Yakinkan Diri untuk Sambung Hari
Karya: Nuril Zalsa Bella
Pagi yang indah dengan cerahnya sinar sang mentari membuatku bersemangat untuk menjalani hari, meskipun banyak caci makian yang akan menghampiri dan mengganggu hari-hari. Namaku Bunga, kalau kata orang namaku indah, namun wajahku tak seindah namaku. Aku kelas 11 dan Pagi ini seperti biasa aku berjalan seorang diri menyusuri trotoar untuk menuju sekolahku.
Senyuman yang hangat dari guru konseling menyambut beberapa murid di depan gerbang sekolah, aku dan beberapa siswa yang baru datang menghampiri beliau dan berbaris untuk bersalaman, tak lupa aku juga memberikan senyum yang hangat pada sang guru. Setelahnya aku bergegas menuju ke kelas, untuk mempersiapkan mata pelajaran di jam pertama.
Saat tiba dikelas aku melihat teman sebangku ku yang sudah duduk di bangkunya, dia adalah caca. Caca menyambutku dengan penuh bagahia, dan akupun segera menghampirinya.
“Pagi caca” sapaku
“pagi juga bunga, apa kabar? Aku udah kangen nih hahaha” jawabnya itu membuat kita berdua tertawa kecil.
Caca seorang siswi manis dan cukup pintar, dia juga periang, dan sangat baik padaku, kalau aku disandingkan dengannya, kata teman-teman kita seperti si cantik dan siburuk rupa, lucu sekali bukan? Meskipun sakit mendengarnya.
Bel pertanda jam pertama sudah berbunyi, Bu Sela selaku guru Bahasa Indonesia sudah memasuki kelasku. Beliau menerangkan pelajaran dengan penuh semangat, karena masih pagi jadi energinya masih banyak, bukan hahah, Bu Sela menerangkan penuh semangat agar para siswa juga bersemangat untuk menuntut ilmu.
Pelajaran Bahasa Indonesia di akhiri Bu Sela dengan memberikan tugas kelompok dan siswa diberi kebebasan untuk memilih kelompoknya masing-masing. Aku paling tidak suka dengan hal begini, memilih anggota kelompok sendiri.
“Ca, kamu mau sekelompok sama siapa?” tanyaku pada Caca
“Pastinya sama kamu dong Bunga” jawabnya
“Hahaha kamu nih ca, tapi kata Bu Sela sekelompok 4 anak, jadi kita kurang 2 anggota ca”
“Iya ya, terus kita mau ajak siapa ya?” tanya balik Caca padaku
“Aku juga belum tau nih Ca, mungkin kita bisa menawarkan pada Dina dan Siti” tawarku
“Boleh tuh, ayuk”
Kami berdua bergegas menghampiri Dina dan Siti yang berada di bangku seberang kami.
“Kalian sudah dapat kelompok belum” tanya Caca pada Dina dan Siti
“Kami sudah dapat kelompok ca, kalian kekurangan anggota?” tanya balik Dina pada kami
“iyaa” jawabku dan Caca dengan kompak
“Waduh maaf ya kita gak bisa gabung” Jawab Siti
“Iya gapapa santai aja” kata Caca
Setelahnya kita kembali ke bangku, dan baru saja aku menduduki kursi, aku dikejutkan dengan suara lantang Caca.
“Wei siapa yang belum dapat kelompok?” tanya Caca dengan suara toanya Satu kelas tidak ada yang menjawab, tapi tiba-tiba diujung kelas di bangku bagian belakang sendiri ada seorang cowok menjawabnya dengan lantang juga.
“Kelompokku juga kurang anggota nih ca” cowok itu bernama Rio
“Aku sama Bunga boleh gabung gak?” tanya Caca
“hmm boleh Ca” jawab Rio
“Beneran nih?” Caca memastikan
“Iya boleh, Cuma kamu aja ca” jawab Rio sambil tertawa dengan segerombolan teman cowoknya
“Iya ca, kita gak mau sekelompok sama temanmu itu” kata Dio kembaran Rio
“Nanti nilai kita turun lagi gara-gara tampang si buruk rupa itu” Sambung Rio
“Kalian kalau bicara jangan sembarangan ya, emang wajah bisa memengaruhi nilai? Ha? Coba pikir deh, lagian Bunga juga ga jelek seperti yang kalian bilang” kata Caca dengan tegas untuk membelaku
Mendengarkan percakapan tersebut, aku hanya diam dan ingin menangis dengan berteriak yang sangat keras, tapi aku tidak bisa jadi hanya diam sambil menahan rasa sakit.
“Ca, kamu sekelompok sama mereka saja, biar aku sendiri” kataku
“enggak, aku gamau sekelompok sama mereka, kita sekelompok berdua saja, nanti kita bilang ke bu Sela” jawab Caca dengan tegas
“Ca..”
“Udah diam saja kamu Bunga” potong Caca
Aku terdiam tidak bisa membantah Caca, karena Caca tipikal orang yang keras kepala sekali jadi aku harus mengalah. Satu persatu mata pelajaran kita hadapi dengan penuh semangat dan gigih untuk menuntut ilmu. Saat tiba bel pulang sekolah, guru di jam terakhir segera meninggalkan kelas dan semua siswa bergegas merapikan barang-barangnya. Ketika ku kemasi barangku, aku merasa ada kejanggalan, ya benar saja buku tulis matematika ku hilang. Segera ku tanyakan pada Caca sebelum dia mengemasi semua barangnya.
“Ca, apa kamu melihat buju matematika ku?”
“Seingatku tadi sebelum kita ke kantin sudah kamu masukkan ke loker mejamu” jawabnya
“Iya, tapi tidak ada Ca” Ucapku
“Waduh aku tidak tau Bunga, maaf ya aku harus segera pulang soalnya sudah di jemput ayah” Kata Caca sambil meninggalkan sembari melambaikan tangan menuju ke pintu kelas
Caca siswa pertama yang keluar dari kelas, aku harus segera menanyakan pada teman-teman sebelum mereka pulang. Tapi kalau aku tanyai satu-satu itu sangat menyita waktu, andaikan ada Caca pasti dia sudah berteriak menolongku. Aku memustukan untuk berteiak biar cepat ketemu bukunya, karena ada tugas dan besok harus di kumpulkan.
“apa ada yang tau buku tulis matematika ku?” tanyaku dengan lantang pada seisi kelas
Tidak ada yang merespon, aku berteriak sekali lagi meski merasa ketakutan.
“ada yang melihat buku tulis matematikaku?”
“Apasih Bunga teriak-teriak” jawab Rio
“Tapi aku tidak berbicara sekeras itu Rio” Ucapku
“Suara mu itu snagat mengganggu sekali, tau ga?” Kata Rio sambil berjalan mendekatiku dan menunjuk-nunjuk wajahku, kemudian berjalan kembali ke bangkunya
“Maaf kalau aku sangat mengganggu, aku hanya bertanya apa kalian melihat buku matematika ku” Ucapku secara halus dan cukup grogi
“Gatau cari aja sendiri” kata Dio
“Tau nih manja amat” kata cowok disamping Dino
Aku terdiam dan menundukkan kepala, setelahnya aku bergegas mencari buku tulisku ddi setiap loker milik teman-temanku. Saat aku mencari, segerombolan cowok teman Rio dan Dio yang berada di ujung ruang kelas menertawakanku. Aku tidak tau apa yang mereka tertawakan, ku lanjutkan saja kegiatanku tanpa menghiraukan mereka.
“He Bunga dagumu loh panjang sekali” Ucap Dio dengan lantang sambil tertawa disusul teman-teman yang lain
“iyanih panjang banget, sampai kesini-sini loh ini” Kata Rio yang semakin membuat mereka tertawa dengan keras.
Sakit banget mendengar perkataan mereka yang seperti itu, namun aku hanya bisa diam dan takut sekali membalas perkataan mereka. Selang beberapa menit setelah mereka tertawa dengan puas, segerombolan tersebut menghampiriku yang berada di meja barisan depan.
“Ini kan buku yang lu cari?” tanya Rio sambil membuang bukuku ke arahku
“Udah sana bawa jauh jauh” Sambung Dio, sembari segerombolan itu pergi meninggalkanku bersama siswa yang lain yang belum pulang.
Aku sudah terbiasa seperti ini setiap hari, dan lebih parah jika Caca pulang duluan seperti hari ini, aku harus lebih banyak sabar dan menguatkan mentalku mendengarkan ejekan mereka. Teman-temanku yang lain tidak seberani Caca untuk membantuku melawan Rio dan Dio beserta gerombolannya itu. Tetapi aku juga meminta teman-teman untuk tidak memberi tau Caca apa yang terjadi jika Caca tidak disampingku, dan sampai saat ini Caca pun tidak mengetahui hal ini.
Setelah selesai merapikan semuanya aku bergegas pulang, tinggal aku sendiri di dalam kelas dan terasa tenang sekali rasanya kalau sepi begini. Kembali kususuri koridor demi koridor untuk menuju ke trotoar. Sepanjang jalan aku teringat perkataan Rio dan Dio tadi, rasanya itu sangat sakit sekali mendengarkan perkataan mereka. Apakah aku salah memiliki fisik seperti ini? Sehingga semua yang kulakukan sangat mengganggu, bahkan aku berbicara itu sudah mengganggu mereka, mungkin aku bernapas itu juga sudah mengganggu bagi mereka.
Setiap hari kudapati caci makian beserta kata-kata kasar lainnya, itu membuatku semakin jatuh dan semakin takut berkumpul di depan orang banyak. Sejak kejadian tersebut aku memutuskan untuk menjadi pribadi yang sangat tertutup bahkan aku tidak banyak berbicara kalau dikelas. Aku juga sempat berpikir apa aku harus mengakhiri hidupku saja biar tidak mengganggu orang lain, tapi pikiranku tidak sedangkal itu, dan aku juga yakin bahwa aku bisa melewati ini, aku juga ingin menikmati hidup didunia ini dengan mencapai segala keinginanku beserta keinganan orang tuaku.
Suatu hari saat liburan sekolah kenaikan kelas, aku menghabiskan waktu di perpustakaan untuk membaca buku, dan aku menemukan kalimat yang sangat bermakna yaitu Allah mencipatkan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya kalimat tersebut dikutip dari firman Allah di Surat At-Tin ayat 4. Aku tertampar setelah membaca kalimat tersebut, dan aku berpikir sejenak.
“Jadi kenapa selama ini aku merasa paling buruk setelah mendengar perkataan teman-temanku?, bukannya aku harus berbangga diri karena fisikku ini berbeda dengan yang lain, dan perbedaan ini yang membuat aku menonjol diatara banyaknya orang” kata ku pada diriku snediri
“Untuk apa fisik yang baik jika kita tidak memiliki adab yang lebih baik” ucapku dengan senyuman tipis
Setelah membaca buku dan berpikir sejenak, aku mulai menyakinkan diri bahwa fisik itu bukan segalanya dan ini ciptaan versi terbaik dari Allah. Aku tidak boleh berlarut-larut memikirkan hal seperti ini yang bisa membuat diriku semakin terpuruk, sehingga aku mengajak diriku ini untuk menjadi pribadi yang lebih percaya diri dan tidak insecure lagi terkait fisik.
Sepulang dari perpustakaan aku tersenyum tipis sepanjang jalan karena aku sudah menemukan jawaban dari pertanyaanku selama ini, mungkin aku dikira orang gila karena tersenyum terus. Sesampainya dirumah aku memiliki ide untuk berjualan cemilan, sembari mengisi masa liburku dan ini juga salah satu cara agar aku bisa melatih diriku menjadi lebih percaya diri dan berani di depan banyak orang. Ideku tersebut juga mendapatkan persetujuan dari kedua orang tuaku, karena besoknya tepat hari minggu jadi aku memutuskan untuk langsung membuat cemilan dan aku jual di Car Free Day di Alun-alun kotaku. Sehari jualan alhamdulillah laku tak tersisa sama sekali, di hari-hari berikutnya juga sama, bahkan banyak sekali orang yang tidak kebagian. Aku merasa sangat bersyukur karena usahaku lancar dan aku juga semakin percaya diri didepan banyak orang, yang awalnya aku tidak bisa percaya diri jika sendiri, sekarang kemana-mana aku sudah berani sendiri.
Ketika masuk sekolah aku juga menjadi pribadi yang lebih ceria dan percaya diri, sehingga bisa berbaur dengan teman yang lainnya. Aku juga sudah berani menjawab setiap perkataan Rio dan Dio yang merendahkanku. Aku sangat bahagia sekali bisa merubah diriku menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya, yang setiap harinya merasakan kesedihan karena ditindas dengan ejekan-ejekan dengan perkataan mereka. Sekarang aku juga memiliki prinsip Semakin kau diam, semakin kau ditindas. Jika kau tidak salah dan disalahkan, ambil langkah untuk membuktikan kebenaran. Dengan prinsipku itu aku berharap di hari-hari bahkan tahun-tahun berikutnya aku jauh akan lebih bahagia dan bisa menjalani hari dengan ketenangan jiwa dan raga.