Usai tetapi Belum Selesai – Cerpen Nur Syamsiah Rahmawati

puisi resolusi

Usai tetapi Belum Selesai
Karya: Nur Syamsiah Rahmawati

Perjuangan ini tentu tidak akan sebanding dengan kerja keras bapak ibuku. Perkenalkan namaku Rahma, anak bungsu dari dua bersaudara. Seorang anak yang sedang menata masa depannya. Kelas 12 SMA merupakan awal perjuangan pendidikanku dimulai. Kalian tahu kan kelas 12 ini waktu dimana kita menentukan masa depan kelak, entah itu mau kuliah, bekerja, atau yang lainnya. Salah satunya diriku. Sebagai anak perempuan terakhir tentu ada rasa khawatir akan masa depan, apakah aku bisa sukses seperti kakakku? Bisa membahagiakan orang tuaku? Apakah kesuksesanku kelak bisa dirasakan oleh orang tuaku?. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu selalu bergelud dipikiranku. Memiliki seorang kakak yang sudah sukses karirnya, tentu menjadi tolak acuan diriku dalam menata masa depan, serta doa dan dukungan dari kedua orang tua yang sangat berpengaruh untuk keberhasilanku.

Tahun 2023 aku memantapkan pilihan untuk melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri. Ada dua universitas yang ingin aku tuju, sebut saja Universitas X dan Y. Salah satu universitas tersebut berada di luar kota yang artinya jika lolos aku akan menjadi anak rantau. Bulan Januari tahun 2023 dimulai dengan pengumuman nama-nama siswa yang mendapat kesempatan untuk mendaftar di jalur SNBP atau dengan rata-rata rapor. Malam itu setelah pulang les aku mendapat chat dari temanku, “Selamat ya Rahma, ranking 4 pararel nih”. Saat itu aku belum membuka WhatsApp grup, sehingga belum tahu informasi apa yang disampaikan. Setelah membuka pengumuman tersebut, aku sangat bersyukur menjadi salah satu siswa yang mendapat kesempatan untuk mendaftar di Perguruan Tinggi Negeri lewat jalur SNBP dengan nilai rata-rata rapor yang menurutku lumayan tinggi. Tentu aku exticed memberitahu informasi ini ke orang tua. “Alhamdulillah, selamat ya nak”, ucap ibuku. Mereka menyarankan agar aku mengambil Universitas X yang masih satu kota dengan daerahku, “Daftar kuliah yang dekat dengan ibu, bapak saja ya nak gak usah jauh-jauh”, pinta ibuku. Beliau sebenarnya tahu kalau aku sangat ingin masuk ke Universitas Y yang berada di luar kota itu. Namun, sebagai seorang ibu tentu ada rasa khawatir, kakakku sendiri memang sudah berada di Jakarta untuk bekerja. Menurutku itu salah satu alasan mengapa beliau ingin aku kuliah di kota ini saja, ya agar mereka tidak kesepian dan ada anaknya yang dekat dengan mereka.

