SURAT CINTA UNTUK GAZA

Gaza…
Aku menulis surat ini di antara bantal yang basah, karena air mataku tak kunjung mau berhenti,
setiap kali kulihat langitmu menghitam oleh dentuman, dan tangismu lebih keras dari peluru, lebih nyaring dari doa yang tercekat di dada.

Aku membayangkan anak-anakmu tidur tanpa atap,dipeluk oleh dingin dan debu reruntuhan,
sementara ibunya menggigit bibir agar tidak menangis,
karena di Gaza, air mata harus disimpan untuk hari esok yang lebih pilu.

Di mana tempat bermainmu, Gaza?
Di mana suara tawa yang dulu bersaing dengan burung-burung?
Kini yang terdengar hanya jeritan yang tak sempat diselesaikan,
karena nyawa keburu diambil sebelum kalimat selesai diucapkan.

Gaza…
Maaf aku cuma bisa menulis,
bukan datang memelukmu atau jadi tameng bagi anak-anakmu,
tapi percayalah, dalam tiap bait ini
ada darahku yang ikut meronta untuk menggantikan deritamu.

Kubayangkan seorang gadis kecil memeluk boneka tanpa kepala,
dia tersenyum tapi matanya hampa,
karena sudah terlalu sering melihat keluarganya terhapus dalam sekejap,
seperti gambar yang dipadamkan Tuhan tanpa aba-aba.

Surat ini bukan surat cinta yang manis,
ini surat cinta yang penuh luka,
tapi kuletakkan hatiku di antara setiap kata katanya
agar kau tahu, Gaza bahwa dunia belum sepenuhnya tuli dan buta.

Kau tak sendiri, Gaza
meski dunia diam, tapi suara tangismu tak bisa dimatikan,
ia merambat masuk ke pori-pori kemanusiaan,
dan membuat siapa pun yang membaca surat ini menangis hingga dadanya berlubang.

Jika suatu hari puisi ini ditemukan di antara puing-puingmu,dan dunia masih tak peduli,
biarlah bait ini jadi saksi,
bahwa pernah ada hati, dari jauh yang ikut hancur bersamamu

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *