Oleh: Nurul Aulia Alfiyah, S.S.
“Kamu jadi MC Lomba Cerdas Cermat, ya,” pinta Ustazah Laila. Mata Yura berbinar. Gadis kelas 9 berusia 17 tahun itu langsung mengacungkan jempol. “Siap!”
Yura Amalia namanya. Ia memang baru kelas 9 di usianya yang 17 tahun. Dua kali ia tidak naik kelas. Namun, orang tuanya memohon agar ia tetap bertahan di Ma’had Madina Putri ini. Yura menurut, meski naik-turun semangatnya. Sampai ia dicap anak yang paling lambat belajar, nilainya banyak merah. Tetapi, di balik semua itu, Yura adalah anak yang ceria. Karena itulah, Ustazah Laila, ustazah kesantrian baru, memilihnya.
“Siapa MC untuk Lomba Cerdas Cermat?” tanya Ustazah Nuri, ketua panitia Festival Literasi. “Yura,” jawab Ustazah Laila. Ustazah Nuri mengernyitkan dahi. “Dia sudah dikasih tahu?”
“Sudah, baru saja tadi. Kenapa?” selidik Ustazah Laila seperti ada yang aneh.
“Hmm, apa alasan memilihnya?”
“Dia seru kalau di asrama, kayaknya cocok jadi MC,” terang Ustazah Laila.
“Oo.. Tapi kalau di pelajaran saya biasanya dia kurang nyambung,” ingat Ustazah Nuri. “Dulu waktu dia kelas 7 juga kadang belibet ngomongnya. Kalau becanda agak garing,” sambung Ustazah Nuri sambil tertawa kecil.
“Duh, iyakah? Terus gimana?” tanya Ustazah Laila mendadak cemas.
“Hmm, ya sudah, kita kasih dia kepercayaan saja. Tapi tolong Ustazah Laila bantu menyiapkan teks MC-nya,” tegas Ustazah Nuri tidak ingin membuat suasana menjadi tidak nyaman.
“Baiklah.”
“Pastikan dia benar-benar mengikuti teks, tidak banyak improvisasi, takutnya jadi beneran garing,” yakin Ustazah Nuri.
Yura oh Yura…
Malamnya, Ustazah Laila memanggil Yura. Ia berikan teks MC yang sudah ia persiapkan. “Pelajari dulu. Besok pagi temui saya untuk latihan,” terang Ustazah Laila.
Yura langsung membaca teks itu. “Harus ngikutin ini semua? Kalau lupa boleh beda dikit? Hehe…“ seloroh Yura.
“Usahakan dihafal dan sesuai teks saja ya,” pinta Ustazah Laila. “Oke!” kata Yura mantap. Ustazah Laila menepuk pundak Yura. Ia berharap Allah memudahkan Yura menunaikan tugasnya sehingga tidak mengecewakan siapapun.
Di kamar, Yura masih menggenggam teksnya meski teman-temannya sudah tidur dan lampu kamar diredupkan. Dengan cahaya dari jendelanya, ia cermati kata demi kata.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah…
Festival Literasi Ma’had Madina Putri 2024…
Santriwati Berkarya, Literasi Menyala…
Kata demi kata masuk ke kepalanya. Tapi seperti berputar-putar. Ia takut tertukar.
Masyaallah. Luar binasa!
Eh! Ia tersentak dengan gumamannya sendiri. Ternyata ia hampir tertidur. Ia kucek matanya dan melirik ke jam dinding, hampir jam 12 malam.
Di luar cahaya bulan temaram. Suara serangga dari hutan pinus terdengar. Malam yang syahdu. Tetiba Yura teringat sudah 5 tahun dia di pondok ini. Dari mulai asramanya belum direnovasi, sampai sekarang nyaman ditempati. Dari mulai hatinya tak terima, sampai ia begitu menyayangi semuanya.
Ia juga teringat ibunya, yang kala itu menangis memohon agar tidak meninggalkan pesantren ini.
“Tapi Yura tidak pintar di sini, Ummi. Yura tidak bisa seperti teman-teman. Yura mau pindah!” Berontaknya saat tahu ia tidak naik kelas lagi. Bayangannya teman-teman kelas akan mengejeknya dan teman-teman baru mengucilkannya.
Tetapi, itu tidak terjadi. Teman-teman tetap menyapa dan menerimanya. Asrama, kelas, ustazah tetap menerimanya. Tidak ada yang membuangnya. Ia sadar justru ia yang sempat terpikir membuang dirinya sendiri ke luar sana.
“Kamu itu pintar, Yura. Semua anak-anak Ummi pintar. Cuma harus lebih sabar saja daripada yang lain,” kata ibunya membekas di hati Yura. Malam ini ia tidur dengan janji.“Aku ingin membahagiakan Ummi.”
Hari yang ditunggu-tunggu tiba! Yura berdiri di depan teman-temannya di aula. Ia kenakan jilbab biru gelap favoritnya. Ia genggam mic erat-erat di tangan kanan dan teks MC di tangan kiri. Senyumnya terkembang.
“Assalamu ‘alaikum… Selamat sore, teman-teman! Apa kabar semua? Pasti sehat dan semangat, kan? Ini dia acara yang kita nantikan…” penuh semangat Yura membuka acara, sampai ia tidak sempat memberikan jeda teman-temannya menjawab salam, hingga beberapa temannya saling berpandangan.
Di kursi juri, Ustazah Nuri menahan nafas. Ia deg-degan, berharap Yura tidak membuat kesalahan demi kesalahan.
“Kita yel-yel dulu, yuk! Santriwati Madina… Berkarya.. Menyala Literasiku! Menyala!” sambung Yura masih penuh semangat. “Ayo, jawab! Menyala!” pekik Yura tertawa. Teman-temannya berpandangan lagi. Mereka ingat waktu pembukaan acara literasi tidak seperti itu yel-yelnya.
Ada jeda garing. Krik.
Beberapa anak mencoba mengikuti yel-yel baru ala Yura. “Hehe.. Kalian luar biasa. Kita panggil Ustazah.. Eh tim yang pertama.” Yura tetap terlihat ceria.
Ustazah Nuri akhirnya membuang napas, gemas. Ia melirik ke Ustazah Laila.
Ustazah Laila yang paham makna lirikan itu segera menghampiri Yura saat semua tim sedang bersiap di mejanya masing-masing. Ia berbisik ke Yura untuk lihat teks lagi, ikuti saja.
Sesi demi sesi, Ustazah Nuri masih tahan-buang napas. Sebentar ia gemas dengan kata-kata Yura, sebentar ia berusaha fokus pada jalannya lomba. Sampai akhirnya…
“Alhamdulillah Lomba Cerdas Cermat telah selesai. Pasti ada yang menang dan kalah. Saya punya kata-kata untuk kalian…” Yura menahan. Ustazah Nuri pun menahan napas lagi.
“Kita semua di sini pintar, hanya beda takdir hariannya saja. Kalian semua hebat!”
Ustazah Nuri terhenyak, tak menyangka! Sungguh perkataan yang luar biasa!
Ia kagum. Hatinya meleleh hangat. Rasanya ini menutup indah semua salah-salah kata dan kegaringan yang Yura buat. Sungguh kata-kata yang menggugah hati. Bahwa, semua anak-anak di sini memang pintar, menang atau kalah, ikut lomba atau tidak, yang membedakan hanya takdir hariannya saja.
Ada anak yang menang hari ini, ada yang mungkin di kesempatan nanti. Ada yang belum bersinar sekarang, mungkin akan di masa yang akan datang. Semua anak-anak benarlah pintar dan hebat seperti kata Yura, dan seperti Yura sendiri! Ia telah menunjukkan sinarnya. Di balik keraguan orang-orang akannya, dia menunjukkan kemampuannya untuk tetap ceria dan memberikan kata pamungkas yang berkesan. Sungguh Allah itu Maha Adil kepada semua anak.
Setelah salam penutupan, masih ada kejutan lagi! Yura bagi-bagi permen kepada teman-temannya. Otomatis teman-temannya mengerubunginya dan memekik gembira. Ia selalu punya cara bahagia dan membahagiakan teman-temannya.
Sebelum keluar aula, Ustazah Nuri mendekati Yura. Ia tepuk punggungnya. “Masyaallah, Yura. Terima kasih, ya.”
Yura menoleh dan tersenyum lebar. “Terima kasih juga, Ustazah.”
Senyum itu senyum kemenangan Yura. Meski ia tidak ikut lomba, di hati banyak orang Yura adalah pemenangnya. Pemenang yang ceria seperti mentari, sejuk seperti embun pagi.
“Semua anak itu pintar, hanya beda takdir harian saja.” Akan selalu Ustazah Nuri ingat. Begitu juga Ustazah Laila yang menyeka bening di pojok matanya, lega.