Setelah perbincangan mengenai hal tersebut aku belum berani menanggapi kemauan ibuku. Beberapa hari setelah itu, bapakku juga selalu menanyakan dan memintaku untuk segera mendaftar SNBP ini. Di sisi lain aku masih bingung dengan jurusan yang ingin aku pilih. Seringkali aku meminta pendapat kakakku juga, “Ini semua pilihanmu, kamu yang akan ngejalaninnya, pilih jurusan yang kamu suka. Kalau suka pasti enjoy kan ngejalaninnya”, nasihat kakakku. Keesokan harinya, aku juga mencoba konsultasi pada guru Bimbingan Konseling untuk memantapkan pilihan jurusanku. “Coba ambil jurusan yang sebelumnya sudah ada alumni, karena track record alumni juga memengaruhi kelulusan SNBP, tetapi jangan terlalu berharap pada jalur ini ya, ini hanya salah satu jalur keberuntungan yang mana setiap universitas ada ketentuan masing-masing dan kita tidak tahu sepenuhnya ketentuan tersebut. Jika kalian mendapat kesempatan di jalur ini coba dan ambillah tetapi jangan lupa selalu belajar untuk SNBT ya”, pesan guru BK ku. Setelah konsultasi, aku memantapkan diri untuk mendaftar di Universitas X sebagai pilihan pertama dan Universitas Y sebagai pilihan kedua. Ya, aku menuruti kemauan ibuku. Sebenarnya aku tahu, penempatan kedua universitas tersebut terbalik. Karena Universitas Y secara ranking lebih unggul daripada Universitas X yang seharusnya Universitas Y diurutan pertama. Ini karena di Universitas X sudah ada alumni dari SMA ku dan aku mengikuti saran dari guru BK. Kesalahan terbesar aku lakukan disini, apalagi kalau tidak “terlena”. Aku terlena menunggu pengumuman SNBP yang hasilnya saja masih ‘abu-abu’. Seorang Rahma yang beranggapan rata-rata rapor nya cukup tinggi, yang beranggapan akan lolos SNBP dan dia tidak mempersiapkan diri untuk SNBT. Bukan aku saja sebenarnya yang optimis lolos, ibuku juga. Karena beliau tahu berapa nilaiku, aku juga mengambil jurusan pada pilihan pertama yang sudah ada alumni dari SMA ku tahun lalu. Hari pengumuman pun tiba, dan ya tentu kalian sudah tahu kan, aku mendapatkan kata ‘semangat’ bukan ‘selamat’ yang artinya aku tidak lolos. Jujur lumayan kecewa sama hasilnya, mungkin Tuhan menginginkanku untuk berjuang lebih keras lagi. Mencoba untuk ikhlas dan bangkit lagi. Waktu menuju SNBT semakin dekat dan jujur saja aku baru mulai belajar lebih giat setelah pengumuman SNBP. Bersyukur, aku mengikuti Bimbingan Belajar yang cukup terkenal di Indonesia, banyak siswa yang lulus ke Perguruan Tinggi Negeri jebolan Bimbel tersebut. Aku berusaha mengejar ketertinggalan materi selama aku ‘terlena’ dengan SNBP, pikiran ku saat itu hanya ingin lulus SNBT gak mau Seleksi Mandiri. Kalian tahu kan Seleksi Mandiri itu jalur paling mahal, banyak orang yang bilang “Anda punya uang, Anda punya kuasa”.

Di jalur SNBT ini aku berubah pilihan jurusan lagi, dan ya aku mantap memilih Universitas Y untuk kedua jurusan di jalur ini. Jujur berat menentukan ini, apalagi ibuku yang selalu menuntut agar berkuliah di kota ini saja. “Tolong bu, kali ini aja izinin aku buat kuliah di luar kota, biar aku juga belajar mandiri”, rengek ku pada beliau. Namun jujur saja salah satu wish list ku memang ingin merasakan menjadi anak kost, hehehe. “Kalau itu memang pilihan mu ibu sama bapak hanya bisa berdoa nak, itu saja senjata kita”, jawab ibuku. Mendengar ucapan ibuku aku lumayan lega, karena restu dan ridho orang tua penting untuk kesuksesan kita. Keriwehan selanjutnya adalah memilih jurusan. Aku sudah banyak mengikuti Try Out, namun skor nya belum pernah tembus passing grade jurusan yang aku mau. Dua jurusan yang aku pilih memang berkaitan dengan teknik dan memiliki passing grade tinggi. Saat berkonsultasi dengan guru Bimbel, mereka mengarahkanku untuk memilih jurusan yang kira-kira sesuai dengan skor Try Out ku saja. Namun, aku tetap ngeyel dan nekat untuk

memilih kedua jurusan teknik tersebut di SNBT, lawak kan hehehe. Prinsip ku saat itu ‘lebih baik mencoba dan gagal daripada tidak mencoba sama sekali’. Pelaksanaan SNBT sudah dimulai, aku mendapatkan jadwal di gelombang kedua. Di tempat Bimbel, aku juga mendapatkan spill an model soal SNBT dari teman-teman yang sudah selesai ujian. Sebisa mungkin, diri ini harus bisa memahami seperti apa tipe soalnya nanti. Jadwal SNBT ku semakin dekat, rasa cemas, takut, pusing bertumbuk di kepala. “Kerjakan sebisanya nak, jangan dipikir berat. Jika memang ini rezekimu pasti Tuhan mudahkan”, ucap orang tua ku menenangkan. Di hari ujian, bapak dan ibuku rela mengambil cuti agar bisa mengantarku ujian. “Ayo Rahma, effort orang tua mu gak main-main, kamu harus yakin bisa”, ucapku dalam hati. Sebelum memasuki ruang ujian, aku meminta doa restu pada ibu dan bapak, semoga dilancarkan dan diberi kemudahan dalam mengerjakan. Selama kurang lebih 2,5 jam aku bergelud dengan 135 soal yang akan menentukan masa depanku. Jadwal SNBT ini aku mendapatkan waktu di siang hari, waktu dimana orang ngantuk, huhuhu. Setelah 2,5 jam lebih aku menyelesaikan ujian tersebut. Keluar ruangan, kepala pusing juga kedinginan karena AC, wkwkwk. Entah ini hanya feeling atau apa, tetapi aku merasa saat mengerjakan tadi kurang maksimal, kurang ‘greget’. Namun mau gimana lagi, aku sudah berusaha sebaik mungkin dan tinggal menunggu hasilnya, sepasrah itu aku. Karena aku merasa kurang all out saat ujian SNBT, aku persiapan sedikit demi sedikit untuk Ujian Mandiri. Pikiran ku semakin kacau, “Apakah aku harus berjuang lagi di Ujian Mandiri yang uang masuknya tak sedikit itu”, pikiran itu muncul di benakku”. “Gimana tadi ujiannya, optimis lolos gak”, tanya kakak ku lewat Vidio Call yang di Jakarta. “Ya doakan saja”; jawabku singkat. Selesai ujian itu, aku tidak memberikan ulasan tentang bagaimana tadi aku mengerjakan kepada bapak, ibu, dan kakakku. Aku hanya meminta “Sudah doakan yang terbaik aja ya buat Rahma”.

Pukul 15.00 WIB merupakan waktu keramat munurutku. Bagaimana tidak semua pengumuman penting disampaikan di jam tersebut “Huff”, dengusku. Pengumuman SNBT kali ini aku ditemani bapakku. “Ayo dibuka, sudah jam 15.00 WIB ini”, pinta bapakku. Badanku keringat dingin, ingin mual ditambah lagi aku melihat story WhatsApp beberapa temanku yang sudah lolos SNBT. Baik, aku memberanikan diri untuk membuka pengumuman tersebut. Kalian tahu apa reaksiku? Nangislah, apalagi. hahaha, kata “semangat” lagi yang aku dapatkan. Bapakku langsung menenangkanku, “Sudah nak, ikhlas usahamu juga gak main-main mulai dari les, belajar semua sudah Rahma lakukan. Mungkin ini memang yang hasil yang terbaik dari Tuhan dan Tuhan pingin Rahma berjuang lagi. Masih ada Seleksi Mandiri atau ke swasta juga gapapa”. Satu hari itu aku sama sekali tidak membuka handphone tidak peduli chat dari teman, aku ingin menenangkan diri dulu. “Masa kejayaanku udah habis kah? Rasanya susah banget masuk ke PTN”, keluhku. Malam harinya ibuku pulang kerja langsung memelukku dan aku nangis lagi. “Masih ada jalur yang lain, ayo coba lagi. Kalau tidak di negeri, universitas swasta gak masalah, semua tempatnya sama aja yang terpenting kamu niat dan bekerja keras”, ucap ibuku. Jujur sangat bersyukur dilahirkan di keluarga yang sama sekali tidak pernah menuntut anaknya harus sama seperti orang lain, orang tua yang sangat memerhatikan mental anaknya.

Satu hari untuk menenangkan diri, rasaku sudah cukup untuk bangkit dan berusaha lebih keras lagi. “Bu, aku sepertinya mau nyoba Mandiri boleh gak? Aku tahu biayanya lebih mahal”, tanyaku. “Coba nak, gak usah memikirkan biaya. Untuk pendidikanmu bapak ibu sudah menyiapkan bekal untukmu dan pasti akan ada rezeki lagi”, jawab ibuku. Beruntung, tempat Bimbel ku juga mengadakan kelas untuk murid yang ingin berusaha lagi di jalur Mandiri. “Pokoknya aku harus lolos di Seleksi Mandiri ini, impianku lolos di Perguruann Tinggi Negeri harus terwujud”, kataku dalam hati. Di Seleksi Mandiri ini tanda diduga ibuku masih juga memintaku untuk ambil Universitas X. “Apa aku kemarin ngga lolos SNBT karena mungkin ibuku belum sepenuhnya merestui aku untuk merantau ya?”, tanyaku dalam hati. “Eh Astagfirullah, gak boleh berpikir gitu Ma, ini semua udah takdir”, ucapanku yang langsung tersadar dari pikiran aneh tersebut. Rasa takutku lebih besar saat Seleksi Mandiri ini. Namun Universitas Y akan aku perjuangkan lagi di Seleksi Mandiri, meskipun beberapa kali telah menolak ku, huhuhu.

Di sekolah**

Suatu hari aku datang ke SMA untuk mengurus ijazah. Tiba-tiba aku bertemu dengan satu guru yang dulu juga mengajarku, “Kuliah dimana sekarang?”, tanyanya. “Belum lolos bu, ini mau mencoba Seleksi Mandiri”, jawabku. “Lho kamu kan anak Bimbel yang terkenal itu kan, kok bisa gak lolos SNBT, bukannya sering dikasih latihan soal ya?”, tanya beliau. Kalian tahu reaksiku? Hahaha syok. “Emang setiap orang yang bimbel disana otomatis lolos HAH?”, tanyaku dalam hati. Eettt aku tidak seberani itu sayang. “Hehehe iya bu belum rezekinya, mungkin masih harus berusaha lebih keras lagi”, jawabku dengan candaan. Asli sakit hati sangat aku ni. Jujur persiapanku untuk SNBT memang singkat dan juga kurang all out dalam mengerjakan kemarin, tetapi aku sudah berusaha sebaik mungkin dan ini lah hasilnya. Cerita itu tidak ada orang yang tahu, sudahlah cukup aku saja, hehehe. Omongan guruku tadi tentu menjadi loncatan diriku untuk lebih semangat lagi.

Hari ujian Seleksi Mandiri Universitas Y semakin dekat. Suatu ketika, saat sedang belajar aku sedikit curhat dengan ibuku “Bu, kalau aku gagal lagi masuk PTN gimana?”, tanyaku. Aku tipe orang yang gampang nangis. “Nduk (Nak dalam Bahasa jawa), kuliah dimanapun itu sama aja yang penting kamu niat, masuk di swasta pun ibu sama bapak udah bangga banget sama kamu. Kamu sudah berjuang sejauh ini. Nanti kerjakan ujian sebisa kamu, jangan dipaksa. Jujur saja, waktu SNBT kemarin ibu belum ikhlas dan ridho kalau kamu kuliah di Universitas Y. Namun sekarang karena ibu tahu perjuangan kamu untuk masuk ke Universitas itu, bapak dan ibu Insha Allah lebih ridho. Semoga Tuhan memudahkan jalanmu ya Nduk”, jawab ibuku yang juga sambil nangis. Melihat ibu nangis, aku pun tambah nangis huhuhu. Ujian Seleksi Mandiri Universitas Y ini dilakukan secara online di rumah. Kakakku ikut andil dalam kelancaran ujian ini, bagaimana tidak ia mengirimkan laptopnya ke rumah agar aku bisa mengerjakan ujian itu. Karena laptop yang aku punya sekarang, tipe nya tidak sesuai untuk mengerjakan ujian. “Effort keluargaku gak main-main, jadi aku ngerjainnya juga gak boleh main-main”, kata-kata yang sama waktu itu untuk menambah semangatku.

Hari ujian pun tiba, aku mengerjakan dengan sangat enjoy. Entah kenapa di ujian ini aku merasa lebih optimis dan mudah dalam mengerjakan soalnya. “Bagaimana ujiannya, lancar kan?”, tanya kakakku lewat chat. “Alhamdulillah lebih baik, meskipun ada soal belum dikerjakan, doakan saja hasilnya”, jawabku. Sembari menunggu pengumuman itu, aku juga mencoba Seleksi Mandiri universitas lain, sebut saja Universitas X. Kebetulan Universitas itu juga mengadakan Seleksi Mandiri lewat jalur rapor, jadi tidak perlu tes lagi. “Coba itu juga ya, nilai rapormu kan juga lumayan. Buat cadangan nantinya”, bujuk kakakku. Ibu dan bapakku juga mendukung hal itu. Sekarang aku menunggu pengumuman dua Seleksi Mandiri dengan penuh harapan salah satunya bisa lolos. Mungkin karena ridho bapak ibuku sudah sepenuhnya, aku lumayan tenang dan optimis lolos pada Mandiri ini. Sekarang aku mencoba lebih pasrah dan ikhlas dengan jalanku, sempat juga aku terpikir kalau masa kejayaan ku sudah habis, hehehe. Dulu waktu SD, masuk SMP, dan SMA merasa sangat amat mudah, namun sekarang untuk masuk kuliah hampir semua jalur aku gagal. Sekarang pikiran itu sudah aku hilangkan dan mencoba untuk menerima semua keadaan. Rasa iri dengan teman yang sudah diterima di universitas mungkin masih ada, namun kembali lagi itu sudah rezeki mereka masing-masing. Selamat ya friends….

Hari itu, pengumuman Seleksi Mandiri Univeristas Z sudah keluar. Aku jauh lebih pasrah nanti hasilnya seperti apa. Benar saja, aku gagal lagi di Mandiri Universitas Z ini. Oke Rahma masih ada satu lagi, yuk lebih optimis. Pagi-pagi sudah dibuat nangis lagi. Rasa capek, kesel, pasrah campur aduk dalam pikiran. “Masih ada pengumuman satu lagi, percaya Tuhan pasti ngasih yang terbaik”, ucap ibuku. Jeda tiga hari pengumuman Universitas Y, sudah hambar rasanya untuk berkegiatan, tidak ada semangat sama sekali. Keesokan harinya, ibuku bercerita kepada ku “Nduk, kemarin bapak bermimpi kalau kamu keterima di Universitas Y dan feeling ibu juga kamu akan lolos di sana. Semoga saja ini rezekimu ya Nduk”, ucap ibuku. “Aamiin buk”, jawabku. Hari pengumuman pun tiba, pengumuman dilakukan pada malam hari. Namun pada saat itu web Universitas Y eror dan aku memutuskan untuk tidur dulu, akan aku buka besok pagi.

Tanggal 5 Juli 2023 pukul 04.25, kesempatan terakhir ku untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri ditentukan oleh pengumuman hari ini. Ibu dan bapak turut mendampingiku saat membuka pengumuman. Perasaanku sudah tidak karuan, badan gemetar semua. “Ayo segera dibuka, Bismillah Insha Allah ini rezekimu”, ujar bapakku. Bismillahhirrahmanirrahim, dan Alhamdulillah aku lolos teman-teman. Akhirnya aku mendapat kata “selamat”, setelah beberapa kali kata ‘semangat’ yang selalu aku dapatkan. Aku dan ibuku langsung bersujud, tak henti-hentinya mengucapkan syukur. “Alhamdulillah, terimakasih Ya Allah, Engkau telah mengabulkan doaku, doa anakku juga terimakasih”, tangis ibuku. Tak henti-hentinya juga aku memeluk ibuku, bersyukur, dan berterimakasih kepada orang tuaku. Meskipun aku lolos dipilihan kedua, itu tidak menutup rasa bahagiaku. Seorang Rahma yang sudah berjuang disemua jalur, akhirnya lolos juga ke Perguruan Tinggi Negeri impiannya, terimakasih Ya Allah. Aku sangat percaya bahwa ridho orang tua lah yang membawa diriku sampai sini. Doa dan feeling ibuku yang dengan berat hati mengikhlaskan anaknya untuk merantau semua terwujud hari itu. Orang tua yang tidak putus menyemangati anaknya, keluarga yang sangat effort untuk keberhasilan anaknya. Tentu saja ini masih awal bagi diriku untuk mencapai kesuksesan. Masih sangat panjang langkah yang harus aku tempuh. Semangat Rahma….

Sekarang ini aku sudah menyelesaikan perkuliahan semester 1 dengan lancar, ya meskipun capek tugas, laprak, it’s okay. Aku akan selalu semangat dalam menjalani pendidikan ini. Melihat perjuangan keluargaku yang membantu hingga akhirnya aku masuk ke PTN impianku, hal itu menjadi salah satu alasan aku harus kuat hingga tamat. Akan aku buktikan bahwa seorang Rahma, anak perempuan terakhir sudah tumbuh menjadi pribadi lebih kuat dan mandiri. Terutama untuk kakak perempuanku yang selalu aku jadikan acuan untuk terus semangat dalam mengejar pendidikan, semoga diriku bisa lebih dari dirimu. Kau sendiri yang bilang, jika kelak nanti aku harus lebih sukses dari dirimu sendiri, doakan selalu adikmu ini ya kak. Semua perjuanganku ini aku dedikasikan untuk keluargaku, ibu, bapak, dan kakaku. Tanpa support mereka, mungkin aku belum sampai sini. Aku sangat percaya bahwa doa dan ridho orang tua yang akan mempermudah keberhasilan kita. Terimakasih bapak, ibu, kakak, doakan terus anak bungsu mu ini semoga kelak menjadi orang yang sukses, berguna bagi agama nusa dan bangsa. Terimakasih Tuhan telah mempermudah jalan Rahma dalam menggapai cita-citanya.

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *