Surat dari Sebongkah Batu

Aku adalah sisa gigitan matahari
terhempas ke tanahmu sebelum dunia belajar membenci

Aku terlahir dari peluh yang membatu
dicetak oleh napas para ibu
yang menjahit pelangi di atas kawat berduri
saat kau menggenggamku, meski tanganmu kecil, semesta bergeser satu inci


Kau layangkan aku ke udara

dan di sana, di antara lipatan langit yang compang-camping
kulihat namamu menguap bagai embun oleh panas senapan


Aku pernah jadi paruh burung yang patah,

perut sungai yang lapar,
dan kata-kata yang dicabut paksa dari lidah nenekmu
kupikul berat semua musim yang dirampas


Kini kau lenyap,

seperti bekas luka di tubuh air
sementara aku masih di sini,
kuendus bau mesiu di sela embun,
di alur bisu langkah-langkah yang terhenti


Jika kau bertanya, apakah aku masih setia?

Aku jawab: telah tumbuh akar dari serpihanku,
membelah batuan lebih tua,
menunggu hingga dunia berhenti berpura-pura tuli

Di hari bumi membuka matanya kembali,
aku ingin menjadi serbuk,
terbang ke pipi bayi-bayi baru,
yang tidak pernah mengenal rasa asin air mata

Aku tetap batu.
di dalam setiap retakku,
ada jalan pulang
serta memori yang tak akan bisa dikuburkan

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *