Di desa kecil ada sekolah namanya SD Pelita Hati. Mentari suka sekali sekolahnya, tapi ia sedih melihat pagar sekolah yang miring dan cat dinding yang sudah kusam.Kepala sekolahnya, Pak Abdi, adalah orang paling baik sedunia. Tapi hari ini, Pak Abdi terlihat sangat murung. Ia berdiri sambil memegang sapu, menatap atap sekolah yang bocor.
“Pak Abdi, kenapa Bapak sedih?” tanya Mentari dengan suara pelan. Pak Abdi berjongkok dan menghela napas. “Sekolah kita butuh banyak perbaikan, Mentari. Tapi Bapak tidak tahu harus mulai dari mana.” Mendengar itu, hati Mentari ikut berat. Ia berjalan ke taman bermain. Ayunan besi di sana berkarat dan tali ayunannya putus. Mentari duduk di rumput, merasa putus asa.Tiba-tiba, ia teringat kata-kata Neneknya: “Nak, jangan pernah menyerah. Bahkan setitik air hujan bisa membuat sungai yang besar.” Pesan itu seperti matahari kecil di hati.Mentari tahu ia tidak bisa membangun sungai sendirian. Tapi ia bisa menjadi setitik air hujan pertama! Ia mencari-cari di gudang tua, dan menemukan kuas serta kaleng cat sisa berwarna kuning cerah.
Mentari mulai mengecat papan nama sekolah yang sudah pudar. Cat kuning itu membuat papan nama tua itu terlihat lebih berani, meskipun sedikit belepotan. Pak Abdi datang dan melihatnya.
Pak Abdi terkejut melihat Mentari bekerja. Senyum perlahan muncul di wajahnya yang lelah. “Kau benar, Mentari. Kita harus mulai saja!” katanya. Pak Abdi mengambil kuas lain dan mulai mengecat bingkai papan nama itu.Satu anak, satu cat. Kemudian, teman-teman Mentari dan orang tua murid melihat semangat itu. Mereka ikut membantu! Ada yang membawa sekop untuk membersihkan taman, ada yang membawa palu untuk membetulkan pagar.
SD Pelita Hati kini bersinar terang! Cat dindingnya cerah, pagarnya tegak, dan bahkan ayunan sudah diperbaiki. Mentari dan Pak Abdi berdiri di depan sekolah yang indah, tahu bahwa harapan dan ketekunan telah membuat mimpi mereka menjadi kenyataan.







