Baru-baru ini masyarakat Indonesia dikejutkan oleh berita seorang guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bahkan telah menerima tunjangan sertifikasi, tetapi rela mengundurkan diri dari jabatannya lalu beralih profesi menjadi kreator konten. Namanya Hendra Brudy, seorang guru muda berprestasi yang dengan berani membuat keputusan meninggalkan profesinya sebagai pendidik untuk fokus menjadi kreator konten. Keputusan itu diambilnya setelah merasa tidak bahagia bekerja di lingkungan yang dianggapnya kurang mendukung. Hendra merasa bahwa pekerjaan menjadi guru tidak lagi membuatnya bahagia. Seperti dikutip dari laman media sosial Radar Sukabumi, Hendra merasa bahwa lingkungan kerjanya kurang kondusif dan membuatnya tertekan.
Hal itu jelas memantik pro dan kontra. Lantas muncul pertanyaan, mengapa Hendra Brudy lebih memilih menjadi kreator konten ketimbang guru PNS bersertifikasi? Masih dikutip dari laman media sosial Radar Sukabumi, Hendra mengatakan bahwa dirinya memiliki minat yang besar terhadap dunia digital. Dia juga melihat peluang yang lebih besar untuk mengembangkan diri dan berkarya di bidang tersebut. Kini Hendra sudah memiliki 10.000 lebih pelanggan di channel YouTube pribadinya “Hendra Brudy”. Dengan jumlah pelanggan tersebut, Hendra berhasil membiayai perjalanannya sendiri ke luar negeri.
Hal itu lantas menjadi magnet bagi sebagian guru di Indonesia. Para pendidik kemudian berbondong-bondong turut menjadi kreator konten di berbagai media sosial.
Menjadi seorang kreator konten memang menjanjikan pendapatan yang tidak sedikit. Namun, mereka juga dituntut untuk pandai-pandai membangun citra diri serta aktif dalam komunitas, baik secara daring maupun luring. Para kreator konten juga harus terampil membuat konten yang kreatif, komunikatif, serta mahir menggunakan teknologi agar kanal media sosial miliknya terus berkembang dan diminati oleh khalayak ramai. Selanjutnya, mereka akan menjadi selebriti media sosial, kemudian mendapatkan kontrak endorsemen bernilai fantastis. Pada akhirnya, kata “sejahtera” pun dapat terwujud. Itulah puncak impian para kreator konten.
Berbicara tentang kesejahteraan terutama di kalangan guru, maka banyak faktor yang memengaruhinya. Hal tersebut dapat dilihat dari indikator-indikator kesejahteraan lahir dan batin dari guru itu sendiri. Menurut artikel berjudul “Isu-Isu Kesejahteraan Guru dan Semangat Pengabdiannya” yang dipublikasikan pada laman Universitas Sari Mutiara Indonesia (USM-Indonesia), kesejahteraan guru secara lahiriah (eksternal) meliputi kebutuhan dasar dan standar hidup, seperti gaji yang memadai, fasilitas, dan lingkungan kerja yang nyaman.
Mendapat gaji dan tunjangan yang layak sesuai dengan beban kerja merupakan pendorong yang kuat untuk memotivasi guru dalam mendidik tunas-tunas muda masa depan bangsa. Selanjutnya, adanya kesempatan mengembangkan diri untuk menambah kompetensi adalah satu dari sekian banyak cara pemenuhan kesejahteraan batin guru.
Artinya, seorang guru dikatakan sejahtera apabila kualitas hidup serta kinerja mereka sebagai pendidik berlaku seiring sejalan. Kedua hal tersebut harus seimbang agar tercipta harmoni yang berpengaruh terhadap efektivitas kinerja pendidik. Ketika keduanya tidak seimbang, maka para guru berbondong-bondong memeras otak demi mendapat penghasilan tambahan.
Menggilanya gelombang arus digitalisasi yang sudah tidak terbendung lagi saat ini menawarkan berbagai kesempatan untuk guru yang ingin menambah penghasilan. Di antaranya adalah lewat jalur menjadi kreator konten. Banyak pilihan kanal aplikasi yang diberikan, seperti Youtube, TikTok, Instagram, FB Pro, dan sebagainya. Hanya dengan mencapai target jumlah pengikut dan penonton saja seorang kreator konten bisa meraup uang sampai ratusan juta rupiah setiap bulan. Menggiurkan bukan?
Namun, untuk mencapai hal tersebut tidaklah mudah. Perlu perjuangan dan menjalani proses selangkah demi selangkah. Proses ini tidaklah instan, bisa mencapai hitungan tahun. Bahkan, tidak sedikit pula kreator konten yang gagal.
Salah satu contoh guru yang berhasil membangun saluran YouTube-nya adalah Pak Ngadiran. Lewat channel YouTube “Ngadiran OT” yang saat ini memiliki lebih dari 5 juta pelanggan, Pak Ngadiran aktif memberikan konten-konten edukatif tentang matematika, motivasi, dan inspirasi.
Menurut data statistik tentang perkiraan penghasilan seorang Youtuber dengan jumlah pelanggan sebanyak 5 juta orang yang diunggah oleh situs web seperti Social Blade, Influencer Marketing Hub, dan Hootsuite, Pak Ngadiran saat ini memiliki perkiraan penghasilan dari channel Youtube miliknya sebesar Rp 130.000.000,00 sampai Rp 850.000.000,00 per bulan.
Angka ini diperoleh dari perkiraan pendapatan iklan (AdSense) sebesar Rp 50.000.000,00 sampai Rp 200.000.000,00 per bulan, sponsor dan endorsemen Rp 50.000.000,00 sampai Rp 500.000.000,00 per bulan, affiliate marketing Rp 10.000.000,00 sampai Rp 50.000.000,00 per bulan, dan penjualan produk sendiri (merchandise) berkisar antara Rp 20.000.000,00 sampai Rp 100.000.000,00 per bulan.
Sebagai guru matematika di SMP dan SMA di Surabaya, Pak Ngadiran dikenal sebagai guru inspiratif serta memiliki metode mengajar yang unik. Ia juga seorang motivator handal yang tidak pernah bosan memotivasi siswa untuk tekun belajar demi meraih cita-cita mereka. Selain itu, Pak Ngadiran pernah menjadi dosen tamu di Universitas Negeri Surabaya serta beberapa kali menjadi narasumber di berbagai seminar dan workshop.
Jadi, sejahterakah guru menjadi kreator konten? Jika ditilik dari indikator kesejahteraan lahiriah, dengan penghasilan menyentuh angka ratusan juta rupiah per bulan maka kesejahteraan tersebut sudah tercapai. Indikator kedua adalah kesejahteraan batiniah yakni kesempatan mengembangkan diri untuk menambah kompetensi, jelas hal ini sudah tercapai sebab seorang kreator konten dengan sendirinya dituntut untuk terus mengembangkan diri, kemampuan, serta ilmu pengetahuan untuk membangun channel media sosialnya agar tidak ditinggalkan oleh pengikut mereka.
Pilihan menjadi guru sekaligus kreator konten atau meninggalkan profesi guru untuk fokus menjadi kreator konten sepenuhnya ada di tangan masing-masing. Setiap keputusan pasti diikuti oleh resikonya sendiri. Pemikiran yang matang sebelum membuat keputusan adalah sesuatu yang mutlak harus dilakukan demi menghindari penyesalan di akhir nanti.
***
4 Responses
Menurut saya opini ini menegaskan bahwa status PNS bersertifikasi bukan jaminan kebahagiaan. Ini menjadi refleksi bersama bahwa guru butuh ruang untuk berkarya dan dihargai, bukan sekadar bertahan. Sebab, semangat dan kesejahteraan merekalah kunci masa depan pendidikan.
Sebuah pertanyaan, Apakah Bu guru bahagia menjadi konten kreator?
Benar Bu Mega, hidup ini adalah pilihan.
Ingin fokus menjadi konten kreator, silahkan. Ingin fokus menjadi ASN saja, silahkan. Bahkan jika ingin keduanya, silahkan. Diri sendirilah yang tau seperti apa kemampuan & kesanggupan kita. Hanya saja menurut saya, sangat disayangkan meninggalkan profesi kita kalau memang kita benar-benar mencintai pekerjaan kita tersebut. Bahkan saya lihat beliau masih aktif membagikan yang berhubungan dengan pendidikan walaupun sudah meninggalkan profesinya sebagai guru. Semangat guru-guru di Indonesia.. semangat negeriku..
Keren! 💐