assalamualaikum ibu, Aira pulang.” Ucapku sembari melepas sepatuku
“ Waalaikumsalam, eh kamu sudah pulang nak. Ganti baju ya, habis itu langsung makan, makanan nya sudah ibu siapkan di atas meja makan.” Jawab Ibu menghampiri ku
Ketika aku sudah selesai makan, ibu menghampiri ku lalu mengelus rambut panjang ku. Aku melihat raut wajahnya terlihat begitu sedih. Entah hal apa yang membuat ibu terlihat seperti itu.
“ Kamu yakin dengan keputusan kamu itu untuk kuliah?. Dan yang kamu inginkan universitas di luar kota loh. Memangnya kamu sudah siap dengan segala resikonya?. Ibu khawatir dengan kamu nak, apalagi kamu anak ibu sama bapak satu-satunya. Terlebih lagi kamu perempuan, ibu takut kamu belum bisa jaga diri, ibu takut ketika kamu sedang sakit, tidak ada yang merawat, ibu takut kamu kesepian disana, ibu takut kamu kenapa-kenapa. Rasanya ibu tidak mau kamu pergi nak.”
Ucap ibu dengan suara pelan menahan tangis
Aku mendengar pernyataan tersebut seketika hati ku terenyuh, sejujurnya aku tidak ingin meninggalkan kedua orang tua ku. Aku pun sering memikirkan segala resiko ketika aku kuliah di luar kota nanti. Hanya saja aku sudah lama bermimpi ingin kuliah di universitas yang aku impikan tersebut. Semua yang akan menjadi resiko sudah aku pikirkan dalam hal ini, salah satunya resiko terbesar adalah berkorban. Pengorbananku adalah berpisah dari kedua orang tua ku, aku ingin belajar bagaimana mandiri, aku ingin belajar lebih banyak pengalaman baru, hal-hal baru dan aku ingin menemukan potensi pada diriku.
“ Maafkan Aira ya bu, Aira tidak bermaksud meninggalkan rumah ini, apalagi berniat meninggalkan ibu dan bapak. Hanya saja ini adalah mimpi Aira sejak lama, maaf membuat ibu dan bapak sedih. Dan ibu sama bapak tidak perlu khawatir, Aira akan belajar mandiri ketika diterima nanti. Ibu dan bapak jangan risau, Aira pasti akan punya teman yang baik di sana.” Ucapku meyakini Ibu sambil memeluknya. Tiba-tiba bulir air mata perlahan luruh, aku menangis di pelukannya.
“ Jika seperti itu maumu, ibu dan bapak apa boleh buat. Ibu dan bapak hanya bisa berusaha mendoakan kamu mendapatkan yang terbaik, dan ibu sama bapak akan lebih giat bekerja untuk biaya ketika kamu kuliah nanti.” Ibu memelukku dengan lembut
“ Iya bu, Aira janji akan menjadi yang terbaik buat ibu dan bapak. Aira janji akan membalas budi semua pengorbanan ibu dan bapak. Aira mohon doa ibu, doakan Aira sukses ya bu…”
“ Doa ibu dan bapak selalu menyertaimu nak, sudah-sudah jangan sedih lagi. Mana anak ibu yang katanya mau masuk universitas, masa calon mahasiswa sedih terus. Harus semangat dong.” Jawabnya menyemangati dan melepaskan pelukan
“ Ya sudah, Aira lanjut belajar di kamar dulu ya bu.” Kataku sambil menghapus air mata
“ Iya nak, semangat belajar nya.”
Cahaya mentari perlahan mulai meredup, digantikan dengan lembayung senja jingga menghiasi langit. Pukul 17.30 wib, aku mendengar suara motor bapak yang sudah pulang sehabis bekerja. Bapakku bekerja sebagai tukang ojek online, di usianya yang kini tak lagi muda. Bapak masih semangat untuk menafkahi keluarga.
“ Assalamualaikum, bapak pulang.”
“ Waalaikumsalam, bapak sudah pulang rupanya. Hari ini gimana pak? penumpangnya dapet banyak atau tidak?.” Tanya ibu pada bapak, sembari mencium tangan bapak
“ Alhamdulilah bu, lumayan daripada yang kemarin. Ini uang hasil kerja bapak hari ini. Semoga cukup untuk mencukupi kebutuhan kita ya bu. Oh ya, Aira kemana bu?.” Tanya bapak
“ Dia lagi belajar pak, untuk ujian masuk kuliah nanti.”
“ Anak itu masih saja keras kepala, sudah berapa kali bapak bilang, jangan kuliah!. Sudah tau hidup kita susah.” Ucap bapak dengan amarah
“ Jangan seperti itu pak, biarlah anak kita meraih mimpinya. Lagipula, siapa tau ada rezekinya.” Jawab ibu menenangkan bapak
“ Aira, kemari!. Bapak mau bicara!. Teriak bapak, memanggil dari arah ruang tamu
“ Iya pak, ada apa memanggil Aira?.” Tanya ku kebingungan
“ Kamu sudah sering sekali bapak nasihati untuk tidak kuliah. Orang miskin seperti kita mana mampu untuk berpendidikan tinggi, apalagi kamu cuma anak smk. Sehabis lulus sekolah nanti, langsung cari kerja. Jangan mimpi terlalu tinggi!. Ucap bapak marah dengan nada membentak ku
“ Tidak ada mimpi yang terlalu tinggi pak, yang ada hanya pemikiran yang terlalu rendah. Tujuan Aira kuliah, Aira mau mengangkat derajat keluarga kita. Aira mau buat ibu dan bapak bangga. Masalah biaya, Aira akan belajar lebih giat, untuk dapat beasiswa nanti. Maafkan Aira pak hikss…” Jawabku sambil menangis
“ Terserahlah!, suka-suka kamu saja. Dasar anak pembangkang!.” Ucap bapak dengan nada ketus sembari meninggalkan ruang tamu menuju dapur
“ Bu, apakah mimpi Aira salah? apakah cita-cita Aira buruk dimata bapak. Aira bimbang bu, Aira takut hikss..” Aku menangis tersedu-sedu di pelukan ibu
“ Tidak nak, mimpi dan cita-citamu sudah benar, mungkin bapak sedang banyak pikiran, jadi bapak berbicara seperti itu. Nanti ibu coba bantu meluluhkan hati bapak ya nak. Sudah, sebaiknya jangan dipikirkan, kamu sholat maghrib dulu sana. Sebentar lagi sudah mau adzan maghrib.” Ucap ibu melepas pelukanku
Waktu maghrib telah tiba, adzan berkumandang sudah terdengar. Ibu bergegas masuk kamar, menghampiri bapak yang kini sedang beristirahat.
“ Pak, ibu mau bicara sebentar sama bapak.” Ucap ibu
“ Pasti mau bicara tentang masalah Aira kan bu?, sudah berapa kali bapak bilang, bapak tidak mengizinkan dia kuliah!”. Jawab bapak keukeuh
“ Jangan begitu pak, kasihani dia. Mimpinya begitu besar, jangan bapak halangi dengan tidak merestuinya. Ia, anak kita satu-satunya pak. Cita-citanya begitu mulia.” Ibu berusaha meyakinkan bapak
“ Bukannya bapak melarang bu, namun uang darimana untuk membiayai dia kuliah. Kita makan saja masih kekurangan. Terlebih lagi bapak khawatir sama dia, dia kan anak perempuan kalau disana sendirian tanpa pengawasan dari kita sebagai orang tuanya. Bapak khawatir, terjadi sesuatu dengannya.” Jawab bapak, meluapkan isi hati dan pikirannya yang selama ini menjadi beban pikirannya
“ Ibu sejujurnya juga khawatir dengan nya pak, tapi melihat bagaimana ketekunan dan semangat dia dalam belajar hingga larut malam, ibu jadi tak tega untuk menghalangi mimpinya. Ibu tau bapak khawatir, namun orang tua mana yang tak khawatir dengan kepergian anaknya untuk pergi jauh dalam menuntut ilmu. Tapi niat baik Aira perlu kita banggakan, cita-citanya adalah membuat orang tuanya bangga pak. Maka dari itu, ibu mohon sama bapak. Izin dan restuilah mimpi Aira dalam meraih cita-citanya.” Ucap ibu dengan penuh permohonan
“Huft, ya sudah jika itu adalah kemauannya bapak tidak akan melarangnya lagi. Bapak akan mendukung keputusannya sekarang.” Jawab bapak
Hari berganti hari, bulan pun ikut terganti. Kini waktunya ujian seleksi masuk perguruan tinggi sudah tiba. Ketika aku membuka pintu ruang ujian, udara dingin menerpa tubuhku. Aku yang sudah belajar dengan giat masih saja gugup, keringat dingin membasahi keningku. Telapak tangan ku pun mulai terasa dingin. Ketakutan akan tidak bisanya aku menjawab soal mulai membayangi ku. Petugas ruang ujian mulai membacakan tata tertib ujian dan pengawas ujian mulai mengawasi satu persatu peserta. Ujian pun dimulai, beberapa pertanyaan mampu ku jawab dengan baik. Beberapa pertanyaan membuat ku sedikit kesulitan menjawabnya.
Ketika aku mencoret-coret kertas untuk menghitung hasil jawabanku. Tak sengaja terlintas pesan ibu pada ku “ awali dengan bismillah, lalu akhiri dengan alhamdulilah. Man jadda wajada “. Ya allah, permudahkanlah hamba mu ini di dalam setiap langkah, berikanlah kemudahan dan keringanan akan segala hal baik yang dilakukan, lapangkanlah hati ini jika tidak lulus dalam ujian. Ya allah, aku sudah sebaik-baiknya berusaha. Dan kini aku berserah padamu. Ucapku berdoa dalam hati menahan tangis.
Detik berganti menit, menit berganti jam. Hingga saatnya tiba, waktu ujian telah berakhir. Satu persatu peserta ujian meninggalkan ruang ujian. Ketika aku ingin pulang dan keluar dari gedung. Aku melihat bapak duduk di atas motornya, ternyata bapak menjemputku. Aku berlari menghampiri nya, mencium tangannya dan naik ke atas motornya. Sepanjang perjalanan aku bercerita tentang ujian tadi mulai dari soal-soal yang susah dan dingin nya ruangan membuat ku gugup. Bapak tertawa kecil mendengar ceritaku.
Satu bulan telah berlalu, aku sudah tak sabar menunggu hasil jawaban ujian ku. Hari ini adalah hari pengumuman dan penentuan lulus atau tidaknya peserta yang mengikuti ujian perguruan tinggi. Kini aku ditemani ibu dan bapak di ruang tamu untuk melihat pengumuman lulus atau tidaknya diriku. Apakah aku lulus atau gagal dalam tahun ini? apakah aku menjadi orang yang gagal ketika tidak lulus? apakah aku bisa mewujudkan mimpi ku untuk membanggakan ibu dan bapak? Beberapa pertanyaan penuh tanda tanya mulai melanda pikiranku, overthinking membuat ku takut akan hasil jawaban dari pengumuman ini.
“ Ibu dan bapak, jika Aira gagal dan tidak lulus dalam ujian ini, Aira minta maaf ya pak bu, Aira belum bisa mewujudkan mimpi untuk membanggakan ibu dan bapak.” Kata ku dengan nada sendu
“ Kamu tidak pernah gagal nak, kamu selalu membuat bangga bapak dan ibu dengan caramu sendiri. Jika hasilnya memang bukan seperti yang kamu mau. Tidak apa-apa nak, bapak dan ibu sudah bangga melihatmu berjuang dengan gigih dalam meraih cita-citamu.” Ucap bapak mengelus rambut ku
“ Jangan putus asa dulu, kita belum lihat pengumumannya, yuk lihat sudah mau jam 3.” Ibu sangat antusias ingin melihat hasil pengumumannya. Website pengumuman kini sudah kubuka, bahkan aku memegang handphone dengan tangan bergetar.
“ Bismillah..satu..dua..tiga..“SELAMAT ANDA DINYATAKAN LULUS SELEKSI SNBT 2023”. Seketika tangis bahagia ku pecah, ibu dan bapak memelukku dengan erat, mencium pucuk kepala ku dengan bergantian. Mereka menangis, ya tangisan bahagia yang kini memenuhi ruang tamu.
“ Selamat ya nak, kamu lulus. Kamu berhasil masuk perguruan tinggi. Kamu hebat banget.” Ibu memelukku dengan erat
“ Hikss…bapak bangga sama kamu nak, bapak tidak menyangka bahwa kamu bisa lulus. Seorang tukang ojek online kini punya anak yang sekolah tinggi. Bapak minta maaf pernah meragukan kemampuanmu, bapak minta maaf ya nak…” Bapak menangis tersedu-sedu, mencium keningku hingga aku pun menangis di pelukannya.
Ya allah, terima kasih telah menjawab semua doa ku, terima kasih telah memberikan ku kesempatan hingga aku dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang tinggi. Aku janji tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, aku janji akan mewujudkan mimpi ku demi membuat ibu dan bapak bangga.
Bismillah, untuk masa depan yang lebih bahagia akan ku raih mimpiku satu persatu, akan ku wujudkan cita-citaku. Saat satu jalan berakhir, jalan lain dimulai. Saat satu pintu tertutup, pintu lain akan terbuka. Ketika aku hancur, versi yang lebih baik dariku akan berdiri. Menjadi mahasiswa merupakan privilege yang begitu membanggakan, keistimewaan yang tak semua pemuda diberkahi kesempatan. Menduduki bangku perkuliahan adalah peluang kenikmatan sekaligus tanggung jawab. Karena mahasiswa, “ maha ’’ dari “ siswa ” yang berkesempatan mereguk dalamnya sumur ilmu pengetahuan.
Menjadi mahasiswa tidaklah mudah, penuh lika liku, proses yang sulit yang membuatku ingin sekali menyerah. Mereka bilang, hanya anak orang kaya saja yang bisa berkuliah, mereka bilang hanya anak lulusan sma saja yang bisa menduduki bangku perkuliahan. Kenyataannya tidak seperti itu, aku adalah bukti untuk mematahkan asumsi orang, bahwa bukan anak orang kaya saja yang bisa merasakan bangku perkuliahan. Cacian serta hinaan yang seringkali dilontarkan oleh mereka-mereka yang selalu meremehkan. Membuat diriku perlahan dipenuhi oleh rasa takut akan kegagalan yang akan datang, membuat diriku pesimis akan rasa keraguan yang kemungkinan saja aku terima.
Dikit demi sedikit ku kikis rasa lelah yang sakit
Lembaran kertas yang kini penuh dengan goresan tinta
Sepatu lusuh yang menemani setiap langkah ku menimba ilmu. Belajar hingga larut malam bahkan sudah menjadi rutinitas bagiku. Terbangun di atas lembaran kertas yang semalam aku kerjakan, itu hal biasa. Belajar terlalu lama, terkadang membuat kepala ku berdenyut sakit. Aku terlahir di keluarga sederhana, ayahku bekerja sebagai ojek online dan ibuku sebagai penjual kue keliling serta kenyataanya bahwa aku adalah seorang siswi smk yang orang bilang “ untuk apa kuliah?, buang waktu saja lebih baik kerja. Apalagi kau hanya lulusan smk tentunya mempunyai peluang yang pastinya kecil sekali untuk bisa masuk. ”
Aku percaya segala sesuatu tidaklah mudah, jika ingin sesuatu maka berusahalah
Gagal dalam melangkah, tidak lantas membuatmu ingin menyerah
Hidup ini warna warni, tidak mungkin hanya hitam dan putih saja. Terkadang jangan terlalu berharap selalu bahagia, jangan juga berfikir kesedihan akan selamanya. Hidup bukan untuk berhenti dalam meratapi kesedihan di masa lalu, tapi untuk berjalan menuju kebahagian sesungguhnya di masa depan. Dan kini, aku bisa membuktikannya.
6 Responses
Keren banget
Sedih 🙁
Pokoknya keren dan sangat menginspirasi
Keren sekali
Tetap terus berkarya ya !!
Keren banget
Terharu 🙁
Keren banget semangat terus berkembang ♥️
MasyaAllah kerennn bangettttt siii🤍🌼🙌👏
Sedih:'(
Terima kasih penulis, sudah mengingatkan tentang arti perjuangan