Tentang Darah Yang Masih Basah
Karya: Putra Niti Galih Prakoso
Tentang darah yang masih basah, aku kisahkan sebisanya!
Pada masa kalender waktu, banyak luka sukar terjahit, tangisan menjadi kidung malam
adalah teriakan yang lahir pada lorong kesunyian.
Rusuk-rusuk hampir patah dari wajah yang mengikat perut dengan batu jalanan, diam sambil bergumam, “sampai kapan semua usai?”
Di sisi lain, syair berbisik pada dedaunan, sambil menulis cinta dan juga cita.
Di ranting menaruh harap bercakap dengan bulan, agar tetap tersambung tali-tali penantian.
Pada waktu yang ia kisahkan, malam jadi puisi!
Air mata berlinang
Untuk kesekian kali rayu kembali meramu senja yang semakin jauh dari pandangan
Di dada masih menyimpan doa, selalu menjadi senjata sebelum tanah perjanjian
mengusap mas intannya yang lara.
Ia lihat ….
Ia melihat sejauh mata memandang
banyak rintihan lirih di dalam kamar, banyak jiwa-jiwa hanyut di kegelapan.
Semua menari dengan luka, tak peduli tua pun muda,
tak peduli wanita pun pria:bahkan balita. “MERAUNG”, berjalan memadu
tali kasih keimanan.
Pada setiap jendela fatamorgana
Aku lihat, aku melihat banyak sungai duka yang mengalir di bola mata
Teriakan saling bersahutan, tangisan membanjiri halaman yang tertimbun noda dan darah.
Engkau, tetap menari dalam tawa meski perban menutup seluruh badan.
Sebentar lagi “Ya”
Sebentar lagi ….
Atau mungkin sembari me-baitkan doa
sampai malam menjelma pagi.
(Bukan mereka: kita yang harus di kasihani)
Tentang darah yang masih basah, aku kisahkan sebisanya.
Lampung Barat, 5 Januari 2024
2 Responses
BAGUS BANGET 🫶🫶
makna nya sampe ke pembaca nyaaaaaaa,semoga lebih berkarya lagi kakkk
Keren bgt karya2nya 😊